Sisi Lain Pilkada Langsung, Munculkan Figur Politik Nasional
A
A
A
JAKARTA - Diskursus mengenai Pilkada langsung dan tidak langsung memberikan perspektif berbeda di kalangan masyarakat. Hal ini dikatakan Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes dalam diskusi bertajuk 'Review Politik Akhir Tahun' di Hotel Ibis Tamarin, Menteng, Jakarta, Minggu (8/12/2019).
Menurut Arya, di tengah diskursus itu, sebenarnya Pilkada langsung yang dilaksanakan sejak 2005 lalu telah memberikan dampak yang positif terhadap pola pembangunan dan kemajuan daerah.
"Yang pertama adalah munculnya inovator-inovator politik lokal misalnya Pak Jokowi, Ridwan Kamil ada Bu Risma," kata Arya dalam paparannya.
Kedua kata Arya, Pilkada langsung juga selama ini mampu menjadi sumbet rekrutmen politik di tungkat nasional. Menurut dia, yang tampak misalnya Joko Widodo (Jokowi) yang sebelum menjadi Presiden merupakan kepala daerah di Solo dan DKI Jakarta.
Kemudian yang ketiga lanjut Arya, selama Pilkada langsung dihelat, partisipasi masyarakat dalam kontestasi demokrasi lima tahunan itu rata-rata mencapai 73 persen seperti dalam Pilkada 2018.
Bahkan kata dia, jika dibandingkan dengan Pileg dan Pilpres 2009 dan 2014, angka partisipannya lebih tinggi. "Jadi ada antusiasme publik untuk terlibat aktif dalam proses atau ikut mengikuti prosesnya," jelasnya.
"Nah kalau kita hilangkan pilkada tentu sumber rekuitmen daerah menjadi hilang karena selama ini kalau kita lihat sumber rekuitmen di tingkat provinsi juga berasal dari kabupaten/kota. Mereka sebelumnya juga mencari atau pernah menjadi bupati atau wali kota seperi Ridwan Kamil ada Nurdin Abdulah dan beberapa nama," ujarnya.
Menurut Arya, di tengah diskursus itu, sebenarnya Pilkada langsung yang dilaksanakan sejak 2005 lalu telah memberikan dampak yang positif terhadap pola pembangunan dan kemajuan daerah.
"Yang pertama adalah munculnya inovator-inovator politik lokal misalnya Pak Jokowi, Ridwan Kamil ada Bu Risma," kata Arya dalam paparannya.
Kedua kata Arya, Pilkada langsung juga selama ini mampu menjadi sumbet rekrutmen politik di tungkat nasional. Menurut dia, yang tampak misalnya Joko Widodo (Jokowi) yang sebelum menjadi Presiden merupakan kepala daerah di Solo dan DKI Jakarta.
Kemudian yang ketiga lanjut Arya, selama Pilkada langsung dihelat, partisipasi masyarakat dalam kontestasi demokrasi lima tahunan itu rata-rata mencapai 73 persen seperti dalam Pilkada 2018.
Bahkan kata dia, jika dibandingkan dengan Pileg dan Pilpres 2009 dan 2014, angka partisipannya lebih tinggi. "Jadi ada antusiasme publik untuk terlibat aktif dalam proses atau ikut mengikuti prosesnya," jelasnya.
"Nah kalau kita hilangkan pilkada tentu sumber rekuitmen daerah menjadi hilang karena selama ini kalau kita lihat sumber rekuitmen di tingkat provinsi juga berasal dari kabupaten/kota. Mereka sebelumnya juga mencari atau pernah menjadi bupati atau wali kota seperi Ridwan Kamil ada Nurdin Abdulah dan beberapa nama," ujarnya.
(maf)