Menanti Peran Parlemen Mengawal Pemerintahan

Jum'at, 18 Oktober 2019 - 10:57 WIB
Menanti Peran Parlemen Mengawal Pemerintahan
Menanti Peran Parlemen Mengawal Pemerintahan
A A A
FUNGSI Parlemen sangat strategis sebagai kekuatan penyeimbang dari eksekutif. Tiga fungsi utama parlemen yakni di bidang pengawasan, penanggaran, dan legislasi menjadi senjata utama dalam “mengendalikan” eksekutif.

Hasil Pemilu 2019 yang memenangkan pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin (KMA) atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memunculkan pembelahan yang cukup kuat di masyarakat. Koalisi partai politik pendukung kedua pasangan ini juga cukup fanatik dalam mengusung dan memenangkan pasangan masing-masing. Kondisi tersebut di awal sebenarnya memunculkan harapan akan lahirnya keseimbangan antara pemerintah dan oposisi baik di parlemen maupun di akar rumput.

Proses check and balance antara kekuasaan eksekutif dan legislative sangat penting dalam kehidupan demokrasi untuk menjaga agar para pejabat negara di ranah eksekutif maupun legislatif benar-benar bekerja untuk masyarakat. Namun dalam perkembangannya, peta koalisi berubah. Semua partai politik berlomba masuk menjadi bagian dari eksekutif. Pun juga Gerindra, Demokrat bahkan mungkin PAN yang selama ini berseberangan dengan kubu koalisi Jokowi-KMA. Kondisi ini pada gilirannya akan mematikan potensi lahirnya kekuatan penyeimbang yang kuat.

Selain banyaknya parpol yang ingin masuk ke bersama dalam kabinet dengan tidak memedulikan latar belakang persaingan di Pemilu 2019, potensi melemahnya fungsi parlemen juga terjadi karena hampir pimpinan tertinggi di lembaga legislatif yakni Puan Maharani di DPR, Bambang Soesatyo di MPR, dan La Nyalla Matalitti di DPD merupakan pendukung dari pasangan Jokowi-KMA dalam Pemilu 2019. Para pimpinan di lembaga tersebut dalam kenyataannya mempunyai peran strategis dalam mengarahkan suara di parlemen.

Berbagai indikator akan potensi melemahnya parlemen sebagai kekuatan penyeimbang dari eksekutif harus dibaca sebagai early warning adanya ketidakseimbangan proses check and balance dalam lima tahun kedepan.

Namun, stigma itu coba ditangkal oleh Pimpinan DPR. Mereka berpandangan bahwa setiap fraksi harus menjalankan fungsinya terhadap jalannya pemerintahan, dan suara rakyat menjadi hal utama yang patut didengar dalam membuat setiap kebijakan.

“Sinergi antara eksekutif dan legislatif itu harus dilakukan untuk kesejahteraan rakyat. Karena sebenarnya rakyat itu kemudian bisa merasakan apa yang menjadi program program pemerintah. Karena dengan tugasnya legislatif itu kan melakukan pengawasan, pengawasan kebijakan terhadap program yang akan dilakukan eksekutif,” kata Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Ketua DPP PDIP ini yakin, bahwa selama program yang diajukan oleh pemerintah itu adalah suatu program yang pro rakyat, untuk rakyat, dan akan bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat, tentu legislatif akan memberikan dukungan. Namun, jika kebijakan itu tidak pro rakyat, bukan untuk rakyat dan bahkan merugikan rakyat. Tentu DPR harus menolak itu, mengkritisi namun tetap memberikan solusi.

Dengan begitu, kata Puan, jumlah kekuatan yang berada di luar pemerintah bukan menjadi soal tatkala semuanya bersama-sama saling bergotong royong, menjalankan peran masing-masing di lembaga DPR.

“Kalau saya lihat dalam dinamikanya ke depan masih ada partai yang di luar pemerintahan, jumlah berapa besar oposisi atau partai ikut pemerintah itu sebenarnya selama bisa bergotong royong saling menghormati dan menghargai untuk rakyat saya rasa itu semuanya bisa dilakukan dalam dinamika yang ada di DPR,” ujar Puan.

Hal ini juga diamini oleh Pimpinan MPR. Fungsi check and balances adalah fungsi yang melekat pada DPR sehingga, di manapun posisi sikap politik partainya tentu tetap bersiakp sebagai wakil rakyat. “Pak Prabowo (Ketum Gerindra) mengingatkan tentang bahaya oligarki. Jadi kesamaan pandangan pikiran di antara para elite-elite ini juga tidak boleh menciptakan oligarki baru. Apa itu oligarki baru? Yakni kesepakatan-kesepakatan yang mengabaikan banyak pendapat di luar. Jadi itu bahayanya dan Prabowo ingatkan itu berkali-kali,” ucap Wakil Ketua MPR sekaligus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra Ahmad Muzani.

Sementara itu, Kepala Pusat Peneliti Politik LIPI Firman Noor mengatakan fungsi check and balances itu harus tetap dimainkan dalam pola hubungan kekuasaan di skema demokrasi seperti Indonesia. “Pola itu memang cenderung mengalami degradasi dengan masuknya beberapa parpol penting dalam koalisi pemerintah. Tetapi fungsi itu harus tetap dijalankan, apa pun itu hasilnya. Dan ini letak tanggung jawab terbesarnya, adalah berada pada partai-partai yang tidak masuk di dalam pemerintahan,” tuturnya, Rabu (16/10/2019).

Dalam situasi seperti ini, kata Firman,harus diakui bahwa sebenarnya peluang untuk terjadinya check and balances itu masih dipertanyakan, karena terlalu kecilnya kekuatan mereka dalam parlemen.

“Tetapi itu tidak menjadi alasan mereka harus setop kritis. Dan sebetulnya ada jalan ketiga, yakni tetap mempunyai hubungan kolaboratif yang efektif dengankalangan masyarakat luar, dengan pers, dengan mahasiswa, dengan semua pergerakan. Kalau itu bisa dibangun dengan baik, mungkin kekuatan ekstraparlementer ini yang bisa menjadi penyeimbang sehingga pemerintahan bisa lebih hati-hati di dalam membuat kebijakan yang tidak populer,”tuturnya.

Dikatakan Firman, dengan kolaborasi internal dan eksternal maka check and balances masih bisa dihidupkan. “Apakah itu kemudian efektif atau tidak, ya kita lihat seberapa tipis telinga pemerintah disana, tetapi itu tetap harus dijalankan.Saya cukup agak tidak terlalu optimistis dengan melihat skema pola hubungan saat ini; tetapi di sisi lain, saya juga tidak menganggap ini akan menjadi akhir buat segalanya. Tetap ada peluang untuk itu,” katanya.

Namun, menurutnya harus diingat bahwa kadang kala di kasus-kasus tertentu terjadi regrouping. Parpol yang semula oposan menjadi pro, dan sebaliknya yang semula pro malah menjadi oposan. “Jadi, peluang itu tetap ada,” tuturnya. (Abdul Rochim/Kiswondari)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7268 seconds (0.1#10.140)
pixels