Jaksa Kasus Impor Bawang Sebut Nama Tatam, Saksi Jawab Anak Ibu Mega
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggelar sidang kasus kasus suap pengurusan kuota impor bawang putih dengan terdakwa Chandry Suanda alias Afung. Dalam sidang itu sempat muncul nama Tatam yang dijawab saksi adalah anak Megawati Soekarnoputri.
Fakta ini terungkap saat tersangka penerima suap I Nyoman Dhamantra selaku anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP periode 2014-2019 bersaksi dalam persidangan tiga terdakwa pemberi suap, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/11/2019). Ketiganya yakni Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung, Direktur PT Sampico Adhi Abattoir (SAA) Dody Wahyudi, dan Zulfikar (wiraswasta).
Di awal keterangannya, I Nyoman Dhamantra mengaku kenal dengan tersangka Presiden Direktur PT Asiatech Integrasi Mirawati Basri dan Elviyanto, kakak kandung Mirawati. (Baca Juga: KPK Geledah Tiga Lokasi Terkait Kasus Suap Impor Bawang Putih
Dhamantra mengaku tidak mengenal tiga terdakwa pemberi suap. Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun majelis hakim sempat mengingatkan Dhamantra bahwa Mirawati dan Elviyanto telah menjadi saksi dalam persidangan sebelumnya dan memastikan Dhamantra mengenal dan pernah bertemu dengan para terdakwa.
Dhamantra tetap kukuh tidak kenal dan tidak pernah bertemu. Meski begitu, dia mengakui bahwa Mirawati dan Elviyanto pernah meminta bantuan Dhamantra untuk mengurusi kuota impor bawang putih hingga penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tapi Dhamantra menolak. Bahkan dia meminta ke Mirawati dan Elviyanto agar tidak usah mengurusi yang demikian.
Anggota JPU Moch Takdir Suhan lantas menyinggung nama Tatam.
"Saksi kenal dengan yang namanya Pak Tatam?," tanya JPU Takdir.
"Kenal," jawab Dhamantra.
"Beliau siapa?," cecar JPU Takdir.
"Putranya Bu Mega," jawab Dhamantra lagi.
Namun JPU Takdir tidak melanjutkan pertanyaan dan korelasinya dengan perkara suap pengurusan kuota impor impor bawang putih 20.000 ton di Kemendag, penerbitan SPI dari Kemendag, maupun Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian (Kementan).
JPU Takdir kemudian mengonfirmasi komunikasi yang dilakukan Dhamantra dengan Elviyanto. Satu di antaranya permintaan bantuan dari Dhamantra ke Elviyanto untuk pengurusan gugatan perkara wanprestasi di Bali. Dhamantra seketika membantah. JPU Takdir lantas membacakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Dhamantra.
Dalam BAP nomor 35, Dhamantra menyampaikan, Dhamantra pernah menyampaikan permintaan kepada Elvianto selaku kakak kandung Mirawati untuk mengurus permasalahan perusahaan yang digugat di Bali terkait wanprestasi. Perkara wanprestasi ini adalah perkara temannya Dhamantra.
"Jika nanti ada teman saya yang akan meminta tolong, di Pengadilan Bali, maka saya berharap Elvianto bersedia untuk membantu mengurusnya. Betul demikian?," tanya JPU Takdir. "Iya," jawab Dhamantra.
Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani lantas mencecar Dhamantra terkait dengan sejumlah pertemuan. Di antaranya pertemuan Dhamantra dengan 'klien' di Mall Gandaria City pada 2 Juli 2019. Dhamantra membenarkan ada pertemuan tersebut, tapi dia hadir tidak dengan Mirawati. Memang di situ pernah Dhamantra bertemu dengan Mirawati.
"Apakah waktu itu Ibu Mira minta izin ke saudara untuk ketemu dengan Terdakwa II Dody dan yang ada di seberang Gandaria City? Karena karena ada dihubungi Dody, ibu Mira ke depan?," tanya hakim Sudani.
