Istana Sebut Jokowi Ingin Tetap Pilpres Langsung
A
A
A
JAKARTA - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap menginginkan agar pemilihan presiden (pilpres) dilakukan secara langsung. Hal ini menanggapi maraknya wacana pilpres dikembalikan ke MPR.
"Beliau tegas mengatakan saya lahir dari pemilihan presiden secara langsung. Karena itu, saya akan tetzp mendukung pemilihan presiden secara langsung, tidak melalui MPR," katanya.
Dia mengatakan bahwa pernyataan itu sudah disampaikan Presiden pada Agustus. Termasuk juga sistem pilkada, Fadjroel mengatakan bahwa Presiden tetap ingin dilaksanakan secara langsung. "Jadi tegas apa pun pendapat masyarakat, Pak Jokowi tegas katakan beliau lahir dari pilkada langsung. Baik di Solo, gubernur Jakarta. Dan lahir juga dari pemilihan presiden langsung dua kali, di Indonesia. Karena itu sesuai dengan konstitusi UUD 1945," ungkapnya.
Fadjroel mengatakan rakyat merupakan sumber legitimasi kekuasaan negara dan pemerintah. Melalui mekanisme pemilihan langsung, rakyat memberikan mandat kekuasaan kepada pemimpin pilihannya untuk menjalankan pemerintahan. "Presiden terpilih adalah penerima mandat kekuasaan rakyat secara langsung, menciptakan hubungan yang kokoh antara rakyat dan presiden. Dengan mandat dari rakyat tersebut maka presiden bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat," paparnya.(Baca juga: Pilpres Kembali Dipilih MPR, Parpol Saling Tunggu )
Sementara itu, Partai Demokrat mengkritisi usulan pilpres maupun pilkada tidak langsung atau lewat MPR. Pasalnya, sistem tersebut justru bisa menyuburkan oligarki sehingga pemerataan kekuasaan dan kemakmuran menjadi sangat jauh dari cita-citanya. “Salah satu harapan tumbuh-kembangnya demokrasi di Indonesia, idealnya akan terwujudnya pemerataan kekuasaan dan ekonomi demi kesejahteraan rakyat. Namun pada perkembangan saat ini, justru bisa dianggap berjalan di arah yang sebaliknya, kekuasaan dan ekonomi semakin terkonsentrasi. Apabila oligarki sudah menguasai demokrasi maka bisa dipastikan cita-cita terwujudnya pemerataan kekuasaan dan kemakmuran rakyat semakin jauh,” kata Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto di Jakarta kemarin.
Didik berpandangan, dengan oligarki maka semakin dalam juga jurang antara si kaya dan si miskin, konsentrasi kekuasaan dan kekayaan meningkat, serta ketimpangan yang juga meningkat adalah potret dan kode keras bahwa bandul demokrasi semakin dekat bergeser ke oligarki. Kalau sampai oligarki menguasai dan mengontrol sistem demokrasi, jangan salahkan kalau oligarki demokrasi akan abai terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat. “Demikian halnya dengan wacana para elite politik beberapa waktu belakangan ini tentang pemberlakuan pemilu tidak langsung, bisa membuka ruang yang sangat terbuka tumbuh suburnya oligarki demokrasi,” paparnya.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memahami bahwa wacana pemilu tidak langsung yang dilontarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bukan dalam maksud mendikte MPR, karena salah satu ormas Islam tersebut menyerahkan sepenuhnya kepada MPR.
MPR sendiri sebagai lembaga tentu menerima masukan tersebut, namun proses amendemen UUD 1945 sendiri masih panjang. “Secara prinsip harus diingatkan bahwa itu bukan usulan MPR. Itu bukan dari pimpinan MPR, bukan juga dari partai politik di MPR. Wacana itu pertama kali disampaikan ketum PBNU ketika silaturahmi kebangsaan. Tapi wacana itu sendiri oleh PBNU tidak dimaksudkan untuk mendikte memaksakan kehendak. Mereka sepenuhnya serahkan kepada MPR untuk membahas,” kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Hidayat mengaku dapat memahami bahwa usulan itu sebagai kritik halus terhadap penyelenggaraan pilpres langsung yang menghadirkan anggaran sangat besar serta menciptakan pembelahan politik sangat masif. Tentu semangat ini yang harus diambil, tetapi kedaulatan rakyat tetap harus dilaksanakan dengan berbagai catatan yang harus dikoreksi.Misalnya agar tidak terjadi pembelahan maka presidential threshold tidak 20% dan masa kampanye tidak terlalu panjang, serta apakah pemilihan tetap manual atau menggunakan elektronik.
“Saya menghormati wacana PBNU, dan mereka tidak dalam rangka mengkhianati reformasi. Orang bilang apa tidak ingat zaman orba? Mereka (PNBU) justru ormas yang saat orba malah dipinggirkan,” terangnya.
Karena itu, Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menegaskan bahwa MPR adalah lembaga negara yang kewenangannya terukur dan MPR menerima usulan apa pun. Namun, amendemen ini prosesnya masih sangat panjang karena usulan itu harus didukung oleh anggota MPR, disampaikan anggota MPR, dan jumlahnya tidak cukup 1-3 orang saja, tetapi sepertiga anggota MPR yakni 240 orang dari 711 anggota MPR.
