Mantan Bupati Cirebon Tersangka TPPU Rp51 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon, Jawa Barat periode 2014-2019 sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp51 miliar.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyatakan, beberapa waktu lalu KPK melakukan pengembangan dengan penyelidikan atas dugaan TPPU setelah sebelumnya ditemukan fakta-fakta dalam penyidikan dan telah terungkap dalam persidangan terdakwa penerima suap Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon period 2014-2019 merangkap Ketua DPC PDIP Kabupaten Cirebon saat itu (telah dipecat).
Sebelumnya, tutur Syarif, Sunjaya telah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung dengan pidana penjara selama 5 tahun karena terbukti menerima suap Rp100 juta dari terdakwa Gatot Rachmanto (divonis 1 tahun 2 bulan) selaku Sekretaris Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten Cirebon. Suap ini sehubungan dengan promosi Gatot menduduki jabatan tersebut. Selain itu KPK sebelumnya juga telah menetapkan Sunjaya sebagai tersangka penerima gratifikasi.
Syarif menuturkan dari hasil pengembangan tersebut KPK menemukan unsur dugaan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Setelah penyelidikan rampung, KPK kemudian melakukan gelar perkara dan dipastikan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga meningkatkan status penyelidikan dugaan TPPU ke tahap penyidikan penyidikan. Bersamaan itu, KPK menetapkan Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka TPPU. Terhadap Sunjaya disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Dugaan tindak pidana pencucian uang tersangka SUN (Sunjaya Purwadisastra), Bupati Cirebon periode 2014-2019 dengan nilai Rp51 miliar. Pencucian uang tersebut berasal dari gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," tegas Syarif saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (4/9/2019).
Syarif membeberkan, ada beberapa konstruksi umum dugaan TPPU tersangka Sunjaya. Pertama, sejak menjabat sebagai Bupati Cirebon, tersangka Sunjaya sejak 2014 hingga 2018 diduga menerima gratifikasi sebesar Rp41,1 miliar. Angka terkait dengan empat hal dan empat bagian. Masing-masing terkait pengadaan barang/jasa dari pengusaha sekitar Rp31,5 miliar, terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon dari ASN sekitar Rp3,09 miliar, setoran dari Kepala SKPD/OPD sekitar Rp5,9 miliar, dan terkait Perizinan galian dari pihak yang mengajukan izin lainnya Rp500 juta.
"Tersangka SUN juga menerima hadiah atau janji terkait perizinan PLTU 2 di Kabupaten Cirebon sebesar Rp6,04 miliar dan perizinan properti di Cirebon sebesar Rp4 miliar. Untuk proyek PLTU 2 tersebut memang dikerjakan oleh Hyundai. Akan tetapi sumber uang Rp6,04 miliar dari mana atau siapa itu sedang kita kembangkan dalam penyidikan ini," jelasnya.
Sejak menerima seluruh total gratifikasi Rp51 miliar, Syarif menegaskan, Sunjaya tidak pernah melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur Pasal 12 C UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Syarif memaparkan, seluruh hasil gratifikasi tersebut kemudian ditempatkan di rekening nominee atas nama pihak lain namun digunakan untuk kepentingan tersangka Sunjaya.
Kemudian, Sunjaya melalui bawahnnya memerintahkan pembelian tanah di Kecamatan Talun Cirebon sejak 2016 sampai dengan 2018 senilai Rp9 miliar. Transaksi dilakukan secara tunai dan kepemilikan diatasnamakan pihak lain. Selain itu, Sunjaya juga memerintahkan bawahannya untuk membeli tujuh kendaraan bermotor yang diatasnamakan pihak lain, yaitu Honda H-RV, B-RV, Honda Jazz, Honda Brio, Toyota Yaris, Mitsubishi Pajero Sport Dakar, dan Mitsubishi GS41.
"Kasus ini merupakan salah satu contoh berkembangnya OTT dengan nilai barang bukti awal uang sebesar Rp116 juta menjadi bentuk korupsi lain dan pencucian uang dengan nilai Rp51 miliar. Hal ini kami harap dapat menjawab dan memberikan pemahaman pada sejumlah pihak yang menuding KPK ketika melakukan OTT dengan nilai ratusan juta. Perlu dipahami, dalam proses OTT barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka kotak pandora korupsi lebih lanjut yang lebih besar," bebernya.
Syarif menambahkan, saat proses penyidikan TPPU Sunjaya berlangsung telah ada dua langkah hukum yang dilakukan KPK. Pertama, KPK telah mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap dua orang. Keduanya yakni Deputi Manager atau General Manager PT Hyundai Engeneering Construction Herry Jung dan Camat Beber, Cirebon Rita Susana.
