Perlu Kerja Sama Internasional Atasi Ancaman Siber

Jum'at, 17 Januari 2020 - 14:23 WIB
Perlu Kerja Sama Internasional...
Perlu Kerja Sama Internasional Atasi Ancaman Siber
A A A
AUSTRALIA - Kemajuan teknologi yang cepat membawa peluang ekonomi sekaligus ancaman keamanan dunia termasuk kawasan Asia Pasifik. Karena itu diperlukan penyusunan kesepakatan prinsip-prinsip etika bersama, yang memerhatikan kedaulatan tiap negara dan keberagaman tiap bangsa, sebagai dasar untuk mendorong negara, sektor swasta, dan warga sipil agar berperilaku secara bertanggung jawab.

Rekomendasi tersebut disampaikan anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Muhammad Iqbal di Forum Parlemen Asia Pasifik (Asia Pasific Parliamentary Forum/APPF) ke 28 di Canberra, Australia pada 13-16 Januari 2020. "Serangan siber adalah ancaman besar terhadap masyarakat kita, secara khusus apabila dilakukan dengan tujuan melakukan sabotase dan spionase," ujar Iqbal. (Baca juga: Kerja Sama Internasional Kunci Atasi Terorisme)

Satu contoh yang paling sering terjadi adalah sabotase melalui botnet yang menyerang DDoS/DOS 9 untuk mengganggu dan mengambil alih proses kendali dan perintah pada sistem TIK yang ada pada badan atau lembaga pemerintah. (Baca juga: DPR Perkuat Hubungan dengan Parlemen Negara Negara Pasifik)

Dalam hal spionase, terjadinya pengumpulan informasi serta data rahasia individu ataupun perusahaan. Juga, penetrasi internet memungkinkan sel dan kelompok teroris melakukan aksi yang membahayakan negara hingga masyarakat sipil. "Perkembangan informasi juga membawa kita pada era pasca-kebenaran, ketika berita bohong, misinformasi, dan disinformasi, justru bermunculan dengan pesat," papar Iqbal.

Hal ini membahayakan karena publik bisa terpengaruh hal hal yang tidak benar. Apalagi, tanpa mengecek kebenarannya, masyarakat sangat mudah menyebarkan informasi yang didapatnya melalui media sosial. Berbagai fenomena di atas terjadi karena pesatnya pertumbuhan teknologi yang kemudian mendorong pengguna koneksi seluler/internet.

Menurut laporan International Telecommunication Union (ITU), separuh populasi dunia kini terkoneksi ke dalam jaringan. Per Oktober 2019, pengguna aktif internet tercatat mencapai hampir 4,48 miliar orang, atau 58% populasi dunia. Artinya, dunia maya menghubungkan miliaran orang di seluruh dunia dan internet telah menjadi pilar utama masyarakat informasi yang modern.

Pada 2020, jumlah perangkat seluler/internet diperkirakan melampaui 20 miliar unit. Hal ini menghasilkan efektivitas yang lebih tinggi dan manfaat ekonomi, tetapi juga konsekuensi negatif dan serius dari serangan siber. "Kami menyambut diskusi mengenai keamanan siber di bawah UN Open Ended Working Group on Cyber Security dan UN Group of Governmental Experts (UNGGE). Dalam pandangan kami, hukum internasional, secara khusus Piagam PBB, juga berlaku di dunia maya," paparnya.

Terobosan Indonesia

Menurut Iqbal, Indonesia sudah mengambil langkah-langkah cermat untuk menyeimbangkan dunia digital dengak hak privasi. "Sebagai mercusuar demokrasi, parlemen perlu memberi keseimbangan antara keinginan mengendalikan dunia maya dengan kebebasan sipil yang timbul di ranah ini," jelasnya.

Ketentuan mengenai perlindungan data pribadi terdapat pada UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana diamandemen melalui UU No 19 Tahun 2016 atau UU Informasi Elektronik. Namun, peraturan yang ada belum menyediakan ketentuan komprehensif untuk perlindungan data pribadi di Indonesia.

Untuk itu, DPR RI tengah membahas rancangan undang-undang perlindungan data pribadi. Selain itu, ada pula RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang pembahasannya diharapkan selesai pada 2020. Dalam rangka menguatkan kapasitas lembaga penegak hukum, Indonesia juga telah memiliki Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Karena itu, sambung Iqbal, ke depan semua harus mengantisipasi tantangan yang akan selalu muncul dalam dinamika di dunia maya. "DPR RI akan mengambil langkah lebih jauh untuk meningkatkan kesadaran lembaga, organisasi, dan warga mengenai masalah keamanan siber. Dalam waktu mendatang, upaya mengeratkan kerja sama pemerintah dan badan usaha akan dilanjutkan dengan tujuan berbagi informasi, meluncurkan prakarsa bersama, dan merespons berbagai insiden," paparnya.

Iqbal yakin kerja sama regional dan internasional sangat penting dalam mempromosikan isu-isu keamanan siber. Termasuk langkah membangun ketahanan menghadapi ancaman siber melalui pertukaran praktik terbaik, kebijakan, dan pengembangan kapasitas, pelaksanaan pelatihan, dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan.

Menurut dia, sektor swasta juga perlu dilibatkan untuk melindungi kepentingan nasional bersama yang menyangkut keamanan siber. "Kami akan terus membangun tata kelola internasional dan kode etik untuk mengatur dunia maya dengan tujuan memperbaiki dan menyuarakan kepentingan ekonomi dan keamanan, serta meningkatkan keamanan bersama di tengah dunia digital ini," tandas politikus PPP ini.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6976 seconds (0.1#10.140)