Soal Konflik Natuna, MPR Ingatkan Janji Jokowi saat Pilpres 2019
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai klaim sepihak China yang mengaku berhak atas perairan Natuna merupakan persoalan kedaulatan.
Menurut Hidayat, jangan kaitkan urusan kedaulatan dengan dalih kepentingan investasi. Pernyataan Hidayat menanggapi pernyataan Pemerintah China yang mengklaim kawasan Laut China Selatan (Natuna Utara) sebagai teritorialnya, dan menolak keputusan UNCLOS dan Arbitrase PBB yang mengakui kawasan Natuna Utara sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Seperti diketahui sebelumnya kapal penjaga pantai (coast guard) China mengawal kapal-kapal ikan China memasuki perairan Natuna. Menyikapi sikap China, TNI melakukan operasi siaga tempur di wilayah tersebut.
Hidayat pun mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuktikan dan melaksanakan pernyataannya mengenai Natuna saat kampanye Pilpres 2019 lalu.
“Pernyataan Presiden Jokowi sangat jelas dan tegas bahwa Natuna (termasuk Natuna Utara) adalah bagian dari teritorial Indonesia. Karenanya bagian dari NKRI, yang (keutuhan) NKRI adalah harga mati. Pak Jokowi menyatakan tidak takut terhadap mereka yang mengklaim Natuna Utara. Itu untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Pernyataan terbuka itu, sekarang lah saat membuktikannya, ketika ada kengototan pihak China untuk melanggar kedaulatan teritorial Indonesia di Natuna Utara,” kata Hidayat dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (5/1/2020). (Baca Juga: Sikap Jokowi Terkait Konflik Indonesia-China di Perairan Natuna)
Dia juga mengkritik keras pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta ketegangan dengan Tiongkok karena insiden di Natuna tak perlu dibesar-besarkan karena berkaitan dengan investasi Tiongkok di Indonesia, terutama terkait dengan perpindahan ibu kora, karena China akan menjadi investor terbesar untuk membangun ibu kota yang baru.
Hidayat menilai pernyataan tersebut tidak wajar dan tidak sepantasnya karena keutuhan NKRI tidak boleh dikalahkan dengan alasan investasi.
“Apalagi soal pembangunan Ibukota yang baru, belum ada payung hukumnya. Padahal soal Natuna, adalah soal keutuhan dan kedaulatan NKRI. Dan banyak orang selalu meneriakkan NKRI harga mati,” tegas Hidayat.(Baca Juga: Geram China Klaim Natuna, Ustaz Tengku Zulkarnain Siap Korbankan Nyawa)
Hidayat mengingatkan DPR dan Pemerintah pada akhir periode 2019-2024 telah sepakat mengesahkan Undang-Undang Nomor 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Berdasarkan Pasal 4 UU tersebut, tindakan China sudah masuk ke dalam kategori ancaman terhadap NKRI.
“Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pelanggaran wilayah perbatasan masuk kepada kategori ancaman terhadap NKRI. Pemerintah mestinya juga harus segera menjalankan UU ini, di antaranya dengan menyusun program bela negara, pembentukan komponen pendukung dan komponen cadangan,” paparnya.
Hidayat mendukung sikap Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang menegaskan penolakan Republik Indonesia terhadap klaim China mengenai perairan Natuna.
“Kini ketika Jubir Menlu Tiongkok ngotot klaim atas kawasan yang oleh UNCLOS diakui sebagai bagian dari NKRI, maka demi NKRI harga mati, mestinya Presiden koreksi sikap Menko Maritim, dan perintahkan kepada Menko Polhukam dan Menhan untuk mendukung dan menguatkan sikap Menlu yang tegas menolak klaim Tiongkok terhadap Natuna Utara,” desaknya.
Selain itu, Hidayat juga meminta agar seluruh persoalan kenegaraan fokus dibahas, tanpa mengesampingkan satu sama lain. Dia mencontohkan adanya kecurigaan sebagian pihak bahwa insiden Natuna hanya digunakan sebagai pengalihan isu dalam negeri, seperti rencana bailout Jiwasraya dan Bumiputera. Dia menilai kasus-kasus tersebut sama pentingnya.
“Dua kasus ini memang harus terus dikawal, jangan saling menafikan. Mengkritisi keras pelanggaran China di Natuna untuk jamin keutuhan dan kedaulatan NKRI. Tetapi jangan lupa, tetap fokus juga pada realisasi program membentuk Pansus Jiwasrayagate di DPR,” tuturnya.
