Pemerintah Tetap Nekat Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Selasa, 07 Januari 2020 - 06:11 WIB
Pemerintah Tetap Nekat...
Pemerintah Tetap Nekat Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
A A A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya memaksakan diri melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan. Keputusan ini mengabaikan kesepakatan dengan DPR sebelumnya agar kenaikan iuran ditunda dan dicari solusi lain untuk menyelesaikan beban tanggungan BPJS Kesehatan.

Pemberlakuan penyesuaian iuran peserta yang didasarkan pada Perpres Nomor 75/2019 berlaku mulai Januari 2020 untuk jenis kepesertaan pekerja bukan penerima upah (PBPU) dengan perincian kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000, kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000. Selain itu penyesuaian iuran juga dilakukan bagi pekerja penerima upah (PPU) pemerintah dan PPU swasta.

Selanjutnya untuk jenis kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI) dari APBN dan penduduk yang didaftarkan pemda (PBI APBD) disesuaikan dari Rp23.000 menjadi Rp42.000 berlaku per Agustus 2019. Khusus PBI APBD untuk tahun 2019 selisih Rp19.000 ditanggung pemerintah pusat.

Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan ini diumumkan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy seusai rapat tingkat menteri mengenai tindak lanjut atas Perpres Nomor 75/2019 di Kantor Kemenko PMK kemarin.

Muhadjir Effendy beralasan, penyesuaian iuran ini dilakukan karena iuran peserta selama ini belum mencerminkan nilai keekonomian sehingga berdampak terjadinya defisit dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). ”Sudah diambil kesepakatan dan kesepakatannya bulat, yaitu intinya adalah Perpres Nomor 75/2019 dilaksanakan seperti apa adanya,” kata Muhadjir berdasarkan siaran pers yang diterima KORAN SINDO.

Dia menjelaskan, keputusan penyesuaian iuran peserta BPJS Kesehatan telah melewati proses pembahasan dan perhitungan yang matang melalui hasil rapat bersama dengan pihak-pihak terkait. Bersamaan dengan kebijakan penyesuaian iuran, pemerintah mempersiapkan sejumlah skema, di antaranya menyangkut pengalihan kepesertaan PBPU kelas III menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI).

“Kita sudah perhitungkan semuanya untuk mekanisme pengalihan ini agar dapat dipastikan semua dilakukan secara terintegrasi,” tuturnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang turut hadir dalam rapat tersebut berpesan agar penyelesaian masalah JKN dapat dilakukan secara komprehensif sehingga tidak memunculkan permasalahan baru. Adapun Menteri Kesehatan (Menkes) dr Terawan meyakinkan, penyesuaian iuran semata-mata demi keberlangsungan program JKN sebagai bentuk negara hadir, terutama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tidak mampu.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris memastikan pada prinsipnya penyesuaian iuran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sejalan dengan pembahasan dengan pihak DPR. "Kalau masyarakat merasa terlalu tinggi penyesuaian iurannya, kami membuka seluas-luasnya untuk turun kelas. Kami hanya ingin masyarakat bisa betul-betul mendapatkan pelayanan kesehatan secara baik," sebutnya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh memprotes keras keputusan pemerintah yang dinilai tidak sesuai dengan hasil rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu. Dia lebih kecewa karena saat mengonfirmasi masalah kenaikan iuran ini kepada Menkes, yang bersangkutan justru melempar masalah ini kepada Dirut BPJS Kesehatan.

"Menkes tidak sewajarnya melempar seperti itu karena tetap saja tanggung jawabnya adalah di Menkes," katanya kemarin. Sebagai ungkapan kekesalannya, Nihaya bahkan mengunggah protesnya di laman media sosial pribadinya.

Politikus PKB itu menuturkan dalam surat terbukanya yang diunggah pada 2 Januari 2020 lalu bahwa pada 1 Januari 2020 lalu, hal yang dia tunggu bukan untuk merayakan Tahun Baru, tapi lebih pada menunggu gerakan Menkes terhadap beberapa kesepakatan rapat kerja antara Komisi IX DPR RI, Kementerian Kesehatan, DJSN, dan BPJS Kesehatan.

"Namun ketika tepat tahun berganti dan sebagai pertanda aturan dari Peraturan Presiden No 75 Tahun 2019 yang dikeluarkan tanggal 24 Oktober 2019 resmi dilaksanakan, (tetapi ternyata) belum ada tanda-tanda gebrakan apa pun, maka saya berkewajiban menjelaskan beberapa hal ke masyarakat," katanya.