"Pencegahan ke luar negeri dilakukan selama 6 bulan sejak 26 April 2019 sampai dengan 26 Oktober 2019," imbuhnya.
Kedua, sejak Jumat (13/9/2019) KPK telah mengagendakan pemeriksaan 146 Orang saksi di KPK dan Polres Cirebon. Para saksi berasal dari unsur yakni satu orang anggota DPR periode 2014-2019, 24 orang anggota DPRD Kabupaten Cirebon, delapan orang camat, sejumlah pejabat dan PNS Pemkab Cirebon, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan swasta sebanyak 113 orang. Sebagian besar saksi, tutur Syarif, telah diperiksa penyidik.
"Dalam kesempatan ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) karena telah membantu KPK melakukan penelusuran transaksi dan menyampaikan hasil laporannya," ucap Syarif.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambah, surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) dugaan TPPU atas nama Sunjaya Purwadisastra ditandatangani Pimpinan KPK pada Rabu (11/9/2019). KPK bahkan telah mengirimkan atau memberikan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) kasus TPPU ke Sunjaya.
Febri mengungkapkan, berdasarkan informasi terbaru dari penyidik bahwa Deputi Manager atau General Manager PT Hyundai Engeneering Construction Herry Jung dan Camat Beber, Cirebon Rita Susana telah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan TPPU Sunjaya.
Sedangkan anggota DPR yang telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan TPPU sebagaimana dimaksud Laode Muhamad Syarif, ujar Febri, yakni anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP periode 2014-2019 Junico Bisuk Partahi Siahaan alias Nico Siahaan. Febri menggariskan, pemeriksaan terhadap Nico dimaksud untuk mendalami adanya pemberian atau aliran uang Rp250 juta dari Sunjaya ke Nico sehubungan dengan acara Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda 'Satu Indonesia Kita' yang dilaksanakan DPP PDIP pada 2018. Pasalnya Nico merupakan Ketua Pelaksana kegiatan tersebut.
"Saat penyidikan kasus dugaan suap dan dugaan gratifikasi tersangka SUN sebelumnya juga Nico Siahaan pernah kami periksa. Uang Rp250 juta yang sebelumnya dipergunakan untuk kegiatan Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda 'Satu Indonesia Kita' tersebut sudah dikembalikan. Uang itu kemudian kami sita sebagai bukti dalam berkas kasus TPPU tersangka SUN," ujar Febri.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyatakan, beberapa waktu lalu KPK melakukan pengembangan dengan penyelidikan atas dugaan TPPU setelah sebelumnya ditemukan fakta-fakta dalam penyidikan dan telah terungkap dalam persidangan terdakwa penerima suap Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon period 2014-2019 merangkap Ketua DPC PDIP Kabupaten Cirebon saat itu (telah dipecat).
Sebelumnya, tutur Syarif, Sunjaya telah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung dengan pidana penjara selama 5 tahun karena terbukti menerima suap Rp100 juta dari terdakwa Gatot Rachmanto (divonis 1 tahun 2 bulan) selaku Sekretaris Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten Cirebon. Suap ini sehubungan dengan promosi Gatot menduduki jabatan tersebut. Selain itu KPK sebelumnya juga telah menetapkan Sunjaya sebagai tersangka penerima gratifikasi.
Syarif menuturkan dari hasil pengembangan tersebut KPK menemukan unsur dugaan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Setelah penyelidikan rampung, KPK kemudian melakukan gelar perkara dan dipastikan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga meningkatkan status penyelidikan dugaan TPPU ke tahap penyidikan penyidikan. Bersamaan itu, KPK menetapkan Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka TPPU. Terhadap Sunjaya disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Dugaan tindak pidana pencucian uang tersangka SUN (Sunjaya Purwadisastra), Bupati Cirebon periode 2014-2019 dengan nilai Rp51 miliar. Pencucian uang tersebut berasal dari gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," tegas Syarif saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (4/9/2019).
Syarif membeberkan, ada beberapa konstruksi umum dugaan TPPU tersangka Sunjaya. Pertama, sejak menjabat sebagai Bupati Cirebon, tersangka Sunjaya sejak 2014 hingga 2018 diduga menerima gratifikasi sebesar Rp41,1 miliar. Angka terkait dengan empat hal dan empat bagian. Masing-masing terkait pengadaan barang/jasa dari pengusaha sekitar Rp31,5 miliar, terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon dari ASN sekitar Rp3,09 miliar, setoran dari Kepala SKPD/OPD sekitar Rp5,9 miliar, dan terkait Perizinan galian dari pihak yang mengajukan izin lainnya Rp500 juta.
