Selain Diplomasi, DPR Minta Patroli di Perairan Natuna Dilakukan 24 Jam

Senin, 13 Januari 2020 - 14:09 WIB
Selain Diplomasi, DPR Minta Patroli di Perairan Natuna Dilakukan 24 Jam
Selain Diplomasi, DPR Minta Patroli di Perairan Natuna Dilakukan 24 Jam
A A A
JAKARTA - Komisi I DPR bersuara terkait dengan kapal nelayan dan coast guard yang terus bertambah di Perairan Natuna Utara. Untuk itu, Komisi I DPR meminta agar patroli di Perairan Natuna Utara dilakukan 24 jam nonstop guna mengusir kapal-kapal asing yang masuk secara ilegal, sembari pemerintah terus memperkuat diplomasi.

“Jadi gini, pada prinsipnya, perairan kita yang wajib menjaga adalah kita. Kalau ada yang melintas kita usir. Jadi yang di laut memang seperti itu. Setiap saat kita nggak bisa jaga, mereka akan masuk. Kita jaga terus. Kalau kita jaga, mereka pasti nggak masuk. Oleh karenanya, yang penting dilakukan sekarang adalah patroli setiap saat di perbatasan itu,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Menurut Kharis, ibarat maling jika hendak mencuri ikan akan melihat apakah si pemilik bersiaga atau lengah. Karena, harus diakui bahwa selama ini banyak terjadi illegal fishing yang masuk ke perairan Indonesia karena tidak dijaga.

“Bagi saya, kepada Bakamla, mungkin juga minta alutsista TNI AL, itu menjaga wilayah laut NKRI dengan baik. Full 24 jam harus dijaga. Kalau dijaga mereka nggak akan masuk,” tuturnya.

Politisi PKS ini melihat ketegasan sikap Indonesia diperlukan dan itu memiliki dasar yang kuat dengan UNCLOS (konvensi hukum laut PBB) yang dibuat pada 1982. Ditambah lagi dengan yurisprudensi di mana Filipina memenangkan gugatan atas klaim China atas 9 garis putus-putus di Laut China Selatan (nine dash line) dalam Arbitrase Internasional.

“Ini saya rasa sudah jadi dasar yang kuat. Jadi yang paling penting, kalau ada yang nakal dan ingin masuk wilayah kita harus kita jaga. Kita usir. Itu satu-satunya. Sambil kita tingkatkan jalur diplomasi agar lebih kencang lagi dan lebih kuat lagi,” jelasnya.

Soal adanya tudingan Pemerintah Indonesia lemah karena memiliki utang dengan China, dia mengaku tidak melihat hal itu karena Menteri Luar Negeri (Menlu) RI sudah membuat nota protes dan membuat surat pemanggilan Dubes China di RI. Yang jelas, persoalan utang dan kedaulatan ini harus dipisahkan.

“Utang di sisi utang, kita harus sikapi, kalau utang urusannya dengan pembayaran utang yang belum jatuh tempo. Tapi urusan kedaulatan ini harga diri dari bangsa Indonesia,” tegas Kharis.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7004 seconds (0.1#10.140)