Penjelasan Soal Posisi dan Kedudukan Staf Khusus Presiden Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Terkait ramainya pemberitaan soal Staf Khusus Presiden (SKP), Koordinator SKP, Ari Dwipayana, berbagi tentang urgensi dan relevansi keberadaan SKP, melalui akun facebooknya, Senin (2/12/2019).
Menurutnya, dalam sistem pemerintahan Presidensial, Presiden adalah single chief of executive, pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan menurut konstitusi.
Dalam konteks Indonesia, Presiden RI sebagai single chief of executive, mengemban tanggung jawab yang sangat besar karena memimpin pemerintahan di Negara Kesatuan yang terdiri dari sekitar 260 juta penduduk, terbesar keempat di dunia, dengan 17 ribu pulau dengan rentang geografis yang sangat luas.
Dengan cakupan tanggung jawab sebesar itu sangat wajar Presiden memiliki unit pendukung untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Itu sebabnya, dalam manajemen lembaga kepresidenan di Istana, selain didukung sehari-hari oleh Setneg, Setkab dan KSP, dalam kerjanya sehari hari Presiden juga dibantu perangkat yang melekat seperti Ajudan Presiden, Staf Pribadi Presiden dan juga SKP.
Historis dan komparatif
keberadaan SKP di Indonesia bukan sesuatu yang baru. Di era Presiden Soeharto pernah dibentuk Staf Pribadi (Spri) yang selanjutnya jadi Asisten Pribadi (Aspri) yang bertugas menjalankan tugas-tugas khusus Presiden Soeharto. Setelah reformasi, keberadaan SKP mulai dilembagakan pada era Presiden SBY.
Secara komparatif, lembaga kepresidenan di berbagai negara juga memiliki unit pendukung yang membantu Presiden dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Di dalam sistem kepresidenan di AS, Presiden dibantu sejumlah perangkat besar pendukung administrasi dan juga komunikasi Presiden yang berkantor di west wing Gedung Putih.
Di negara-negara lain yang menganut sistem presidensial juga memiliki variasi dalam bentuk unit pendukung lembaga kepresidenan. Dan hal itu tergantung pada kebutuhan Presiden sebagai single chief of executive. Di era pemerintahan Presiden Jokowi, keberadaan SKP dipertahankan dan disesuaikan dengan kebutuhan Presiden Jokowi.
Awalnya SKP ada 4 pada tahun 2015, bertambah menjadi 7 orang pada tahun 2016, dan terakhir total 11 orang pada tahun 2018. Poin pentingnya adalah jumlah dan penugasan, SKP sangat fleksibel sesuai dengan kebutuhan Presiden.
Hal yang penting dari SKP adalah kekhususannya. Proses pengangkatannya menjadi hak prerogatif Presiden yang diangkat melalui penunjukan langsung Presiden. SKP menjalankan tugas-tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden. Tugas-tugas khusus adalah tugas-tugas yang memerlukan fleksibilitas sesuai dengan kebutuhan Presiden.
Selain itu, SKP secara operasional, punya akses, melekat dan bertanggung jawab langsung Presiden. Landasan Normatif, Tata Kerja dan Good Governance
Secara normatif, keberadaan SKP pertama kali diatur dalam Peraturan Presiden mulai Perpres Nomor 3 Tahun 2011 yang diubah beberapa kali dan terakhir diubah pada Perpres 39 tahun 2018.
Disebutkan dalam Perpres tersebut bahwa SKP melaksanakan penugasan langsung yang diberikan Presiden di luar tugas yang dicakup dalam kementerian dan instansi pemerintahan lainnya. Perpres itu mengatur peran dan fungsi SKP dalam memperlancar pelaksaan tugas Presiden.
Juga diatur batasan maksimal jumlah SKP yang paling banyak 15 orang. Selain itu diatur soal hak dan kewajiban SKP, termasuk hak-hak keuangan.
