MUI, Sertifikasi Pra Nikah Upaya Menekan Angka Perceraian

Jum'at, 22 November 2019 - 17:32 WIB
MUI, Sertifikasi Pra Nikah Upaya Menekan Angka Perceraian
MUI, Sertifikasi Pra Nikah Upaya Menekan Angka Perceraian
A A A
JAKARTA - Wasekjen Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan menegaskan sertifikasi pra nikah sebagai upaya menekan angka perceraian melalui persiapan mental calon pengantin.

“Sertifikasi pra nikah ini menyiapkan mental calon pengantin. Mengapa karena salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka perceraian? Itu karena ketidaksiapan mental calon pengantin,” ungkap Amirsyah dalam Forum Merdeka Barat 9 bertema Perlukah Sertifikasi Perkawinan? di Ruang Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta (22/11/2019).

Amirsyah mengutip data dari Mahkamah Agung bahwa tingkat perceraian Indonesia tahun 2018 sekitar 419.268 pasangan. Tuntutan perceraian itu 307.778 dari perempuan dan 111.490 dari laki-laki. “Ada sesuatu sesuatu yang tidak ada di sana yaitu bisa karena faktor ketidakcocokan hak dan kewajiban suami-istri bisa juga karena faktor lain secara material yang mungkin tidak siap,” ungkapnya.

“Nah ini siapa yang bertanggung jawab jika angka tingginya perceraian dan semakin tahun meningkat?” tanya Amirsyah. “Ini tanggung jawab kita semua, tidak hanya dibebankan calon pengantin itu. Kan sebuah pasangan keluarga di mana ayah ibunya juga bertanggung jawab. Dimana tokoh masyarakat tidak hanya ulama, tokoh agama, pendiri perguruan tinggi juga bertanggung jawab untuk memberikan pengertian betapa hak dan kewajiban,” kata Amirsyah.

Sehingga, kesehatan mental kata Amirsyah perlu dipersiapkan. “Segalanya untuk melangsungkan pernikahan perlu dipersiapkan. Dalam konteks Islam adalah sebuah peristiwa sakral. Pernikahan itu ibadah, di situ ada kata ikatan lahir batin yang tidak sekali nikah, ya kita niatkan seumur hidup.”

Amirsyah mengatakan, di beberapa negara di dunia seperti di Maroko, Malaysia dan bahkan di Jerman sertifikasi pra nikah sudah diwajibkan. “Di Maroko, di Malaysia dan lain-lain itu pendidikan pra nikahnya 6 bulan. Jerman juga pendidikan pra nikahnya juga sangat intensif sekali,” jelasnya.

Ia kembali menegaskan jika sertifikasi pra nikah ini menekan tingginya angka perceraian. “Sertifikasi ini nanti bisa memberikan satu keterampilan. Pertama, keterampilan hidup namanya life skill. Kedua, keterampilan menata emosi perilaku tingkah laku dan seterusnya. Ini namanya soft skill. Ketrampilan ini akan menilai apakah calon pengantin ini telah memiliki kompetensi subtansif untuk mempraktekkan keluarga yang sakinah, mawa'dah, dan warohmah.”

Namun, kata Amirsyah, jangan sampai karena tidak lulus sertifikasi pra nikah tidak jadi menikah. “Ini masalahnya dia mungkin kemampuan daya tangkap, daya serapnya kurang. Ya jangan ada kesan dengan sertifikasi ini karena tidak lulus, tidak boleh menikah,” pungkasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9028 seconds (0.1#10.140)