Dinilai Membahayakan, Polri Perlu Tindak Tegas Para Buzzer
A
A
A
JAKARTA - Fenomena buzzer semakin merajalela beberapa waktu belakangan ini. Kejadian apapun bisa dijadikan bahan untuk saling berbagi, hingga berdiskusi bahkan bisa berujung menyerang salah satu kelompok tertentu.
Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria menilai, cukup berbahayanya peran buzzer dalam menggiring opini publik. Bahkan, informasi penting bisa tenggelam begitu saja dengan postingan oleh buzzer.
"Jika saya ditanya bahaya, ya jelas berbahaya. Contoh sederhana, hari ini ada kematian tokoh besar di Indonesia. Tetapi yang trending topic di twitter justru menyambut kedatangan seorang selebritis dari luar negeri. Ini akan aneh," ujar Hariqo saat dihubungi SINDOnews, Senin (6/1/2020).
Hariqo menyebutkan, permasalahan buzzer juga terjadi di seluruh belahan dunia. Menurutnya ada dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk meminimalisir kabar hoaks yang disebarkan oleh buzzer.
"Pendekatannya dua, kepada pengguna medsos dan kepada pengusaha medsos. Kepada pengusaha medsos ya panggil yang punya medsos. Dilemanya soal verifikasi, ada yang usul bikin akun medsos pakai KTP, sama seperti bikin akun di bank, ini seakan solusi, tapi sama saja menyerahkan data republik ini ke luar," jelasnya.
Maka dari itu, Polri perlu turun tangan untuk menertibkan para buzzer. Dengan menggandeng komunitas dan dukungan pemerintah penuh menjadi senjata ampuh untuk membersihkan para buzzer itu.
"Polri ya perlu turun dengan menggandeng komunitas, namun dukungan penuh pemerintahan diperlukan. Harus clear, apakah ribuan palsu yang beroperasi di Indonesia mau diapakan, kebijakan nasionalnya gimana," ungkapnya.
Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria menilai, cukup berbahayanya peran buzzer dalam menggiring opini publik. Bahkan, informasi penting bisa tenggelam begitu saja dengan postingan oleh buzzer.
"Jika saya ditanya bahaya, ya jelas berbahaya. Contoh sederhana, hari ini ada kematian tokoh besar di Indonesia. Tetapi yang trending topic di twitter justru menyambut kedatangan seorang selebritis dari luar negeri. Ini akan aneh," ujar Hariqo saat dihubungi SINDOnews, Senin (6/1/2020).
Hariqo menyebutkan, permasalahan buzzer juga terjadi di seluruh belahan dunia. Menurutnya ada dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk meminimalisir kabar hoaks yang disebarkan oleh buzzer.
"Pendekatannya dua, kepada pengguna medsos dan kepada pengusaha medsos. Kepada pengusaha medsos ya panggil yang punya medsos. Dilemanya soal verifikasi, ada yang usul bikin akun medsos pakai KTP, sama seperti bikin akun di bank, ini seakan solusi, tapi sama saja menyerahkan data republik ini ke luar," jelasnya.
Maka dari itu, Polri perlu turun tangan untuk menertibkan para buzzer. Dengan menggandeng komunitas dan dukungan pemerintah penuh menjadi senjata ampuh untuk membersihkan para buzzer itu.
"Polri ya perlu turun dengan menggandeng komunitas, namun dukungan penuh pemerintahan diperlukan. Harus clear, apakah ribuan palsu yang beroperasi di Indonesia mau diapakan, kebijakan nasionalnya gimana," ungkapnya.
(maf)