Dhamantra berkelit. Dia mengaku tidak pernah Mirawati menyampaikan itu. Hakim Sudani menyampaikan, dalam keterangan Mirawati dalam persidangan sebelumnya bahwa kejadian itu benar adanya. Bahkan setelah Mirawati kembali bertemu dengan Dhamantra, Dhamantra kemudian bertanya 'ngapain mereka ketemu kamu'. Atas pertanyaan tersebut, saat itu Mirawati menjawab Dody dan kawan-kawan menanyakan tentang penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Kemudian dijawab oleh Mira, 'nanyain yang SPI itu, Mas'. Kemudian saudara menjawab, 'aku belum nanya menteri, nanti tanya pakai jatah partai'. Ini Jawaban saudara, begitu?," tanya hakim Sudani lagi. "Nggakak pernah," jawab Dhamantra.
Hakim Sudani menegaskan bahwa Mirawati yang menjadi saksi di persidangan sebelumnya telah membenarkan. "Ini waktu dikonfirmasi ke Bu Mira, dibetulkan," ungkap hakim Sudani. "Saya tidak pernah menyampaikan jatah partai, Yang Mulia. Karena memang tidak ada jatah patai," klaim Dhamantra.
Hakim Sudani mengingatkan Dhamantra bahwa Dhamantra saat ini menjadi saksi dan telah disumpah. Sebagai saksi yang telah disumpah maka memiliki konsekuensi hukum jika tidak memberikan keterangan yang benar.
"Saudara sudah disumpah. Tapi saudara menyatakan demikian?," kejar hakim Sudani. "Iya, siap, Yang Mulai," kata Dhamantra. (Baca Juga: Sidik Suap Impor Bawang, KPK Periksa Sekjen DPR
Pada bagian lain kesaksiannya, Dhamantra mengaku tidak tahu-menahu tentang kesepakatan fee terkait pengurusan kuota impor bawang putih dan SPI di Kemendag untuk PT Cahaya Sakti Agro (CSA) hingga adanya uang suap Rp2,1 miliar. Apalagi dia mengaku tidak mengetahui tentang prosedur pengurusan impor bawang putih.
Fakta ini terungkap saat tersangka penerima suap I Nyoman Dhamantra selaku anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP periode 2014-2019 bersaksi dalam persidangan tiga terdakwa pemberi suap, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/11/2019). Ketiganya yakni Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung, Direktur PT Sampico Adhi Abattoir (SAA) Dody Wahyudi, dan Zulfikar (wiraswasta).
Di awal keterangannya, I Nyoman Dhamantra mengaku kenal dengan tersangka Presiden Direktur PT Asiatech Integrasi Mirawati Basri dan Elviyanto, kakak kandung Mirawati. (Baca Juga: KPK Geledah Tiga Lokasi Terkait Kasus Suap Impor Bawang Putih
Dhamantra mengaku tidak mengenal tiga terdakwa pemberi suap. Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun majelis hakim sempat mengingatkan Dhamantra bahwa Mirawati dan Elviyanto telah menjadi saksi dalam persidangan sebelumnya dan memastikan Dhamantra mengenal dan pernah bertemu dengan para terdakwa.
Dhamantra tetap kukuh tidak kenal dan tidak pernah bertemu. Meski begitu, dia mengakui bahwa Mirawati dan Elviyanto pernah meminta bantuan Dhamantra untuk mengurusi kuota impor bawang putih hingga penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tapi Dhamantra menolak. Bahkan dia meminta ke Mirawati dan Elviyanto agar tidak usah mengurusi yang demikian.
Anggota JPU Moch Takdir Suhan lantas menyinggung nama Tatam.
"Saksi kenal dengan yang namanya Pak Tatam?," tanya JPU Takdir.
"Kenal," jawab Dhamantra.
"Beliau siapa?," cecar JPU Takdir.
"Putranya Bu Mega," jawab Dhamantra lagi.
