Menkumham Minta Ditjen Administrasi Hukum Umum Permudah Izin Usaha
A
A
A
YOGYAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly meminta Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) permudah izin usaha.
Hal itu diungkapkan Yasonna saat membuka Rapat Kerja Evaluasi Kinerja dan Anggaran Program Administrasi Hukum Umum di Yogyakarta. Hadir dalam rapat kerja tersebut Sekjen Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar dan para Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Dirjen AHU dan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Yogyakarta, Jawa Tengah, Kepala BHP Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar.
Dalam sambutannya, Yasonna mengatakan Ditjen AHU dengan layanan publik terbanyak, yakni 97 unit diminta untuk memacu kemudahan berusaha. Sebagai garda terdepan dalam usaha harus mengedepankan pendirian badan usaha, jaminan fidusia, pendaftaran kurator dan penunjukan kurator negara dalam menangani kepailitan.
“Ditjen AHU juga memiliki peran besar dalam mendukung penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja dan kemudahan berusaha dalam bentuk Omnibus Law. Khususnya dalam klaster kemudahan berusaha dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK), yaitu pembentukan badan usaha pedesaan (Bundes) dan badan hukum perseorangan,” kata Yasonna, Sabtu (18/1/2020).
Menurut Yasonna, Ditjen AHU yang masuk dalam Ease of Doing Business Index (EODB) atau Indeks Kemudahan Berbisnis serta penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja diminta untuk berani membuka keran investasi baik dari luar maupun dalam negeri.
Peningkatan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penyederhanaan alur pengesahan PT, peningkatan validitas produk hukum melalui digital signature yang tersertifikasi dan penyederhanaan proses legalisasi dokumen publik melalui aksesi Konvensi Apostille.
“Kita juga dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi model law yang akan mendukung penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Seperti UNCITRAL model law terkait secured transactions, small micro enterprises (SMEs) dan cross border insolvency,” ujarnya.
Politikus PDIP itu menjelaskan, peningkatan intensitas arus investasi di Indonesia merupakan hal penting, namun peningkatan tersebut harus dibarengi dengan usaha ensuring security agar Indonesia tidak dimanfaatkan oleh para pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme (TPPT), Salah satunya dengan menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). “Dalam waktu dekat ini tim assessor MER FATF akan melaksanakan on site visit. Untuk itu, Ditjen AHU perlu mempersiapkan diri memenuhi rekomendasi FATF yang diimplementasikan dalam 46 rencana aksi,” tegas Yasonna.
Selain itu, dirinya juga meminta aksi yang menjadi tanggung jawab Ditjen AHU seperti terkait dengan Mutual Legal Assistance (MLA), pembinaan dan pengawasan notaris serta regulasi Badan hukum termasuk pengawasan Beneficial Ownership (BO).
Dengan demikian, Indonesia melalui Ditjen AHU juga perlu menguatkan kerja sama dengan negara anggota konvensi antikorupsi (United Nations Convention Against Corruption), konvensi tindak pidana terorganisir (United Nations Convention Against Transnational Organized Crime) dan Drugs Convention.
“Untuk memaksimalkan rencana kerja tersebut, perlu ditunjang dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan ditempatkan pada posisi yang tepat (the right man in the right place) serta memiliki kompetensi yang spesifik. Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk mendorong peralihan jabatan fungsional saat ini sudah tepat guna mewujudkan aparatur sipil Negara (ASN) yang profesional,” paparnya.
Selain itu, kata Yasonna, Ditjen AHU perlu serius mengembangkan sistem teknologi informasi (IT) untuk meningkatkan sistem pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah mengakses pelayanan tersebut ditunjang dengan bandwidth (jaringan) yang lebih baik. Saat ini, Kemenkumham dalam proses merealisasikan kebijakan pemerintah melalui persiapan alih tugas jabatan struktural menjadi Jabatan Fungsional Tertentu (JFT).
Salah satu tahapan yang sedang dilakukan adalah pengusulan JFT baru seperti analis hukum, mengingat masing-masing unit eselon I memiliki karakteristik yang spesifik. Karenanya setiap unit harus membuat JFT yang sesuai dengan karakteristiknya. “JFT-JFT tersebut juga harus dibekali dengan practical skills melalui pelatihan-pelatihan, seperti penyusunan kontrak, hukum perdata, hukum acara perdata, kepailitan untuk JFT Kurator Keperdataan,” tutupnya.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar mengatakan kegiatan ini tidak hanya sekadar menjadi forum untuk merefleksikan kinerja Ditjen AHU selama tahun anggaran 2019, melainkan juga akan dimanfaatkan sebagai sarana pertukaran ide dan gagasan untuk menyusun action plan Ditjen AHU Tahun Anggaran 2020. Penyusunan action plan tersebut bertujuan untuk memastikan agar seluruh sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan optimal termasuk peningkatan kemampuan ASN.
