Airlangga Dinilai Harus Fokus sebagai Menko Perekonomian
A
A
A
JAKARTA - Periode pertama 2014-2019, Presiden Jokowi memiliki tiga kriteria untuk menterinya. Pertama punya kapasitas dan kompetensi, kedua punya integritas, dan ketiga tidak merangkap sebagai pimpinan parpol.
Tidak merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol menjadi penting karena harapannya fokus pada tugas dan kewajibannya sebagai menteri.
"Tapi dalam perjalanan pemerintahan, ketika Presiden Jokowi mengangkat Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian, tidak rangkap jabatan tidak lagi menjadi kriteria," kata pengamat politik Asep Warlan Yusuf, Kamis (7/11/2019). (Baca Juga: Bamsoet Dipastikan Maju Bertarung di Munas Golkar)
Menurut dia, sekarang kejadian lagi. Bahkan ada tiga ketum parpol yang juga menjadi menteri. Dia menilai idealnya jabatan ketum parpol dilepas atau memilih menjadi pimpinan parpol atau jadi menteri.
"Dalam konteks Ketua Umum Partai Golkar, apalagi ini jelang Munas, idealnya fokus sebagai Menko Perekonomian. Serahkan ketua umum pada orang yang lebih bisa fokus mengurus partai," tuturnya.
Sekadar informasi, Golkar berencana menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang salah satu agendanya memilih ketua umum periode mendatang.Asep menilai saat ini tidak terlalu dibutuhkan pimpinan parpol ada di kabinet. kekuatan koalisi pendukung pemerintah di parlemen sudah sangat kuat.
"Jadi tidak pengaruh. Elektoral itu berpengaruh pada kerjaan partai, bukan pada kerjaan satu menteri. Tapi posisi menteri memang bisa memberikan citra kepada publik lewat komunikasi langsung," tandasnya.
Menurut dia, parpol bisa memanfaatkan posisi menteri untuk berkomunikasi kepada publik dan menyeusuaikan program partai dengan publik. Dua itu jalan menjadi keuntungan parpol yang kadernya duduk sebagai menteri.
Ketika dia diangkat dan disumpah sebagai anggota kabinet, sambung dia, menteri harus berkerja sesuai tugas dan fungsinya. Itu penting karena jadi amanat sebagai pembantu presiden.
"Kalau tugas partai hukumnnya sunnah, kalau menteri wajib hukumnya menjalankan apa yang menjadi amanatnya karena sudah disumpah. Ketika masuk kabinet, pertama tunjukkanlah komitmen dengan membantu melaksanakan visi misi presiden, kedua berkinerja baik, ketiga memiliki akseptabiltas atau diterima oleh semua pemangku kepentingan," tutur pakar hukum tata negara ini.
Tidak merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol menjadi penting karena harapannya fokus pada tugas dan kewajibannya sebagai menteri.
"Tapi dalam perjalanan pemerintahan, ketika Presiden Jokowi mengangkat Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian, tidak rangkap jabatan tidak lagi menjadi kriteria," kata pengamat politik Asep Warlan Yusuf, Kamis (7/11/2019). (Baca Juga: Bamsoet Dipastikan Maju Bertarung di Munas Golkar)
Menurut dia, sekarang kejadian lagi. Bahkan ada tiga ketum parpol yang juga menjadi menteri. Dia menilai idealnya jabatan ketum parpol dilepas atau memilih menjadi pimpinan parpol atau jadi menteri.
"Dalam konteks Ketua Umum Partai Golkar, apalagi ini jelang Munas, idealnya fokus sebagai Menko Perekonomian. Serahkan ketua umum pada orang yang lebih bisa fokus mengurus partai," tuturnya.
Sekadar informasi, Golkar berencana menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang salah satu agendanya memilih ketua umum periode mendatang.Asep menilai saat ini tidak terlalu dibutuhkan pimpinan parpol ada di kabinet. kekuatan koalisi pendukung pemerintah di parlemen sudah sangat kuat.
"Jadi tidak pengaruh. Elektoral itu berpengaruh pada kerjaan partai, bukan pada kerjaan satu menteri. Tapi posisi menteri memang bisa memberikan citra kepada publik lewat komunikasi langsung," tandasnya.
Menurut dia, parpol bisa memanfaatkan posisi menteri untuk berkomunikasi kepada publik dan menyeusuaikan program partai dengan publik. Dua itu jalan menjadi keuntungan parpol yang kadernya duduk sebagai menteri.
Ketika dia diangkat dan disumpah sebagai anggota kabinet, sambung dia, menteri harus berkerja sesuai tugas dan fungsinya. Itu penting karena jadi amanat sebagai pembantu presiden.
"Kalau tugas partai hukumnnya sunnah, kalau menteri wajib hukumnya menjalankan apa yang menjadi amanatnya karena sudah disumpah. Ketika masuk kabinet, pertama tunjukkanlah komitmen dengan membantu melaksanakan visi misi presiden, kedua berkinerja baik, ketiga memiliki akseptabiltas atau diterima oleh semua pemangku kepentingan," tutur pakar hukum tata negara ini.
(dam)