Pemerintah Didorong Laksanakan Regulasi Penanggulangan Stunting
A
A
A
JAKARTA - Pencegahan stunting adalah agenda besar pemerintah di bidang kesehatan, terlebih setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak penanggulangan stunting dan imbauan untuk fokus kepada hasil pada pengenalan kabinet Indonesia Maju awal bulan lalu.
Tingkat prevalensi stunting sebesar 30,8 persen Indonesia (Riskesdas 2018) menunjukkan perlunya lebih banyak upaya efektif yang dilakukan guna menanggulangi masalah tersebut.
Dalam diskusi Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Nasional, The Habibie Center memberi rekomendasi kepada pemerintah agar melakukan implementasi terobosan kebijakan untuk atasi stunting.
Damayanti R Syarif, Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik, FKUI-RSCM dalam paparannya menjelaskan, untuk mencegah stunting, diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang hingga intervensi gizi.
"Selain permasalahan asupan nutrisi, kondisi penyakit tertentu dapat meningkatkan resiko stunting karena dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan nutrisi maupun kemampuan anak menyerap nutrisi yang dikonsumsi. Dalam kondisi seperti ini, anak membutuhkan intervensi gizi yang memang sudah terbukti dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan anak," kata Damayanti, Kamis (14/11/2019).
Dalam rangkaian peringatan ulang tahun ke-20, The Habibie Center menggelar diskusi lintas lembaga untuk membahas intervensi gizi spesifik yang tepat untuk menanggulangi masalah gizi.
"Tugas kita adalah menjaga apakah anggaran kesehatan sebesar 5,2% dari APBN sebesar 220 Trilyun akan bisa menghasilkan kondisi kesehatan yang baik. Kebijakan publik perlu diintervensi dengan semangat demokratisasi, sehingga implementasi dalam bidang kesehatan sangat diperlukan," ujar Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center, Sofian Effendi.
Inti Mudjiati, Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pertengahan tahun ini pihaknya telah mensahkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit.
"Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan resiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stunting," jelas Mudjiati.
"Peraturan ini adalah upaya terobosan pencegahan stunting, dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai sasaran dan pembiayaan untuk mendorong implementasinya. Penggunaan PKMK sebagai tata laksana intervensi gizi spesifik bukan tanpa alasan," tambahnya.
PKMK adalah pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen medis yang dapat sekaligus sebagai manajemen diet bagi anak dengan penyakit tertentu.
Selain merupakan alternatif nutrisi sumber protein hewani yang padat nutrisi dan dapat dikonsumsi dengan mudah oleh anak, intervensi melalui PKMK yang sudah teruji dapat meningkatkan pertumbuhan anak.
Maka dari itu, The Habibie Center menyampaikan 7 rekomendasi terkait penanganan stunting yang terdiri dari, pertama penimbangan dan pengukuran balita setiap bulan di Posyandu, dan dibutuhkan kelengkapan alat ukur sesuai standar WHO, kemudian pengesahan revisi PMK Antropometri Anak untuk deteksi tumbuh kembang balita.
Perbaiki buku KIA untuk memperbaiki pola MPASI dengan Protein Hewani dan pemberian bantuan protein hewani termasuk susu untuk keluarga dengan balita. Pelatihan dokter, bidan, ahli gizi dan kader untuk mendeteksi stunting dengan intervensinya serta penyediaan PKMK untuk kondisi yang menyebabkan stunting seperti gizi buruk, gizi kurang, gagal tumbuh, alergi, prematur, sampai kelainan metabolik.
"Yang ketujuh adalah meningkatkan anggaran intervensi gizi spesifik dalam anggaran stunting bukan hanya 30%, tetapi misalnya 50:50," ujar Widya.
Diskusi multi-sektorial ini diharapkan akan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk berkomitmen mempercepat pencapaian penurunan angka prevalensi stunting nasional.
"Adalah tugas kita bersama untuk mengawal implementasi prioritas alokasi anggaran untuk menyediakan intervensi gizi spesifik, termasuk suplementasi ini. Dengan anggaran yang efektif, akan semakin banyak anak yang tertolong dan mendapatkan hak mereka untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal dan sehat melalui penanganan gizi yang tepat," tutup Widya.