"Diharapkan dengan adanya keterlibatan seluruh pihak dalam kegiatan rapat kerja ini, sinergitas pelaksanaan program AHU di 2020 dapat semakin meningkat sehingga setiap program kerja dapat dilaksanakan dengan lebih efektif, efisien dan strategis dalam mencapai tujuan dalam hal ini, termasuk pembentukan JFT kurator keperdataan, JFT PPNS, JFT Notariat, dan JFT Fidusia" ujarnya.
Dia menyebutkan, pada 2019, beberapa kinerja yang sudah dicapai Ditjen AHU di antaranya, memenangkan gugatan Churchill Mining dan Planet Mining di Forum Arbitrase Internasional ICSID sebesar Rp18 triliun. Kemudian, pembebasan kasus Siti Aisyah yang belum pernah ditangani oleh Ditjen AHU.
”Kasus Baiq Nuril yang mendapatkan amnesti sebagai bentuk pelaksanaan program Nawacita Presiden dalam melindungi perempuan dari tindak kekerasan,” katanya.
Selain itu, meluncurkan aplikasi Sistem Administrasi Badan Usaha (SABU), Koperasi dan Beneficial Ownership dan penandatanganan perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (Mutual Legal Assistance/MLA) dengan Swiss pada 4 Februari 2019 yang sekarang sudah dalam proses ratifikasi di DPR, serta MLA dengan Rusia yang baru saja ditandatangani pada 13 Desember 2019. ”Termasuk penegasan status kewarganegaraan bagi lebih dari 1.700 warga keturunan Indonesia yang bermukim di wilayah perbatasan dan luar negeri sehingga mereka mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia,” tegasnya.
Dia menambahkan, pada tahun ini ada beberapa target kinerja yang ingin dicapai Ditjen AHU seperti membangun sistem keamanan data yang tersertifikasi dengan penggunaan digital signature pada SK dan surat keterangan yang diterbitkan Ditjen AHU.
”Memprioritaskan penyusunan regulasi yang dapat mendukung pengembangan dunia usaha, seperti Omnibus Law, RUU Badan Usaha, RUU Fidusia, dan RUU Kepailitan, serta revitalisasi BHP sebagai wadah curator Negara,” ucapnya.
Hal itu diungkapkan Yasonna saat membuka Rapat Kerja Evaluasi Kinerja dan Anggaran Program Administrasi Hukum Umum di Yogyakarta. Hadir dalam rapat kerja tersebut Sekjen Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar dan para Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Dirjen AHU dan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Yogyakarta, Jawa Tengah, Kepala BHP Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar.
Dalam sambutannya, Yasonna mengatakan Ditjen AHU dengan layanan publik terbanyak, yakni 97 unit diminta untuk memacu kemudahan berusaha. Sebagai garda terdepan dalam usaha harus mengedepankan pendirian badan usaha, jaminan fidusia, pendaftaran kurator dan penunjukan kurator negara dalam menangani kepailitan.
“Ditjen AHU juga memiliki peran besar dalam mendukung penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja dan kemudahan berusaha dalam bentuk Omnibus Law. Khususnya dalam klaster kemudahan berusaha dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK), yaitu pembentukan badan usaha pedesaan (Bundes) dan badan hukum perseorangan,” kata Yasonna, Sabtu (18/1/2020).
Menurut Yasonna, Ditjen AHU yang masuk dalam Ease of Doing Business Index (EODB) atau Indeks Kemudahan Berbisnis serta penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja diminta untuk berani membuka keran investasi baik dari luar maupun dalam negeri.
Peningkatan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penyederhanaan alur pengesahan PT, peningkatan validitas produk hukum melalui digital signature yang tersertifikasi dan penyederhanaan proses legalisasi dokumen publik melalui aksesi Konvensi Apostille.
“Kita juga dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi model law yang akan mendukung penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Seperti UNCITRAL model law terkait secured transactions, small micro enterprises (SMEs) dan cross border insolvency,” ujarnya.
Politikus PDIP itu menjelaskan, peningkatan intensitas arus investasi di Indonesia merupakan hal penting, namun peningkatan tersebut harus dibarengi dengan usaha ensuring security agar Indonesia tidak dimanfaatkan oleh para pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme (TPPT), Salah satunya dengan menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). “Dalam waktu dekat ini tim assessor MER FATF akan melaksanakan on site visit. Untuk itu, Ditjen AHU perlu mempersiapkan diri memenuhi rekomendasi FATF yang diimplementasikan dalam 46 rencana aksi,” tegas Yasonna.