“Dan disampaikannya juga tidak melalui guyonan atau sambil makan-minum, harus disampaikan tertulis pasal berapa yang mau diamendemen, kenapa dan apa alternatifnya. Jadi semua kami tampung, tapi untuk dijadikan mekanisme pembahasan itu ada aturannya,” paparnya. (Kiswondari)
"Beliau tegas mengatakan saya lahir dari pemilihan presiden secara langsung. Karena itu, saya akan tetzp mendukung pemilihan presiden secara langsung, tidak melalui MPR," katanya.
Dia mengatakan bahwa pernyataan itu sudah disampaikan Presiden pada Agustus. Termasuk juga sistem pilkada, Fadjroel mengatakan bahwa Presiden tetap ingin dilaksanakan secara langsung. "Jadi tegas apa pun pendapat masyarakat, Pak Jokowi tegas katakan beliau lahir dari pilkada langsung. Baik di Solo, gubernur Jakarta. Dan lahir juga dari pemilihan presiden langsung dua kali, di Indonesia. Karena itu sesuai dengan konstitusi UUD 1945," ungkapnya.
Fadjroel mengatakan rakyat merupakan sumber legitimasi kekuasaan negara dan pemerintah. Melalui mekanisme pemilihan langsung, rakyat memberikan mandat kekuasaan kepada pemimpin pilihannya untuk menjalankan pemerintahan. "Presiden terpilih adalah penerima mandat kekuasaan rakyat secara langsung, menciptakan hubungan yang kokoh antara rakyat dan presiden. Dengan mandat dari rakyat tersebut maka presiden bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat," paparnya.(Baca juga: Pilpres Kembali Dipilih MPR, Parpol Saling Tunggu )
Sementara itu, Partai Demokrat mengkritisi usulan pilpres maupun pilkada tidak langsung atau lewat MPR. Pasalnya, sistem tersebut justru bisa menyuburkan oligarki sehingga pemerataan kekuasaan dan kemakmuran menjadi sangat jauh dari cita-citanya. “Salah satu harapan tumbuh-kembangnya demokrasi di Indonesia, idealnya akan terwujudnya pemerataan kekuasaan dan ekonomi demi kesejahteraan rakyat. Namun pada perkembangan saat ini, justru bisa dianggap berjalan di arah yang sebaliknya, kekuasaan dan ekonomi semakin terkonsentrasi. Apabila oligarki sudah menguasai demokrasi maka bisa dipastikan cita-cita terwujudnya pemerataan kekuasaan dan kemakmuran rakyat semakin jauh,” kata Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto di Jakarta kemarin.
Didik berpandangan, dengan oligarki maka semakin dalam juga jurang antara si kaya dan si miskin, konsentrasi kekuasaan dan kekayaan meningkat, serta ketimpangan yang juga meningkat adalah potret dan kode keras bahwa bandul demokrasi semakin dekat bergeser ke oligarki. Kalau sampai oligarki menguasai dan mengontrol sistem demokrasi, jangan salahkan kalau oligarki demokrasi akan abai terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat. “Demikian halnya dengan wacana para elite politik beberapa waktu belakangan ini tentang pemberlakuan pemilu tidak langsung, bisa membuka ruang yang sangat terbuka tumbuh suburnya oligarki demokrasi,” paparnya.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memahami bahwa wacana pemilu tidak langsung yang dilontarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bukan dalam maksud mendikte MPR, karena salah satu ormas Islam tersebut menyerahkan sepenuhnya kepada MPR.
MPR sendiri sebagai lembaga tentu menerima masukan tersebut, namun proses amendemen UUD 1945 sendiri masih panjang. “Secara prinsip harus diingatkan bahwa itu bukan usulan MPR. Itu bukan dari pimpinan MPR, bukan juga dari partai politik di MPR. Wacana itu pertama kali disampaikan ketum PBNU ketika silaturahmi kebangsaan. Tapi wacana itu sendiri oleh PBNU tidak dimaksudkan untuk mendikte memaksakan kehendak. Mereka sepenuhnya serahkan kepada MPR untuk membahas,” kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Hidayat mengaku dapat memahami bahwa usulan itu sebagai kritik halus terhadap penyelenggaraan pilpres langsung yang menghadirkan anggaran sangat besar serta menciptakan pembelahan politik sangat masif. Tentu semangat ini yang harus diambil, tetapi kedaulatan rakyat tetap harus dilaksanakan dengan berbagai catatan yang harus dikoreksi.Misalnya agar tidak terjadi pembelahan maka presidential threshold tidak 20% dan masa kampanye tidak terlalu panjang, serta apakah pemilihan tetap manual atau menggunakan elektronik.
“Saya menghormati wacana PBNU, dan mereka tidak dalam rangka mengkhianati reformasi. Orang bilang apa tidak ingat zaman orba? Mereka (PNBU) justru ormas yang saat orba malah dipinggirkan,” terangnya.
Karena itu, Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menegaskan bahwa MPR adalah lembaga negara yang kewenangannya terukur dan MPR menerima usulan apa pun. Namun, amendemen ini prosesnya masih sangat panjang karena usulan itu harus didukung oleh anggota MPR, disampaikan anggota MPR, dan jumlahnya tidak cukup 1-3 orang saja, tetapi sepertiga anggota MPR yakni 240 orang dari 711 anggota MPR.
“Dan disampaikannya juga tidak melalui guyonan atau sambil makan-minum, harus disampaikan tertulis pasal berapa yang mau diamendemen, kenapa dan apa alternatifnya. Jadi semua kami tampung, tapi untuk dijadikan mekanisme pembahasan itu ada aturannya,” paparnya. (Kiswondari)
(nfl)