Lebih lanjut dia memaparkan, ada dua macam cara pembayaran BPJS Kesehatan. Kelompok pertama adalah yang dibayar oleh negara/dibayar dari pemotongan gaji (PBI, PPU pemerintah, PPU badan usaha) yang jumlah keseluruhannya 186.355.409 jiwa. Kemudian kelompok kedua adalah yang membayar secara mandiri (PBPU dan BU) yang jumlah keseluruhannya adalah 35.932.299.

Dan dari kelompok kedua ini yang mengambil kelas III berjumlah 19.961.569 jiwa. Untuk selanjutnya bila disebutkan kelas III, maka merujuknya adalah pada jumlah 19.961.569 jiwa yang ada di kelompok kedua. Sebelumnya, untuk menyikapi munculnya perpres, Komisi IX DPR RI telah melakukan rapat gabungan dengan kementerian terkait pada 2 September 2019.

Salah satu poin penting adalah penolakan pada kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada kelas III yang mandiri dan meminta pemerintah menunda serta mencari solusi penyelesaiannya. "Keputusan ini juga tetap konsisten dipegang ketika Komisi IX DPR RI, Kemenkes, DJSN, dan BPJS Kesehatan mengadakan rapat tanggal 7 November dan 9 Desember 2019," urainya.

Pada raker Komisi IX DPR RI dengan Kemekes, DJSN, dan BPJS Kesehatan tanggal 12 Desember 2019, ditemukan kesepakatan yang bisa digunakan sebagai solusi agar pada peserta mandiri kelas III tidak terjadi kenaikan iuran. Kenaikan premi BPJS Kesehatan kelompok pertama dan kelompok kedua yang kelas I dan kelas II diproyeksikan tahun 2020 akan memiliki surplus sebesar Rp13,3 triliun.

Adapun kebutuhan anggaran untuk membayar selisih kenaikan kelas III mandiri dari iuran awal Rp25.500 ke iuran yang baru Rp42.000 untuk 19.961.569 jiwa dalam setahun adalah Rp3,9 triliun."Jadi surplus Rp13,3 triliun bisa digunakan untuk membayar selisih tersebut.

Kesimpulannya BPJS Kesehatan akan tetap naik iurannya sesuai dengan perpres, namun untuk kelas III mandiri iuran tiap bulannya tetap sama, yakni Rp25.500. Adapun selisih kenaikan iurannya akan dibayar oleh pemerintah dari surplus yang ada," katanya.

Dalam raker tanggal 12 Desember tersebut, Komisi IX DPR RI meminta Kemenkes dan BPJS Kesehatan bisa menjamin implementasi dari hasil kesimpulan raker agar masyarakat yang kelas III mandiri pada 1 Januari (yang merupakan batas waktu mulai pemberlakuan perpres) tidak perlu membayar kenaikan iuran.

Tunggakan Rumah Sakit Harus Diselesaikan


Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat, setelah iuran BPJS Kesehatan mengalami penyesuaian, tunggakan-tunggakan pembayaran klaim pada rumah sakit harus segera dibereskan. Pasalnya tunggakan ini sudah menjadi ancaman bagi keberlangsungan rumah sakit dan mengancam keselamatan pasien.

Selain itu dia berharap dengan adanya penyesuaian ini diskriminasi pelayanan pada pasien BPJS Kesehatan bisa dihentikan. “BPJS Kesehatan harus menjamin bahwa pasca-kenaikan diskriminasi pasien BPJS tidak boleh terjadi,” tuturnya kepada KORAN SINDO.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berpendapat, adanya penyesuaian iuran akan menaikkan pendapatan iuran JKN di tahun 2020 sehingga mampu membiayai INA CBGs, kapitasi, dana operasional, dan pelayanan kesehatan preventif-promotif. “Namun walaupun ada kenaikan iuran, itu tidak otomatis akan menjamin defisit akan teratasi di (tahun) 2020 mengingat defisit (tahun) 2019 akan menjadi beban (di tahun) 2020,” ujarnya.

Kenaikan iuran bisa berpotensi berdampak kurang baik untuk pencapaian universal health coverage (UHC) kepesertaan. Kenaikan iuran akan berdampak pada adanya potensi peserta nonaktif akan semakin besar baik PBPU maupun PBI APBD. Demikian juga masyarakat yang belum mendaftar akan semakin enggan untuk mendaftar ke JKN.

Dengan adanya potensi negatif ini, UHC kepesertaan akan semakin sulit tercapai. "BPJS Kesehatan harus proaktif dan inovatif dalam melayani peserta sehingga peserta PBPU yang nonaktif akan menjadi disiplin membayar dan yang belum mendaftar mau segera mendaftar," urainya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9174 seconds (0.1#10.140)