Selain itu, dirinya juga meminta aksi yang menjadi tanggung jawab Ditjen AHU seperti terkait dengan Mutual Legal Assistance (MLA), pembinaan dan pengawasan notaris serta regulasi Badan hukum termasuk pengawasan Beneficial Ownership (BO).
Dengan demikian, Indonesia melalui Ditjen AHU juga perlu menguatkan kerja sama dengan negara anggota konvensi antikorupsi (United Nations Convention Against Corruption), konvensi tindak pidana terorganisir (United Nations Convention Against Transnational Organized Crime) dan Drugs Convention.
“Untuk memaksimalkan rencana kerja tersebut, perlu ditunjang dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan ditempatkan pada posisi yang tepat (the right man in the right place) serta memiliki kompetensi yang spesifik. Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk mendorong peralihan jabatan fungsional saat ini sudah tepat guna mewujudkan aparatur sipil Negara (ASN) yang profesional,” paparnya.
Selain itu, kata Yasonna, Ditjen AHU perlu serius mengembangkan sistem teknologi informasi (IT) untuk meningkatkan sistem pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah mengakses pelayanan tersebut ditunjang dengan bandwidth (jaringan) yang lebih baik. Saat ini, Kemenkumham dalam proses merealisasikan kebijakan pemerintah melalui persiapan alih tugas jabatan struktural menjadi Jabatan Fungsional Tertentu (JFT).
Salah satu tahapan yang sedang dilakukan adalah pengusulan JFT baru seperti analis hukum, mengingat masing-masing unit eselon I memiliki karakteristik yang spesifik. Karenanya setiap unit harus membuat JFT yang sesuai dengan karakteristiknya. “JFT-JFT tersebut juga harus dibekali dengan practical skills melalui pelatihan-pelatihan, seperti penyusunan kontrak, hukum perdata, hukum acara perdata, kepailitan untuk JFT Kurator Keperdataan,” tutupnya.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar mengatakan kegiatan ini tidak hanya sekadar menjadi forum untuk merefleksikan kinerja Ditjen AHU selama tahun anggaran 2019, melainkan juga akan dimanfaatkan sebagai sarana pertukaran ide dan gagasan untuk menyusun action plan Ditjen AHU Tahun Anggaran 2020. Penyusunan action plan tersebut bertujuan untuk memastikan agar seluruh sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan optimal termasuk peningkatan kemampuan ASN.
"Diharapkan dengan adanya keterlibatan seluruh pihak dalam kegiatan rapat kerja ini, sinergitas pelaksanaan program AHU di 2020 dapat semakin meningkat sehingga setiap program kerja dapat dilaksanakan dengan lebih efektif, efisien dan strategis dalam mencapai tujuan dalam hal ini, termasuk pembentukan JFT kurator keperdataan, JFT PPNS, JFT Notariat, dan JFT Fidusia" ujarnya.
Dia menyebutkan, pada 2019, beberapa kinerja yang sudah dicapai Ditjen AHU di antaranya, memenangkan gugatan Churchill Mining dan Planet Mining di Forum Arbitrase Internasional ICSID sebesar Rp18 triliun. Kemudian, pembebasan kasus Siti Aisyah yang belum pernah ditangani oleh Ditjen AHU.
”Kasus Baiq Nuril yang mendapatkan amnesti sebagai bentuk pelaksanaan program Nawacita Presiden dalam melindungi perempuan dari tindak kekerasan,” katanya.
Selain itu, meluncurkan aplikasi Sistem Administrasi Badan Usaha (SABU), Koperasi dan Beneficial Ownership dan penandatanganan perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (Mutual Legal Assistance/MLA) dengan Swiss pada 4 Februari 2019 yang sekarang sudah dalam proses ratifikasi di DPR, serta MLA dengan Rusia yang baru saja ditandatangani pada 13 Desember 2019. ”Termasuk penegasan status kewarganegaraan bagi lebih dari 1.700 warga keturunan Indonesia yang bermukim di wilayah perbatasan dan luar negeri sehingga mereka mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia,” tegasnya.
Dia menambahkan, pada tahun ini ada beberapa target kinerja yang ingin dicapai Ditjen AHU seperti membangun sistem keamanan data yang tersertifikasi dengan penggunaan digital signature pada SK dan surat keterangan yang diterbitkan Ditjen AHU.
”Memprioritaskan penyusunan regulasi yang dapat mendukung pengembangan dunia usaha, seperti Omnibus Law, RUU Badan Usaha, RUU Fidusia, dan RUU Kepailitan, serta revitalisasi BHP sebagai wadah curator Negara,” ucapnya.
(cip)