Draf Perpres KPK di Bawah Presiden Dinilai Perlu Dikaji Kembali
A
A
A
JAKARTA - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus meminta draf Peraturan Presiden (Perpres) yang menempatkan pimpinan KPK setingkat menteri dan bertanggung jawab ke Presiden perlu dikaji kembali.
"Presiden memikul tanggung jawab pemberantasan korupsi dengan cara memberikan keleluasaan kepada KPK sesuai Undang-Undang (UU) KPK. Artinya tidak mengintervensi apapun terkait agenda penegakan hukum," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Selasa (31/12/2019).
Menurut Sulthan, sebenarnya Kejaksaan dan kepolisian juga di bawah presiden. Dalam sistem presidensial ini wajar. bahkan idealnya kepolisian berada dibawah kementrian dalam negeri. Akan tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam sektor penegakan hukum seluruhnya perlu diberikan independensi kepada masing-masing.
"Yang ditakutkan jika KPK berada dibawah presiden dan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggungjawab pada presiden ini rawan dipolitisasi kedepannya. Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely," tutur dia.
Di sisi lain, Sulthan melihat bahwa belum mkarakter negarawan di pemegang kekuasaan kita. Menurutnya, baik eksekutif, legislatif bahkan yudikatif pun sama yakni sisi politisnya masih mendominasi.
"Maka sistem perlu mengantisipasi hal ini dengan tidak menempatkan komisioner KPK bertanggung jawab pada presiden tetapi bertanggung jawab pada negara. Artinya yang menjadi tolak ukur itu UU KPK bukan perpres KPK," pungkasnya.
"Presiden memikul tanggung jawab pemberantasan korupsi dengan cara memberikan keleluasaan kepada KPK sesuai Undang-Undang (UU) KPK. Artinya tidak mengintervensi apapun terkait agenda penegakan hukum," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Selasa (31/12/2019).
Menurut Sulthan, sebenarnya Kejaksaan dan kepolisian juga di bawah presiden. Dalam sistem presidensial ini wajar. bahkan idealnya kepolisian berada dibawah kementrian dalam negeri. Akan tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam sektor penegakan hukum seluruhnya perlu diberikan independensi kepada masing-masing.
"Yang ditakutkan jika KPK berada dibawah presiden dan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggungjawab pada presiden ini rawan dipolitisasi kedepannya. Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely," tutur dia.
Di sisi lain, Sulthan melihat bahwa belum mkarakter negarawan di pemegang kekuasaan kita. Menurutnya, baik eksekutif, legislatif bahkan yudikatif pun sama yakni sisi politisnya masih mendominasi.
"Maka sistem perlu mengantisipasi hal ini dengan tidak menempatkan komisioner KPK bertanggung jawab pada presiden tetapi bertanggung jawab pada negara. Artinya yang menjadi tolak ukur itu UU KPK bukan perpres KPK," pungkasnya.
(maf)