Desmond: Gagalnya KPK Geledah Dinilai karena PDIP Sedang Berkuasa
A
A
A
JAKARTA - Gagalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, pada Kamis, 9 Januari 2020, dinilai karena partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu sedang berkuasa. Adapun penggeledahan saat itu berkaitan dengan kasus jual beli Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR dari Fraksi PDIP.
"Nah persoalannya ini birokrasi atau siapa pun tidak mampu menggeledah institusi partai ini karena mereka berkuasa," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020).
Dia berpendapat, batalnya penggeledahan di kantor DPP PDIP itu sebagai bukti bahwa Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah menghambat kerja lembaga antirasuah itu. Sebab, Pasal 37 B ayat (1) UU KPK baru menyebutkan bahwa tindakan penggeledahan mesti atas seizin Dewan Pengawas.
"Penggeledahan misalnya hari ini, ditetapkan tapi seminggu kemudian diumumkan akan digeledah. Substansi penggeledahan tentang barang bukti saja sudah tidak masuk akal," ujar Politikus Partai Gerindra ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam konteks hukum acara, penggeledahan seharusnya tidak diumumkan. "Tujuan penggeledahan itu agar barang bukti tidak dihilangkan. Tapi kalau diumumkan seminggu kemudian digeledah, itu namanya omong kosong," ujarnya.
Sekadar diketahui, selain Komisioner KPU Wahyu Setiawan, KPK juga telah menetapkan tersangka orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Wahyu dan Agustina sebagai penerima suap. Sedangkan pemberi suap adalah calon anggota legislatif (Caleg) dari PDIP Harun Masiku, dan Saeful, swasta.
"Nah persoalannya ini birokrasi atau siapa pun tidak mampu menggeledah institusi partai ini karena mereka berkuasa," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020).
Dia berpendapat, batalnya penggeledahan di kantor DPP PDIP itu sebagai bukti bahwa Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah menghambat kerja lembaga antirasuah itu. Sebab, Pasal 37 B ayat (1) UU KPK baru menyebutkan bahwa tindakan penggeledahan mesti atas seizin Dewan Pengawas.
"Penggeledahan misalnya hari ini, ditetapkan tapi seminggu kemudian diumumkan akan digeledah. Substansi penggeledahan tentang barang bukti saja sudah tidak masuk akal," ujar Politikus Partai Gerindra ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam konteks hukum acara, penggeledahan seharusnya tidak diumumkan. "Tujuan penggeledahan itu agar barang bukti tidak dihilangkan. Tapi kalau diumumkan seminggu kemudian digeledah, itu namanya omong kosong," ujarnya.
Sekadar diketahui, selain Komisioner KPU Wahyu Setiawan, KPK juga telah menetapkan tersangka orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Wahyu dan Agustina sebagai penerima suap. Sedangkan pemberi suap adalah calon anggota legislatif (Caleg) dari PDIP Harun Masiku, dan Saeful, swasta.
(pur)