Dalam Perpres juga ditekankan bahwa dalam bertugas SKP juga terikat prinsip tata kelola pemerintahan yg baik (Good Governance).
Itu artinya SKP juga terikat dengan kewajiban untuk menjalankan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik, seperti koordinasi, integrasi, sinkronisasi, transparansi dan akuntabilitas.
Dan satu lagi, untuk menjaga integritas dan mewujudkan pemerintahan yang bersih, perintah Presiden Jokowi sangat tegas bahwa Menteri, Wamen dann SKP wajib melaporkan LHKPN ke KPK termasuk juga larangan menerima suap dan gratifikasi seperti yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun code of conduct pejabat publik lainnya.
Dalam Perpres juga diatur mengenai prinsip pertanggungjawaban kerja SKP. Secara administratif, SKP bertanggungjawab kepada Sekretaris Kabinet. Sedangkan secara penugasan, SKP bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Jadi, ada dua bentuk pertanggungjawaban SKP, secara teknis administratif, SKP berada di bawah lingkup Sekretaris Kabinet tapi secara fungsional, bertanggung jawab ke Presiden. Dengan demikian, keliru besar dan jelas tidak benar persepsi/opini yang menyatakan SKP sebagai institusi asesoris/pencitraan/politik akomodatif seperti yang dituduhkan secara apriori.
Karena jelas SKP memiliki kewajiban mempertanggungjawabkan kerjanya baik secara administratif maupun fungsional. Tata kerja dan tata cara pertanggungjawabannya diatur lebih lanjut oleh Sekretaris Kabinet.
Pembagian Gugus Tugas SKP
Berdasarkan Keppres No 75/M Tahun 2019 tanggal 19 November 2019 tentang Pengangkatan SKP, Presiden Jokowi mengangkat 12 SKP. Sebelumnya, pada bulan Oktober 2019, Presiden Jokowi telah mengangkat 2 SKP, Fadjroel Rahman sebagai SKP yang menjalankan tugas Jubir, serta Anggit Nugroho, SKP yang bertugas sebagai Sekretaris Pribadi
Presiden Jokowi ingin SKP-nya bekerja secara efektif dan betul-betul bisa memperlancar tugas-tugas kepresidenan. Karena itu dalam periode dua pemerintahannya, Presiden Jokowi membagi 14 SKP menjadi tiga gugus tugas yang bekerja dalam team work.
Gugus pertama, gugus tugas komunikasi. Dalam gugus ini, SKP membantu Presiden dalam menyiapkan narasi dan juga memperkuat komunikasi narasi Presiden tersebut ke publik. Fungsi-fungsi komunikasi publik ini dijalankan oleh juru bicara Presiden Fadjroel Rahman untuk bidang Politik dan Pemerintahan, Dini Purwono untuk bidang Hukum dan Angkie Yustiasi untuk bidang Sosial.
Selain itu ada juga Arif Budimanta, Staf Khusus Bidang Ekonomi. Gugus kedua diberi tugas menjalankan komunikasi dgn kelompok-kelompok strategis. Gugus ini berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara Presiden dengan kelompok-kelompok strategis terkait dengan posisi dan program-program strategis Presiden.
Dalam gugus tugas SKP ini ada Sukardi Rinakit, Diaz Hendropriyono dan Anggit Nugroho yang juga bertugas sebagai Staf Pribadi Presiden. Gugus terakhir adalah gugus muda yang berlatar belakang dari kalangan milenal.
Ada tujuh stafsus milenial yakni, Belvasyah Devara, Putri Tanjung, Ayu Kartika Dewi, Andi Taufan, Billy Mambrasar, Aminudin Ma'ruf dan Angkie Yudistia. Khusus Angkie Yudistia diberi tugas tambahan sebagai Jubir bidang sosial.
Aminudin Ma'ruf juga ada tugas tambahan di gugus kedua. SKP muda ini berperan sebagai teman diskusi Presiden terkait gagasan-gagasan inovatif. SKP ini juga memberikan masukan tentang breaktrough, inovasi dalam implementasi program-program prioritas Presiden. Dan juga menjadi jembatan Presiden dengan kalangan milenial.