Namun JPU Takdir tidak melanjutkan pertanyaan dan korelasinya dengan perkara suap pengurusan kuota impor impor bawang putih 20.000 ton di Kemendag, penerbitan SPI dari Kemendag, maupun Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian (Kementan).
JPU Takdir kemudian mengonfirmasi komunikasi yang dilakukan Dhamantra dengan Elviyanto. Satu di antaranya permintaan bantuan dari Dhamantra ke Elviyanto untuk pengurusan gugatan perkara wanprestasi di Bali. Dhamantra seketika membantah. JPU Takdir lantas membacakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Dhamantra.
Dalam BAP nomor 35, Dhamantra menyampaikan, Dhamantra pernah menyampaikan permintaan kepada Elvianto selaku kakak kandung Mirawati untuk mengurus permasalahan perusahaan yang digugat di Bali terkait wanprestasi. Perkara wanprestasi ini adalah perkara temannya Dhamantra.
"Jika nanti ada teman saya yang akan meminta tolong, di Pengadilan Bali, maka saya berharap Elvianto bersedia untuk membantu mengurusnya. Betul demikian?," tanya JPU Takdir. "Iya," jawab Dhamantra.
Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani lantas mencecar Dhamantra terkait dengan sejumlah pertemuan. Di antaranya pertemuan Dhamantra dengan 'klien' di Mall Gandaria City pada 2 Juli 2019. Dhamantra membenarkan ada pertemuan tersebut, tapi dia hadir tidak dengan Mirawati. Memang di situ pernah Dhamantra bertemu dengan Mirawati.
"Apakah waktu itu Ibu Mira minta izin ke saudara untuk ketemu dengan Terdakwa II Dody dan yang ada di seberang Gandaria City? Karena karena ada dihubungi Dody, ibu Mira ke depan?," tanya hakim Sudani.
Dhamantra berkelit. Dia mengaku tidak pernah Mirawati menyampaikan itu. Hakim Sudani menyampaikan, dalam keterangan Mirawati dalam persidangan sebelumnya bahwa kejadian itu benar adanya. Bahkan setelah Mirawati kembali bertemu dengan Dhamantra, Dhamantra kemudian bertanya 'ngapain mereka ketemu kamu'. Atas pertanyaan tersebut, saat itu Mirawati menjawab Dody dan kawan-kawan menanyakan tentang penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Kemudian dijawab oleh Mira, 'nanyain yang SPI itu, Mas'. Kemudian saudara menjawab, 'aku belum nanya menteri, nanti tanya pakai jatah partai'. Ini Jawaban saudara, begitu?," tanya hakim Sudani lagi. "Nggakak pernah," jawab Dhamantra.
Hakim Sudani menegaskan bahwa Mirawati yang menjadi saksi di persidangan sebelumnya telah membenarkan. "Ini waktu dikonfirmasi ke Bu Mira, dibetulkan," ungkap hakim Sudani. "Saya tidak pernah menyampaikan jatah partai, Yang Mulia. Karena memang tidak ada jatah patai," klaim Dhamantra.
Hakim Sudani mengingatkan Dhamantra bahwa Dhamantra saat ini menjadi saksi dan telah disumpah. Sebagai saksi yang telah disumpah maka memiliki konsekuensi hukum jika tidak memberikan keterangan yang benar.
"Saudara sudah disumpah. Tapi saudara menyatakan demikian?," kejar hakim Sudani. "Iya, siap, Yang Mulai," kata Dhamantra. (Baca Juga: Sidik Suap Impor Bawang, KPK Periksa Sekjen DPR
Pada bagian lain kesaksiannya, Dhamantra mengaku tidak tahu-menahu tentang kesepakatan fee terkait pengurusan kuota impor bawang putih dan SPI di Kemendag untuk PT Cahaya Sakti Agro (CSA) hingga adanya uang suap Rp2,1 miliar. Apalagi dia mengaku tidak mengetahui tentang prosedur pengurusan impor bawang putih.
(mhd)