Disepakati, Metode Dakwah yang Perkuat Islam dan Persatuan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengundang para dai atau penceramah untuk bermusyawarah dan bertukar pikiran menyatakan visi mengenai dakwah.
Kegiatan tersebut dalam rangka melaksanakan program standarisasi dai yang digelar MUI di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta, Senin (18/11/2019).
"Hari ini (Senin, 18/11/19) dimulai kegiatan standarisasi dai, lebih dikenal sebutan dai," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, M Cholil Nafis dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/11/2019).
Adapun materi yang dibahas dalam pertemuan tersebut secara garis besar mengenai keislaman, wawasan kebangsaan dan metode dakwah.
"Materi Wawasan Islam wasathi (moderat) mengulas tentang paham Islam yang diajarkan Rasulullah saw dan dijelaskan oleh para sahabatnya. Islam wasathi sebagai arus utama paham Islam Indonesia. Mengikuti akidah Ahlussunnah wal-jamaah. Islam yang tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri," tutur Cholil.
Selain itu, kata dia, wawasan kebangsaan yang dipaparkan berkenaan dengan kesepakatan kebangsaan (al-ittagaqaat al-wathaniyah) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai ajaran Islam, sudah final dan mengikat.
"Cinta Tanah Air adalah bagian dari Iman. Membela negara adalah bagian dari implementasi beragama Islam," tandas Cholil.
Dia menjelaskan. metode dakwah yang disepakati adalah yang menguatkan keagamaan Islam sekaligus memperkokoh persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Permasalahan khilafiyah harus ditoleransi dan menghormati perbedaan. Namun masalah penyimpangan (inhiraf) penodaan agama harus diamputasi.
Menurut dia, standarisasi dai ini dalam rangka menyatukan persepsi (taswiyatul afkar) dalam mengembangkan ajaran Islam dan mengoordinasi langkah dakwah (tansiqul harakah) agar maksimal dalam menyebarkan dakwah Islamiyah.
"Di akhir acara semua peserta dai bersepakat untuk memgembangkan dakwah Islam Wasathi dan menjaga keutuhan NKRI," katanya.
Kegiatan tersebut dalam rangka melaksanakan program standarisasi dai yang digelar MUI di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta, Senin (18/11/2019).
"Hari ini (Senin, 18/11/19) dimulai kegiatan standarisasi dai, lebih dikenal sebutan dai," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, M Cholil Nafis dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/11/2019).
Adapun materi yang dibahas dalam pertemuan tersebut secara garis besar mengenai keislaman, wawasan kebangsaan dan metode dakwah.
"Materi Wawasan Islam wasathi (moderat) mengulas tentang paham Islam yang diajarkan Rasulullah saw dan dijelaskan oleh para sahabatnya. Islam wasathi sebagai arus utama paham Islam Indonesia. Mengikuti akidah Ahlussunnah wal-jamaah. Islam yang tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri," tutur Cholil.
Selain itu, kata dia, wawasan kebangsaan yang dipaparkan berkenaan dengan kesepakatan kebangsaan (al-ittagaqaat al-wathaniyah) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai ajaran Islam, sudah final dan mengikat.
"Cinta Tanah Air adalah bagian dari Iman. Membela negara adalah bagian dari implementasi beragama Islam," tandas Cholil.
Dia menjelaskan. metode dakwah yang disepakati adalah yang menguatkan keagamaan Islam sekaligus memperkokoh persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Permasalahan khilafiyah harus ditoleransi dan menghormati perbedaan. Namun masalah penyimpangan (inhiraf) penodaan agama harus diamputasi.
Menurut dia, standarisasi dai ini dalam rangka menyatukan persepsi (taswiyatul afkar) dalam mengembangkan ajaran Islam dan mengoordinasi langkah dakwah (tansiqul harakah) agar maksimal dalam menyebarkan dakwah Islamiyah.
"Di akhir acara semua peserta dai bersepakat untuk memgembangkan dakwah Islam Wasathi dan menjaga keutuhan NKRI," katanya.
(dam)