"Tersangka SUN juga menerima hadiah atau janji terkait perizinan PLTU 2 di Kabupaten Cirebon sebesar Rp6,04 miliar dan perizinan properti di Cirebon sebesar Rp4 miliar. Untuk proyek PLTU 2 tersebut memang dikerjakan oleh Hyundai. Akan tetapi sumber uang Rp6,04 miliar dari mana atau siapa itu sedang kita kembangkan dalam penyidikan ini," jelasnya.
Sejak menerima seluruh total gratifikasi Rp51 miliar, Syarif menegaskan, Sunjaya tidak pernah melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur Pasal 12 C UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Syarif memaparkan, seluruh hasil gratifikasi tersebut kemudian ditempatkan di rekening nominee atas nama pihak lain namun digunakan untuk kepentingan tersangka Sunjaya.
Kemudian, Sunjaya melalui bawahnnya memerintahkan pembelian tanah di Kecamatan Talun Cirebon sejak 2016 sampai dengan 2018 senilai Rp9 miliar. Transaksi dilakukan secara tunai dan kepemilikan diatasnamakan pihak lain. Selain itu, Sunjaya juga memerintahkan bawahannya untuk membeli tujuh kendaraan bermotor yang diatasnamakan pihak lain, yaitu Honda H-RV, B-RV, Honda Jazz, Honda Brio, Toyota Yaris, Mitsubishi Pajero Sport Dakar, dan Mitsubishi GS41.
"Kasus ini merupakan salah satu contoh berkembangnya OTT dengan nilai barang bukti awal uang sebesar Rp116 juta menjadi bentuk korupsi lain dan pencucian uang dengan nilai Rp51 miliar. Hal ini kami harap dapat menjawab dan memberikan pemahaman pada sejumlah pihak yang menuding KPK ketika melakukan OTT dengan nilai ratusan juta. Perlu dipahami, dalam proses OTT barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka kotak pandora korupsi lebih lanjut yang lebih besar," bebernya.
Syarif menambahkan, saat proses penyidikan TPPU Sunjaya berlangsung telah ada dua langkah hukum yang dilakukan KPK. Pertama, KPK telah mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap dua orang. Keduanya yakni Deputi Manager atau General Manager PT Hyundai Engeneering Construction Herry Jung dan Camat Beber, Cirebon Rita Susana.
"Pencegahan ke luar negeri dilakukan selama 6 bulan sejak 26 April 2019 sampai dengan 26 Oktober 2019," imbuhnya.
Kedua, sejak Jumat (13/9/2019) KPK telah mengagendakan pemeriksaan 146 Orang saksi di KPK dan Polres Cirebon. Para saksi berasal dari unsur yakni satu orang anggota DPR periode 2014-2019, 24 orang anggota DPRD Kabupaten Cirebon, delapan orang camat, sejumlah pejabat dan PNS Pemkab Cirebon, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan swasta sebanyak 113 orang. Sebagian besar saksi, tutur Syarif, telah diperiksa penyidik.
"Dalam kesempatan ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) karena telah membantu KPK melakukan penelusuran transaksi dan menyampaikan hasil laporannya," ucap Syarif.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambah, surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) dugaan TPPU atas nama Sunjaya Purwadisastra ditandatangani Pimpinan KPK pada Rabu (11/9/2019). KPK bahkan telah mengirimkan atau memberikan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) kasus TPPU ke Sunjaya.
Febri mengungkapkan, berdasarkan informasi terbaru dari penyidik bahwa Deputi Manager atau General Manager PT Hyundai Engeneering Construction Herry Jung dan Camat Beber, Cirebon Rita Susana telah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan TPPU Sunjaya.
Sedangkan anggota DPR yang telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan TPPU sebagaimana dimaksud Laode Muhamad Syarif, ujar Febri, yakni anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP periode 2014-2019 Junico Bisuk Partahi Siahaan alias Nico Siahaan. Febri menggariskan, pemeriksaan terhadap Nico dimaksud untuk mendalami adanya pemberian atau aliran uang Rp250 juta dari Sunjaya ke Nico sehubungan dengan acara Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda 'Satu Indonesia Kita' yang dilaksanakan DPP PDIP pada 2018. Pasalnya Nico merupakan Ketua Pelaksana kegiatan tersebut.
"Saat penyidikan kasus dugaan suap dan dugaan gratifikasi tersangka SUN sebelumnya juga Nico Siahaan pernah kami periksa. Uang Rp250 juta yang sebelumnya dipergunakan untuk kegiatan Peringatan 90 Tahun Sumpah Pemuda 'Satu Indonesia Kita' tersebut sudah dikembalikan. Uang itu kemudian kami sita sebagai bukti dalam berkas kasus TPPU tersangka SUN," ujar Febri.
(kri)