KPK Buka Peluang Jerat Pihak yang Halangi Pengusutan Kasus PAW
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menjerat sejumlah pihak yang dinilai menghalangi penyidikan kasus dugaan suap PAW yang menjerat mantan caleg PDIP Harun Masiku dengan pasal merintangi penyidikan atau obstruction of justice.
Hal itu turut menanggapi adanya upaya menghalangi terhadap KPK pada saat ingin melakukan penggeledahan di kantor DPP PDIP beberapa waktu yang lalu. "Seluruh kemungkinan itu ada, tapi perlu kajian lebih jauh apakah memang benar pihak-pihak yang ada, yang dianggap menghambat proses penyidikan, termasuk juga nanti ke depan kalau nanti penuntutan terjadi, ya, kita bisa terapkan Pasal 21," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (21/1/2020). (Baca Juga: KPK Tolak Anggapan Ada Unsur Penipuan dalam Kasus Wahyu Setiawan).
Diketahui, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Ali juga menegaskan pihaknya bakal mempelajari semua bukti-bukti yang ada untuk mencari keberadaan Harun Masiku. Disinyalir, Harun telah kembali ke Indonesia pada Selasa (7/1), namun Ditjen Imigrasi menyebut Harun masih berada di Singapura. "Informasi yang kemarin kita dapatkan dari Imigrasi, kita nanti pertimbangkan pula informasi-informasi yang ada," jelasnya.
Ali pun meminta Harun untuk bersikap kooperatif terhadap kasus yang menjeratnya. Sebab, jika tidak kooperatif Harun bisa saja diperberat hukumannya. "Kepada yang bersangkutan untuk kooperatif," katanya.
"Tentunya siapa pun yang tidak kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan," tambah Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan dan namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Hal ini dilakukan karena Harun belum menyerahkan diri kepada KPK seusai ditetapkan tersangka. (Baca Juga: Harun Masiku Buron, PDIP Lepas Tangan ) .
"(Harun DPO), Sudah sudah. Belum lama, saya tidak tahu persis tapi sudah, yang pasti sudah (DPO)," kata Firli.
Hal itu turut menanggapi adanya upaya menghalangi terhadap KPK pada saat ingin melakukan penggeledahan di kantor DPP PDIP beberapa waktu yang lalu. "Seluruh kemungkinan itu ada, tapi perlu kajian lebih jauh apakah memang benar pihak-pihak yang ada, yang dianggap menghambat proses penyidikan, termasuk juga nanti ke depan kalau nanti penuntutan terjadi, ya, kita bisa terapkan Pasal 21," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (21/1/2020). (Baca Juga: KPK Tolak Anggapan Ada Unsur Penipuan dalam Kasus Wahyu Setiawan).
Diketahui, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Ali juga menegaskan pihaknya bakal mempelajari semua bukti-bukti yang ada untuk mencari keberadaan Harun Masiku. Disinyalir, Harun telah kembali ke Indonesia pada Selasa (7/1), namun Ditjen Imigrasi menyebut Harun masih berada di Singapura. "Informasi yang kemarin kita dapatkan dari Imigrasi, kita nanti pertimbangkan pula informasi-informasi yang ada," jelasnya.
Ali pun meminta Harun untuk bersikap kooperatif terhadap kasus yang menjeratnya. Sebab, jika tidak kooperatif Harun bisa saja diperberat hukumannya. "Kepada yang bersangkutan untuk kooperatif," katanya.
"Tentunya siapa pun yang tidak kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan," tambah Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan dan namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Hal ini dilakukan karena Harun belum menyerahkan diri kepada KPK seusai ditetapkan tersangka. (Baca Juga: Harun Masiku Buron, PDIP Lepas Tangan ) .
"(Harun DPO), Sudah sudah. Belum lama, saya tidak tahu persis tapi sudah, yang pasti sudah (DPO)," kata Firli.
(zik)