Dirikan Indonesia Medical Clinic, ACT Layani Korban Konflik di Palestina
A
A
A
JAKARTA - Israel kembali memborbardir wilayah Gaza, Palestina pada pekan lalu. Akibatnya 35 orang meninggal dunia, 111 orang mengalami luka-luka. Dari seluruh korban, 20 orang di antaranya perempuan dan 46 orang anak-anak.
Selain korban luka, berbagai akses untuk warga di Gaza juga dibatasi. Kondisi ini memperparah warga yang menderita luka-luka ataupun sakit di Gaza.
Peneliti konflik di Gaza, Khodor Aldaraj mengatakan, Gaza sekarang ini menjadi sebuah penjara raksasa sehingga akses masuk dan keluar benar-benar dibatasi. “Sungguh, jika seseorang menderita sakit parah di Gaza, seolah dia sudah mendapatkan vonis mati. Mungkin dia masih dapat selamat seandainya mendapatkan pengobatan, tetapi mereka (para penjajah) memvonis mati orang tersebut dengan menghalangi masuknya obat-obatan dan perlengkapan medis untuk masuk Gaza,” imbuh Khodor.
Melihat banyaknya korban luka, Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendirikan Indonesia Medical Clinic dan mendistribusikan alat-alat medis kepada 338 jiwa. Bantuan diberikan kepada mereka yang terluka akibat serangan Israel dan korban luka saat Great Return March (GRM) lalu.
Selain mendapatkan bantuan dari sisi medis, para korban juga diberikan santunan sesuai dengan kebutuhan di sana. “Ada beberapa bantuan yang kita berikan kepada mereka, seperti alat bantu untuk berjalan, popok orang dewasa, obat-obatan, pembersih luka, dan perban,” ujar Andi Noor Faradiba, Tim Global Humanity Response (GHR)-ACT.
Faradiba menjelaskan, Indonesia Medical Clinic juga digunakan untuk pelayanan medis tahap awal atau emergency buat para korban yang tidak harus mendapatkan bantuan advanced di rumah sakit. ”Tempat yang diinisiasi ACT ini, tetap menyediakan tenaga dokter umum dan dokter ahli untuk menjadi tempat konsultasi dan pemberian obat-obatan,” katanya.
Setiap pekan, kata Faradiba, puluhan hingga ratusan orang terluka dalam Great Return March, termasuk perempuan dan anak yang ikut dalam aksi tersebut. Saat ini, unjuk rasa yang biasa dilakukan masyarakat Palestina di perbatasan Gaza ditangguhkan pada Jumat lalu. Hal itu merupakan arahan Komisi Nasional Great Return March melihat kondisi eskalasi agresi Israel ke wilayah-wilayah Gaza sejak Selasa, 12 November 2019 lalu.
“Kita berikan bantuan dari dermawan Indonesia untuk warga Kota Gaza, Gaza Utara, serta wilayah Shijayyah. Rencananya kita akan lanjutkan bantuan untuk warga yang menderita luka-luka," ujarnya.
Saat ini pihaknya sedang proses pengaktifan Indonesia Medical Clinic untuk bantuan yang lebih holistik. Termasuk mengecat ulang, penambahan listrik, lampu, furnishing, dan sebagainya. "Insya Allah, kami targetkan klinik akan aktif beroperasi mulai minggu depan,” tutup Faradiba.
Selain korban luka, berbagai akses untuk warga di Gaza juga dibatasi. Kondisi ini memperparah warga yang menderita luka-luka ataupun sakit di Gaza.
Peneliti konflik di Gaza, Khodor Aldaraj mengatakan, Gaza sekarang ini menjadi sebuah penjara raksasa sehingga akses masuk dan keluar benar-benar dibatasi. “Sungguh, jika seseorang menderita sakit parah di Gaza, seolah dia sudah mendapatkan vonis mati. Mungkin dia masih dapat selamat seandainya mendapatkan pengobatan, tetapi mereka (para penjajah) memvonis mati orang tersebut dengan menghalangi masuknya obat-obatan dan perlengkapan medis untuk masuk Gaza,” imbuh Khodor.
Melihat banyaknya korban luka, Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendirikan Indonesia Medical Clinic dan mendistribusikan alat-alat medis kepada 338 jiwa. Bantuan diberikan kepada mereka yang terluka akibat serangan Israel dan korban luka saat Great Return March (GRM) lalu.
Selain mendapatkan bantuan dari sisi medis, para korban juga diberikan santunan sesuai dengan kebutuhan di sana. “Ada beberapa bantuan yang kita berikan kepada mereka, seperti alat bantu untuk berjalan, popok orang dewasa, obat-obatan, pembersih luka, dan perban,” ujar Andi Noor Faradiba, Tim Global Humanity Response (GHR)-ACT.
Faradiba menjelaskan, Indonesia Medical Clinic juga digunakan untuk pelayanan medis tahap awal atau emergency buat para korban yang tidak harus mendapatkan bantuan advanced di rumah sakit. ”Tempat yang diinisiasi ACT ini, tetap menyediakan tenaga dokter umum dan dokter ahli untuk menjadi tempat konsultasi dan pemberian obat-obatan,” katanya.
Setiap pekan, kata Faradiba, puluhan hingga ratusan orang terluka dalam Great Return March, termasuk perempuan dan anak yang ikut dalam aksi tersebut. Saat ini, unjuk rasa yang biasa dilakukan masyarakat Palestina di perbatasan Gaza ditangguhkan pada Jumat lalu. Hal itu merupakan arahan Komisi Nasional Great Return March melihat kondisi eskalasi agresi Israel ke wilayah-wilayah Gaza sejak Selasa, 12 November 2019 lalu.
“Kita berikan bantuan dari dermawan Indonesia untuk warga Kota Gaza, Gaza Utara, serta wilayah Shijayyah. Rencananya kita akan lanjutkan bantuan untuk warga yang menderita luka-luka," ujarnya.
Saat ini pihaknya sedang proses pengaktifan Indonesia Medical Clinic untuk bantuan yang lebih holistik. Termasuk mengecat ulang, penambahan listrik, lampu, furnishing, dan sebagainya. "Insya Allah, kami targetkan klinik akan aktif beroperasi mulai minggu depan,” tutup Faradiba.
(cip)