Tingkat prevalensi stunting sebesar 30,8 persen Indonesia (Riskesdas 2018) menunjukkan perlunya lebih banyak upaya efektif yang dilakukan guna menanggulangi masalah tersebut.
Dalam diskusi Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Nasional, The Habibie Center memberi rekomendasi kepada pemerintah agar melakukan implementasi terobosan kebijakan untuk atasi stunting.
Damayanti R Syarif, Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik, FKUI-RSCM dalam paparannya menjelaskan, untuk mencegah stunting, diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang hingga intervensi gizi.
"Selain permasalahan asupan nutrisi, kondisi penyakit tertentu dapat meningkatkan resiko stunting karena dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan nutrisi maupun kemampuan anak menyerap nutrisi yang dikonsumsi. Dalam kondisi seperti ini, anak membutuhkan intervensi gizi yang memang sudah terbukti dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan anak," kata Damayanti, Kamis (14/11/2019).
Dalam rangkaian peringatan ulang tahun ke-20, The Habibie Center menggelar diskusi lintas lembaga untuk membahas intervensi gizi spesifik yang tepat untuk menanggulangi masalah gizi.
"Tugas kita adalah menjaga apakah anggaran kesehatan sebesar 5,2% dari APBN sebesar 220 Trilyun akan bisa menghasilkan kondisi kesehatan yang baik. Kebijakan publik perlu diintervensi dengan semangat demokratisasi, sehingga implementasi dalam bidang kesehatan sangat diperlukan," ujar Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center, Sofian Effendi.
Inti Mudjiati, Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pertengahan tahun ini pihaknya telah mensahkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit.
"Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan resiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stunting," jelas Mudjiati.
"Peraturan ini adalah upaya terobosan pencegahan stunting, dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai sasaran dan pembiayaan untuk mendorong implementasinya. Penggunaan PKMK sebagai tata laksana intervensi gizi spesifik bukan tanpa alasan," tambahnya.
PKMK adalah pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen medis yang dapat sekaligus sebagai manajemen diet bagi anak dengan penyakit tertentu.
Selain merupakan alternatif nutrisi sumber protein hewani yang padat nutrisi dan dapat dikonsumsi dengan mudah oleh anak, intervensi melalui PKMK yang sudah teruji dapat meningkatkan pertumbuhan anak.
Maka dari itu, The Habibie Center menyampaikan 7 rekomendasi terkait penanganan stunting yang terdiri dari, pertama penimbangan dan pengukuran balita setiap bulan di Posyandu, dan dibutuhkan kelengkapan alat ukur sesuai standar WHO, kemudian pengesahan revisi PMK Antropometri Anak untuk deteksi tumbuh kembang balita.
Perbaiki buku KIA untuk memperbaiki pola MPASI dengan Protein Hewani dan pemberian bantuan protein hewani termasuk susu untuk keluarga dengan balita. Pelatihan dokter, bidan, ahli gizi dan kader untuk mendeteksi stunting dengan intervensinya serta penyediaan PKMK untuk kondisi yang menyebabkan stunting seperti gizi buruk, gizi kurang, gagal tumbuh, alergi, prematur, sampai kelainan metabolik.
"Yang ketujuh adalah meningkatkan anggaran intervensi gizi spesifik dalam anggaran stunting bukan hanya 30%, tetapi misalnya 50:50," ujar Widya.
Diskusi multi-sektorial ini diharapkan akan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk berkomitmen mempercepat pencapaian penurunan angka prevalensi stunting nasional.
"Adalah tugas kita bersama untuk mengawal implementasi prioritas alokasi anggaran untuk menyediakan intervensi gizi spesifik, termasuk suplementasi ini. Dengan anggaran yang efektif, akan semakin banyak anak yang tertolong dan mendapatkan hak mereka untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal dan sehat melalui penanganan gizi yang tepat," tutup Widya.
(maf)