Ngabalin Sebut Anggota Dewan Pengawas KPK Manusia Setengah Dewa
A
A
A
JAKARTA - Orang-orang yang nantinya duduk di Dewan Pengawas KPK adalah mereka yang sudah selesai dengan urusan dunianya. Keberadaan Dewan Pengawas KPK juga menjawab ketidakadilan dalam pemberantasan korupsi.
“Lima orang yang nantinya akan ditempatkan di Dewan Pengawas dengan komposisi 1 ketua dan 4 anggota ini adalah manusia-manusia yang separuh dewa sifatnya. Sifat-sifat kenabiannya hampir 30-50% ada pada diri mereka. Karena urusan dunianya sudah selesai,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin saat hadir sebagai narasumber diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago, Associate Director Kopi Politik Syndicate Todotua Pasaribu, dan pengamat hukum dari UIN Alaudin Makassar Syamsuddin Radjab. Ngabalin yakin, nama-nama yang sudah ada di kantong Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan publik.
Terkait sosok yang layak menjadi Dewas KPK, Ngabalin memastikan berasal dari berbagai unsur. Salah satunya dari kalangan ahli dan pakar hukum masuk kelima Dewan KPK. “Tentu saja mereka yang mempunyai umur, bukan enggak mustahil ahli hukum bisa saja," kata Ngabalin.
Irma Chaniago mengatakan Dewan Pengawas ini nantinya harus dilihat dari sosoknya dulu. “Dewan pengawas ini kan memang dibutuhkan dalam revisi UU KPK agar KPK ke depan menjadi lebih baik, lebih transfaran dan lebih diperkuat secara strukturnya, dan tidak masuk dalam perdebatan politik,” ujarnya.
Sementara, Syamsudin Radjab sepakat dengan pengaturan dewan pengawas dalam draf revisi UU No 30/2002 tentang KPK. Hanya saja, dia tidak sepakat jika dewan pengawas menjadi lembaga non-struktural dari KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 37A ayat (2) draf revisi UU KPK.
"Dewan pengawas itu bagian dari struktur kelembagaan KPK. Dia menyatu. Kalau non-struktural jadi second opinion. Fungsi-fungsinya itu kan besar. Dia menyidangkan pimpinan yang melanggar etik. Mestinya bagian integral KPK," kata dia.
Sedangkan Todotua Pasaribu mengatakan dalam sebuah negara demokrasi tidak boleh ada satu lembaga yang tidak diawasi. Negara harus benar-benar hadir untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam kerangka penegakan hukum.
“KPK ini kan sebenarnya adalah lembaga hukum yang sangat fenomonal. Selama ini mereka memiliki banyak fungsi yang superbody. Dibanding lembaga hukum lain, popularitas KPK memang sangat fenomenal,” ujarnya.
“Lima orang yang nantinya akan ditempatkan di Dewan Pengawas dengan komposisi 1 ketua dan 4 anggota ini adalah manusia-manusia yang separuh dewa sifatnya. Sifat-sifat kenabiannya hampir 30-50% ada pada diri mereka. Karena urusan dunianya sudah selesai,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin saat hadir sebagai narasumber diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago, Associate Director Kopi Politik Syndicate Todotua Pasaribu, dan pengamat hukum dari UIN Alaudin Makassar Syamsuddin Radjab. Ngabalin yakin, nama-nama yang sudah ada di kantong Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan publik.
Terkait sosok yang layak menjadi Dewas KPK, Ngabalin memastikan berasal dari berbagai unsur. Salah satunya dari kalangan ahli dan pakar hukum masuk kelima Dewan KPK. “Tentu saja mereka yang mempunyai umur, bukan enggak mustahil ahli hukum bisa saja," kata Ngabalin.
Irma Chaniago mengatakan Dewan Pengawas ini nantinya harus dilihat dari sosoknya dulu. “Dewan pengawas ini kan memang dibutuhkan dalam revisi UU KPK agar KPK ke depan menjadi lebih baik, lebih transfaran dan lebih diperkuat secara strukturnya, dan tidak masuk dalam perdebatan politik,” ujarnya.
Sementara, Syamsudin Radjab sepakat dengan pengaturan dewan pengawas dalam draf revisi UU No 30/2002 tentang KPK. Hanya saja, dia tidak sepakat jika dewan pengawas menjadi lembaga non-struktural dari KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 37A ayat (2) draf revisi UU KPK.
"Dewan pengawas itu bagian dari struktur kelembagaan KPK. Dia menyatu. Kalau non-struktural jadi second opinion. Fungsi-fungsinya itu kan besar. Dia menyidangkan pimpinan yang melanggar etik. Mestinya bagian integral KPK," kata dia.
Sedangkan Todotua Pasaribu mengatakan dalam sebuah negara demokrasi tidak boleh ada satu lembaga yang tidak diawasi. Negara harus benar-benar hadir untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam kerangka penegakan hukum.
“KPK ini kan sebenarnya adalah lembaga hukum yang sangat fenomonal. Selama ini mereka memiliki banyak fungsi yang superbody. Dibanding lembaga hukum lain, popularitas KPK memang sangat fenomenal,” ujarnya.
(poe)