Tidak Ada Alasan Kuat bagi Presiden Keluarkan Perppu KPK

Selasa, 08 Oktober 2019 - 22:33 WIB
Tidak Ada Alasan Kuat bagi Presiden Keluarkan Perppu KPK
Tidak Ada Alasan Kuat bagi Presiden Keluarkan Perppu KPK
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak memiliki alasan kuat untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) untuk membatalkan revisi UU KPK. Alasannya, saat ini tidak dalam kondisi genting dan tidak ada kekosongan hukum tentang pemberantasan korupsi.Praktisi hukum senior Petrus Salestinus mengatakan, ada tiga syarat kegentingan yang memaksa Presiden Jokowi mengeluarkan perppu menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2009. Pertama, adanya keadaan berupa kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara berdasarkan UU.

Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau UU yang ada tidak memadai. “Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama. Sedangkan keadaan mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan," kata Petrus dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Selasa (8/10/2019).

Petrus menegaskan, posisi UU KPK tidak berada dalam tiga situasi tersebut. Upaya pemberantasan korupsi tidak akan berhenti dengan adanya UU KPK dan tidak terjadi kekosongan hukum. Dengan demikian tidak ada urgensi mengeluarkan Perppu.

“Negara tetap menjalankan kewajibannya untuk memberantas korupsi dengan tiga instrumen penegak hukum yaitu KPK, Polri, dan Kejaksaan,” tuturnya.

Petrus menyadari Jokowi pernah mengeluarkan Perppu Ormas pada 2017. Namun Petrus memandang saat itu Jokowi dalam keadaan kegentingan yang memaksa karena ada ancaman terhadap eksistensi Pancasila oleh ormas radikal.

"UU Ormas yang ada membuat posisi negara sangat lemah ketika berhadapan dengan ormas radikal. Negara tidak bisa serta-merta mencabut status badan hukum ormas radikal. Karena itu UU Ormas harus direvisi melalui perppu karena melalui proses legislasi sangat lama dan belum tentu berhasil," tandasnya.

Ia menambahkan pembahasan revisi UU KPK yang telah disetujui DPR dan pemerintah sudah berjalan cukup lama. Bahkan masyarakat pun telah diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Di samping itu usia UU KPK sudah 17 tahun sehingga wajar saat ini perlu dilakukan revisi dalam rangka memperkuat kelembagaan dan personalia yang memimpin KPK.

Misalnya saat ini dalam UU KPK disebutkan bahwa KPK perlu diawasi Badan Pengawas. Hal itu bertujuan agar KPK tidak sewenang-wenang dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, adanya SP3 juga memenuhi prinsip hak asasi manusia (HAM).

"Jelaslah sudah bahwa perppu tidak cukup beralasan untuk menolak revisi UU KPK. Karenanya biarkan berlaku terlebih dahulu, baru kemudian direvisi melalui judicial review ke MK," tandasnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4306 seconds (0.1#10.140)