YLBHI Sebut Hanya Dua Aktor Partai Ini yang Tolak Perppu KPK
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyayangkan jika nanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) batal mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas revisi kedua UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) atas pengaruh elite parpol pendukung pemerintah.
Padahal, menurut Ketua YLBHI, Asfinawati, hanya segelintir elite parpol pendukung pemerintah saja yang kontra terhadap penerbitan Perppu KPK itu. Sungguh disayangkan jika agenda pemberantasan korupsi harus kalah dengan segelintir aktor politik yang berasal dari dua parpol yakni PDIP dan Nasdem.
"Mulai 2015, pemain utama pak Yasonna Laoly, Yasonna dari PDIP, ada kemelut dia tidak berdiskusi dengan presiden, dia hanya mengklaim sudah berdiskusi dengan presiden soal revisi UU KPK," kata Asfinawati dalam Polemik MNC Trijaya FM yang bertajuk "Perppu Apa Perlu?" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2019).
Kemudian, Asfinawati melanjutkan yang menolak dan membahas soal impeachment Jokowi pun hanya Ketua Umum (Ketum) Partai Nasdem, Surya Paloh. Dia tidak mengerti apakah ini maksudnya mengingatkan Jokowi agar berhati-hati atas isu pemakzulan atau mengancam.
Kemudian, ada juga sekitar 4 orang dari PDIP, Ateria Dahlan menyebut untuk nikmati terlebih dulu saja UU KPK yang baru. Dan Sekretaris Jenderal (sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto yang menolak Perppu.
"Kalau kita lihat aktor-aktor yang bermain, bukan berarti yang lain bersih ya, tetapi derajat keterlibatannya berbeda, misalnya di revisi UU KPK ada PKS, Gerindra, Demokrat tidak setuju 100% dan memberikan catatan," ujar Asfinawati.
Lebih dari itu, kata dia, aktor yang sama juga sebelumnya memainkan hak angket KPK yang digulirkan 3 hari setelah KPK mengumumkan tersangka kasus e-KTP. Dalam angket pun orangnya lebih terbelah lagi karena ada yang melakukan aksi walkout dan sebagainya.
"Jadi, betul ini elit parpol dan parpolnya itu-itu saja. Tidak pantas bangsa ini mengorbankan pemberantasan korupsi demi segelintir orang ini," tegasnya.
Padahal, menurut Ketua YLBHI, Asfinawati, hanya segelintir elite parpol pendukung pemerintah saja yang kontra terhadap penerbitan Perppu KPK itu. Sungguh disayangkan jika agenda pemberantasan korupsi harus kalah dengan segelintir aktor politik yang berasal dari dua parpol yakni PDIP dan Nasdem.
"Mulai 2015, pemain utama pak Yasonna Laoly, Yasonna dari PDIP, ada kemelut dia tidak berdiskusi dengan presiden, dia hanya mengklaim sudah berdiskusi dengan presiden soal revisi UU KPK," kata Asfinawati dalam Polemik MNC Trijaya FM yang bertajuk "Perppu Apa Perlu?" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2019).
Kemudian, Asfinawati melanjutkan yang menolak dan membahas soal impeachment Jokowi pun hanya Ketua Umum (Ketum) Partai Nasdem, Surya Paloh. Dia tidak mengerti apakah ini maksudnya mengingatkan Jokowi agar berhati-hati atas isu pemakzulan atau mengancam.
Kemudian, ada juga sekitar 4 orang dari PDIP, Ateria Dahlan menyebut untuk nikmati terlebih dulu saja UU KPK yang baru. Dan Sekretaris Jenderal (sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto yang menolak Perppu.
"Kalau kita lihat aktor-aktor yang bermain, bukan berarti yang lain bersih ya, tetapi derajat keterlibatannya berbeda, misalnya di revisi UU KPK ada PKS, Gerindra, Demokrat tidak setuju 100% dan memberikan catatan," ujar Asfinawati.
Lebih dari itu, kata dia, aktor yang sama juga sebelumnya memainkan hak angket KPK yang digulirkan 3 hari setelah KPK mengumumkan tersangka kasus e-KTP. Dalam angket pun orangnya lebih terbelah lagi karena ada yang melakukan aksi walkout dan sebagainya.
"Jadi, betul ini elit parpol dan parpolnya itu-itu saja. Tidak pantas bangsa ini mengorbankan pemberantasan korupsi demi segelintir orang ini," tegasnya.
(pur)