Menurut Hidayat, jangan kaitkan urusan kedaulatan dengan dalih kepentingan investasi. Pernyataan Hidayat menanggapi pernyataan Pemerintah China yang mengklaim kawasan Laut China Selatan (Natuna Utara) sebagai teritorialnya, dan menolak keputusan UNCLOS dan Arbitrase PBB yang mengakui kawasan Natuna Utara sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Seperti diketahui sebelumnya kapal penjaga pantai (coast guard) China mengawal kapal-kapal ikan China memasuki perairan Natuna. Menyikapi sikap China, TNI melakukan operasi siaga tempur di wilayah tersebut.
Hidayat pun mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuktikan dan melaksanakan pernyataannya mengenai Natuna saat kampanye Pilpres 2019 lalu.
“Pernyataan Presiden Jokowi sangat jelas dan tegas bahwa Natuna (termasuk Natuna Utara) adalah bagian dari teritorial Indonesia. Karenanya bagian dari NKRI, yang (keutuhan) NKRI adalah harga mati. Pak Jokowi menyatakan tidak takut terhadap mereka yang mengklaim Natuna Utara. Itu untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Pernyataan terbuka itu, sekarang lah saat membuktikannya, ketika ada kengototan pihak China untuk melanggar kedaulatan teritorial Indonesia di Natuna Utara,” kata Hidayat dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (5/1/2020). (Baca Juga: Sikap Jokowi Terkait Konflik Indonesia-China di Perairan Natuna)
Dia juga mengkritik keras pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta ketegangan dengan Tiongkok karena insiden di Natuna tak perlu dibesar-besarkan karena berkaitan dengan investasi Tiongkok di Indonesia, terutama terkait dengan perpindahan ibu kora, karena China akan menjadi investor terbesar untuk membangun ibu kota yang baru.
Hidayat menilai pernyataan tersebut tidak wajar dan tidak sepantasnya karena keutuhan NKRI tidak boleh dikalahkan dengan alasan investasi.
“Apalagi soal pembangunan Ibukota yang baru, belum ada payung hukumnya. Padahal soal Natuna, adalah soal keutuhan dan kedaulatan NKRI. Dan banyak orang selalu meneriakkan NKRI harga mati,” tegas Hidayat.(Baca Juga: Geram China Klaim Natuna, Ustaz Tengku Zulkarnain Siap Korbankan Nyawa)
Hidayat mengingatkan DPR dan Pemerintah pada akhir periode 2019-2024 telah sepakat mengesahkan Undang-Undang Nomor 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Berdasarkan Pasal 4 UU tersebut, tindakan China sudah masuk ke dalam kategori ancaman terhadap NKRI.
“Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pelanggaran wilayah perbatasan masuk kepada kategori ancaman terhadap NKRI. Pemerintah mestinya juga harus segera menjalankan UU ini, di antaranya dengan menyusun program bela negara, pembentukan komponen pendukung dan komponen cadangan,” paparnya.
Hidayat mendukung sikap Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang menegaskan penolakan Republik Indonesia terhadap klaim China mengenai perairan Natuna.
“Kini ketika Jubir Menlu Tiongkok ngotot klaim atas kawasan yang oleh UNCLOS diakui sebagai bagian dari NKRI, maka demi NKRI harga mati, mestinya Presiden koreksi sikap Menko Maritim, dan perintahkan kepada Menko Polhukam dan Menhan untuk mendukung dan menguatkan sikap Menlu yang tegas menolak klaim Tiongkok terhadap Natuna Utara,” desaknya.
Selain itu, Hidayat juga meminta agar seluruh persoalan kenegaraan fokus dibahas, tanpa mengesampingkan satu sama lain. Dia mencontohkan adanya kecurigaan sebagian pihak bahwa insiden Natuna hanya digunakan sebagai pengalihan isu dalam negeri, seperti rencana bailout Jiwasraya dan Bumiputera. Dia menilai kasus-kasus tersebut sama pentingnya.
“Dua kasus ini memang harus terus dikawal, jangan saling menafikan. Mengkritisi keras pelanggaran China di Natuna untuk jamin keutuhan dan kedaulatan NKRI. Tetapi jangan lupa, tetap fokus juga pada realisasi program membentuk Pansus Jiwasrayagate di DPR,” tuturnya.
(dam)