Team Work dan Kolaboratif
Seperti halnya penekanan yang telah diberikan oleh Presiden Jokowi kepada semua Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju, maka semua SKP juga harus bekerja sebagai team work yang solid. Sehingga stafsus selain menjalankan tugas yang diberikan oleh Presiden secara individual juga melakukan kerja-kerja kolaboratif.
Misalnya, gugus muda saat ini tengah mendiskusikan ide-ide kreatif dan juga terobosan implementasi Kartu Pra Kerja. Dalam menjalankan tugas ini, SKP muda akan berinteraksi dan mendengar aspirasi kalangan milenial terlait kartu pra kerja.
Karena bagaimanapun angkatan kerja usia produktif saat ini berasal dari kalangan milenial. Dan dari interaksi dengan milenal ini ditemukan dan dirumuskan ide-ide inovatif yang nantinya akan disampaikan kepada Presiden.
Karena mendapatkan tugas sebagai jembatan komunikasi dengan milenal maka tujuh SKP milenial diminta oleh Presiden Jokowi untuk tidak tercabut dari akarnya. SKP muda harus tetap menjalin komunikasi dan merawat network dengan komunitasnya.
Itu sebabnya pola kerjanya tidak konvensional seperti harus ngantor tiap hari, tapi justru bekerja di lapangan, menjadi jembatan Presiden di berbagai komunitas milenial. Walaupun demikian SKP milenial tetap memiliki staf pendukung yang bekerja fulltime di istana.
Pengangkatan Koordinator SKP
Untuk memastikan koherensi kerja para SKP maka berdasarkan Keppres no 75/M Tahun 2019, Presiden Jokowi juga mengangkat AAGN Ari Dwipayana sebagai koordinator SKP.
Sesuai Perpres, Koordinator diangkat oleh Presiden dari salah satu SKP. Dengan adanya koordinator maka SKP diharapkan bisa bekerja dalam team work yang solid, sinergis dan bekerja lebih efektif lagi.
Menurutnya, dalam sistem pemerintahan Presidensial, Presiden adalah single chief of executive, pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan menurut konstitusi.
Dalam konteks Indonesia, Presiden RI sebagai single chief of executive, mengemban tanggung jawab yang sangat besar karena memimpin pemerintahan di Negara Kesatuan yang terdiri dari sekitar 260 juta penduduk, terbesar keempat di dunia, dengan 17 ribu pulau dengan rentang geografis yang sangat luas.
Dengan cakupan tanggung jawab sebesar itu sangat wajar Presiden memiliki unit pendukung untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Itu sebabnya, dalam manajemen lembaga kepresidenan di Istana, selain didukung sehari-hari oleh Setneg, Setkab dan KSP, dalam kerjanya sehari hari Presiden juga dibantu perangkat yang melekat seperti Ajudan Presiden, Staf Pribadi Presiden dan juga SKP.
Historis dan komparatif
keberadaan SKP di Indonesia bukan sesuatu yang baru. Di era Presiden Soeharto pernah dibentuk Staf Pribadi (Spri) yang selanjutnya jadi Asisten Pribadi (Aspri) yang bertugas menjalankan tugas-tugas khusus Presiden Soeharto. Setelah reformasi, keberadaan SKP mulai dilembagakan pada era Presiden SBY.
Secara komparatif, lembaga kepresidenan di berbagai negara juga memiliki unit pendukung yang membantu Presiden dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Di dalam sistem kepresidenan di AS, Presiden dibantu sejumlah perangkat besar pendukung administrasi dan juga komunikasi Presiden yang berkantor di west wing Gedung Putih.
