Bangun Daerah Tertinggal dengan Smart Farming
A
A
A
JAKARTA - Pertanian salah satu sektor penting dalam membangun ketahanan pangan memerlukan dukungan teknologi untuk memaksimalkan hasilnya. Daerah tertinggal yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani mulai memanfaatkan teknologi.
Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Dirjen PDT), Samsul Widodo mengungkapkan bahwa konsep Smart Farming secara sederhana bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat, karena dapat mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan dari setiap tanaman.
"Dari pengidentifikasian tersebut, petani jadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk," ujar Samsul Widodo, Senin (21/10/2019).
Samsul menambahkan, penerapan teknologi di bidang pertanian dapat meningkatkan potensi pertanian karena akan turut menarik perhatian kaum muda untuk ikut serta menggeluti pertanian di daerahnya.
Implementasi smarf farming di daerah tertinggal terus digenjot oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT). Pada tahun 2019, Ditjen PDT telah menetapkan 5 kabupaten daerah tertinggal sebagai lokasi pilot project implementasi smart farming, yaitu Kabupaten Situbondo, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Pasaman Barat.
"Pemilihan pilot project tergantung dari komitmen pemerintah kabupaten tersebut dan jenis tanamannya disesuaikan dengan potensi masing-masing daerah," katanya.
Pada Rabu lalu (16/10/2019) telah dilakukan launching smart farming di Kabupaten Pasaman Barat melalui Gerakan Menyongsong Pertanian 4.0 dan Implementasi Pertanian Presisi.
Kegiatan tersebut diawali dengan penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dengan PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB) yang sudah mulai bekerja sama untuk menerapkan Pertanian Presisi 4.0 di daerah tertinggal sejak 27 Maret 2019.
Selain itu, Implementasi Pertanian Presisi 4.0 di Kabupaten Pasaman Barat juga turut didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Asian Development Bank (ADB), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Bank Negara Indonesia yang menyediakan fasilitas peminjaman modal melalui program Kredit Usaha Tani dengan sistem bayar pada saat panen.
"Proyek kerjasama antara MSMB dengan Kemendesa PDTT, Kemenkominfo, Bappenas, ADB dan BNI ini diharapkan dapat meningkatkan potensi warga lokal sehingga dapat meningkatkan produktivitas pada daerah-daerah tertinggal di Indonesia," ujar Chief Marketing Officer MSMB, Anita Hesti.
Metode smart farming bukan sekadar tentang penerapan teknologi. Kunci utama smart farming adalah data terukur berdasarkan analisa sensor yang telah dipasang di areal penanaman.
Sensor itu akan memberikan informasi mengenai berbagai hal yang terkait dengan tanaman. Misal, apakah perlu menambah pupuk, apakah perlu menambah air, suhu di sekitar lokasi tanam hingga rekomendasi jadwal panen. Hal itu membuat hasil panen yang diperoleh petani menjadi lebih baik, efektif dan efisen.
"Smart farming secara sederhana bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat, karena dapat mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan dari setiap tanaman. Dari pengidentifikasian tersebut, petani jadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk," ujarnya.
"Tidak hanya itu, konsep smart farming juga bisa dimanfaatkan untuk penanganan penjualan hasil pertanian. Dengan begitu, petani tidak perlu khawatir hasil produksi tidak terbeli. Mereka juga dapat menjual sendiri produk dan mendapat penghasilan yang lebih tinggi," sambungnya.
Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Dirjen PDT), Samsul Widodo mengungkapkan bahwa konsep Smart Farming secara sederhana bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat, karena dapat mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan dari setiap tanaman.
"Dari pengidentifikasian tersebut, petani jadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk," ujar Samsul Widodo, Senin (21/10/2019).
Samsul menambahkan, penerapan teknologi di bidang pertanian dapat meningkatkan potensi pertanian karena akan turut menarik perhatian kaum muda untuk ikut serta menggeluti pertanian di daerahnya.
Implementasi smarf farming di daerah tertinggal terus digenjot oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT). Pada tahun 2019, Ditjen PDT telah menetapkan 5 kabupaten daerah tertinggal sebagai lokasi pilot project implementasi smart farming, yaitu Kabupaten Situbondo, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Pasaman Barat.
"Pemilihan pilot project tergantung dari komitmen pemerintah kabupaten tersebut dan jenis tanamannya disesuaikan dengan potensi masing-masing daerah," katanya.
Pada Rabu lalu (16/10/2019) telah dilakukan launching smart farming di Kabupaten Pasaman Barat melalui Gerakan Menyongsong Pertanian 4.0 dan Implementasi Pertanian Presisi.
Kegiatan tersebut diawali dengan penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dengan PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB) yang sudah mulai bekerja sama untuk menerapkan Pertanian Presisi 4.0 di daerah tertinggal sejak 27 Maret 2019.
Selain itu, Implementasi Pertanian Presisi 4.0 di Kabupaten Pasaman Barat juga turut didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Asian Development Bank (ADB), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Bank Negara Indonesia yang menyediakan fasilitas peminjaman modal melalui program Kredit Usaha Tani dengan sistem bayar pada saat panen.
"Proyek kerjasama antara MSMB dengan Kemendesa PDTT, Kemenkominfo, Bappenas, ADB dan BNI ini diharapkan dapat meningkatkan potensi warga lokal sehingga dapat meningkatkan produktivitas pada daerah-daerah tertinggal di Indonesia," ujar Chief Marketing Officer MSMB, Anita Hesti.
Metode smart farming bukan sekadar tentang penerapan teknologi. Kunci utama smart farming adalah data terukur berdasarkan analisa sensor yang telah dipasang di areal penanaman.
Sensor itu akan memberikan informasi mengenai berbagai hal yang terkait dengan tanaman. Misal, apakah perlu menambah pupuk, apakah perlu menambah air, suhu di sekitar lokasi tanam hingga rekomendasi jadwal panen. Hal itu membuat hasil panen yang diperoleh petani menjadi lebih baik, efektif dan efisen.
"Smart farming secara sederhana bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat, karena dapat mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan dari setiap tanaman. Dari pengidentifikasian tersebut, petani jadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk," ujarnya.
"Tidak hanya itu, konsep smart farming juga bisa dimanfaatkan untuk penanganan penjualan hasil pertanian. Dengan begitu, petani tidak perlu khawatir hasil produksi tidak terbeli. Mereka juga dapat menjual sendiri produk dan mendapat penghasilan yang lebih tinggi," sambungnya.
(maf)