Di negara-negara lain yang menganut sistem presidensial juga memiliki variasi dalam bentuk unit pendukung lembaga kepresidenan. Dan hal itu tergantung pada kebutuhan Presiden sebagai single chief of executive. Di era pemerintahan Presiden Jokowi, keberadaan SKP dipertahankan dan disesuaikan dengan kebutuhan Presiden Jokowi.
Awalnya SKP ada 4 pada tahun 2015, bertambah menjadi 7 orang pada tahun 2016, dan terakhir total 11 orang pada tahun 2018. Poin pentingnya adalah jumlah dan penugasan, SKP sangat fleksibel sesuai dengan kebutuhan Presiden.
Hal yang penting dari SKP adalah kekhususannya. Proses pengangkatannya menjadi hak prerogatif Presiden yang diangkat melalui penunjukan langsung Presiden. SKP menjalankan tugas-tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden. Tugas-tugas khusus adalah tugas-tugas yang memerlukan fleksibilitas sesuai dengan kebutuhan Presiden.
Selain itu, SKP secara operasional, punya akses, melekat dan bertanggung jawab langsung Presiden. Landasan Normatif, Tata Kerja dan Good Governance
Secara normatif, keberadaan SKP pertama kali diatur dalam Peraturan Presiden mulai Perpres Nomor 3 Tahun 2011 yang diubah beberapa kali dan terakhir diubah pada Perpres 39 tahun 2018.
Disebutkan dalam Perpres tersebut bahwa SKP melaksanakan penugasan langsung yang diberikan Presiden di luar tugas yang dicakup dalam kementerian dan instansi pemerintahan lainnya. Perpres itu mengatur peran dan fungsi SKP dalam memperlancar pelaksaan tugas Presiden.
Juga diatur batasan maksimal jumlah SKP yang paling banyak 15 orang. Selain itu diatur soal hak dan kewajiban SKP, termasuk hak-hak keuangan.
Dalam Perpres juga ditekankan bahwa dalam bertugas SKP juga terikat prinsip tata kelola pemerintahan yg baik (Good Governance).
Itu artinya SKP juga terikat dengan kewajiban untuk menjalankan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik, seperti koordinasi, integrasi, sinkronisasi, transparansi dan akuntabilitas.
Dan satu lagi, untuk menjaga integritas dan mewujudkan pemerintahan yang bersih, perintah Presiden Jokowi sangat tegas bahwa Menteri, Wamen dann SKP wajib melaporkan LHKPN ke KPK termasuk juga larangan menerima suap dan gratifikasi seperti yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun code of conduct pejabat publik lainnya.
Dalam Perpres juga diatur mengenai prinsip pertanggungjawaban kerja SKP. Secara administratif, SKP bertanggungjawab kepada Sekretaris Kabinet. Sedangkan secara penugasan, SKP bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Jadi, ada dua bentuk pertanggungjawaban SKP, secara teknis administratif, SKP berada di bawah lingkup Sekretaris Kabinet tapi secara fungsional, bertanggung jawab ke Presiden. Dengan demikian, keliru besar dan jelas tidak benar persepsi/opini yang menyatakan SKP sebagai institusi asesoris/pencitraan/politik akomodatif seperti yang dituduhkan secara apriori.
Karena jelas SKP memiliki kewajiban mempertanggungjawabkan kerjanya baik secara administratif maupun fungsional. Tata kerja dan tata cara pertanggungjawabannya diatur lebih lanjut oleh Sekretaris Kabinet.
Pembagian Gugus Tugas SKP
Berdasarkan Keppres No 75/M Tahun 2019 tanggal 19 November 2019 tentang Pengangkatan SKP, Presiden Jokowi mengangkat 12 SKP. Sebelumnya, pada bulan Oktober 2019, Presiden Jokowi telah mengangkat 2 SKP, Fadjroel Rahman sebagai SKP yang menjalankan tugas Jubir, serta Anggit Nugroho, SKP yang bertugas sebagai Sekretaris Pribadi
Presiden Jokowi ingin SKP-nya bekerja secara efektif dan betul-betul bisa memperlancar tugas-tugas kepresidenan. Karena itu dalam periode dua pemerintahannya, Presiden Jokowi membagi 14 SKP menjadi tiga gugus tugas yang bekerja dalam team work.
Gugus pertama, gugus tugas komunikasi. Dalam gugus ini, SKP membantu Presiden dalam menyiapkan narasi dan juga memperkuat komunikasi narasi Presiden tersebut ke publik. Fungsi-fungsi komunikasi publik ini dijalankan oleh juru bicara Presiden Fadjroel Rahman untuk bidang Politik dan Pemerintahan, Dini Purwono untuk bidang Hukum dan Angkie Yustiasi untuk bidang Sosial.
Selain itu ada juga Arif Budimanta, Staf Khusus Bidang Ekonomi. Gugus kedua diberi tugas menjalankan komunikasi dgn kelompok-kelompok strategis. Gugus ini berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara Presiden dengan kelompok-kelompok strategis terkait dengan posisi dan program-program strategis Presiden.
Dalam gugus tugas SKP ini ada Sukardi Rinakit, Diaz Hendropriyono dan Anggit Nugroho yang juga bertugas sebagai Staf Pribadi Presiden. Gugus terakhir adalah gugus muda yang berlatar belakang dari kalangan milenal.
Ada tujuh stafsus milenial yakni, Belvasyah Devara, Putri Tanjung, Ayu Kartika Dewi, Andi Taufan, Billy Mambrasar, Aminudin Ma'ruf dan Angkie Yudistia. Khusus Angkie Yudistia diberi tugas tambahan sebagai Jubir bidang sosial.
Aminudin Ma'ruf juga ada tugas tambahan di gugus kedua. SKP muda ini berperan sebagai teman diskusi Presiden terkait gagasan-gagasan inovatif. SKP ini juga memberikan masukan tentang breaktrough, inovasi dalam implementasi program-program prioritas Presiden. Dan juga menjadi jembatan Presiden dengan kalangan milenial.
Team Work dan Kolaboratif
Seperti halnya penekanan yang telah diberikan oleh Presiden Jokowi kepada semua Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju, maka semua SKP juga harus bekerja sebagai team work yang solid. Sehingga stafsus selain menjalankan tugas yang diberikan oleh Presiden secara individual juga melakukan kerja-kerja kolaboratif.
Misalnya, gugus muda saat ini tengah mendiskusikan ide-ide kreatif dan juga terobosan implementasi Kartu Pra Kerja. Dalam menjalankan tugas ini, SKP muda akan berinteraksi dan mendengar aspirasi kalangan milenial terlait kartu pra kerja.
Karena bagaimanapun angkatan kerja usia produktif saat ini berasal dari kalangan milenial. Dan dari interaksi dengan milenal ini ditemukan dan dirumuskan ide-ide inovatif yang nantinya akan disampaikan kepada Presiden.
Karena mendapatkan tugas sebagai jembatan komunikasi dengan milenal maka tujuh SKP milenial diminta oleh Presiden Jokowi untuk tidak tercabut dari akarnya. SKP muda harus tetap menjalin komunikasi dan merawat network dengan komunitasnya.
Itu sebabnya pola kerjanya tidak konvensional seperti harus ngantor tiap hari, tapi justru bekerja di lapangan, menjadi jembatan Presiden di berbagai komunitas milenial. Walaupun demikian SKP milenial tetap memiliki staf pendukung yang bekerja fulltime di istana.
Pengangkatan Koordinator SKP
Untuk memastikan koherensi kerja para SKP maka berdasarkan Keppres no 75/M Tahun 2019, Presiden Jokowi juga mengangkat AAGN Ari Dwipayana sebagai koordinator SKP.
Sesuai Perpres, Koordinator diangkat oleh Presiden dari salah satu SKP. Dengan adanya koordinator maka SKP diharapkan bisa bekerja dalam team work yang solid, sinergis dan bekerja lebih efektif lagi.
(maf)