11 Pasal Jadi Ganjalan Utama Pengesahan RKUHP
A
A
A
SEMARANG - Ketua Tim Perumus Revisi KUHP Prof Muladi menyebut masih ada 11 pasal yang dinilai kontroversi hingga menuai polemik di masyarakat. Oleh karenanya DPR sepakat untuk menunda pengesahan RKUHP karena gelombang unjuk rasa yang digelar mahasiswa.
"Tinggal 11 pasal itu termasuk yang kontroversi yang kita bicarakan, yang lain enggak ada masalah, sudah selesai," kata Muladi usai menjadi pembicara "Dialog RUU KUHP" di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Rabu (2/10/2019).
"Jadi kalau kalau nanti sudah selesai, 11 pasal itu disepakati bisa pro-kontra, mana yang diperbaiki, mana yang dipertahankan, tidak ada alasan untuk menunda ya, harus disahkan," tegasnya.
Menurutnya, sejumlah pasal yang dianggap kontroversi di antaranya tentang penghinaan terhadap presiden, penghinaan terhadap pemerintah, perzinahan, perkosaan, kumpul kebo, hingga aborsi. Penolakan biasanya karena belum membaca atau memahami secara utuh pasal yang dimaksud sehingga hanya menafsirkan sebagian.
"(Penolakan publik) berlebihan karena mereka tidak tahu juntrungnya (arahnya), pasti tidak membaca semuanya, mereka hanya baca sepotong-sepotong saja. Kalau membuat undang-undang itu harus konsideran, penjelasan apa, akademisnya, dan aturan peralihan, baru ngomong. Kalau belum tahu not baloknya sudah ngomong musik ya enggak jalan," ungkapnya.
Muladi menyampaikan nasib revisi KUHP sekarang berada di tangan Presiden Joko Widodo dan DPR Periode 2019-2024 yang baru saja dilantik. Menteri Hukum dan HAM pada kabinet baru nanti juga akan memegang peran penting dalam menentukan pengesahan RKUHP.
"Kini kita tunggu pelantikan Presiden dan kabinet (yang baru). Tinggal tunggu Menteri Kumham dan Komisi III (DPR) siapa ketuanya. Kita tunggu Menteri Kumham baru, siapa anggota Panja (panitia kerja) baru di DPR. Kita akan ketemu lagi membahas perbedaan-perbedaan," pungkasnya.
Dalam dialog tersebut menghadirkan dua pakar hukum yakni Prof. Dr. H. Muladi, SH. dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH. Sementara dialog yang diikuti ratusan mahasiswa dan dosen itu dipandu oleh moderator Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH., MH.
"Tinggal 11 pasal itu termasuk yang kontroversi yang kita bicarakan, yang lain enggak ada masalah, sudah selesai," kata Muladi usai menjadi pembicara "Dialog RUU KUHP" di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Rabu (2/10/2019).
"Jadi kalau kalau nanti sudah selesai, 11 pasal itu disepakati bisa pro-kontra, mana yang diperbaiki, mana yang dipertahankan, tidak ada alasan untuk menunda ya, harus disahkan," tegasnya.
Menurutnya, sejumlah pasal yang dianggap kontroversi di antaranya tentang penghinaan terhadap presiden, penghinaan terhadap pemerintah, perzinahan, perkosaan, kumpul kebo, hingga aborsi. Penolakan biasanya karena belum membaca atau memahami secara utuh pasal yang dimaksud sehingga hanya menafsirkan sebagian.
"(Penolakan publik) berlebihan karena mereka tidak tahu juntrungnya (arahnya), pasti tidak membaca semuanya, mereka hanya baca sepotong-sepotong saja. Kalau membuat undang-undang itu harus konsideran, penjelasan apa, akademisnya, dan aturan peralihan, baru ngomong. Kalau belum tahu not baloknya sudah ngomong musik ya enggak jalan," ungkapnya.
Muladi menyampaikan nasib revisi KUHP sekarang berada di tangan Presiden Joko Widodo dan DPR Periode 2019-2024 yang baru saja dilantik. Menteri Hukum dan HAM pada kabinet baru nanti juga akan memegang peran penting dalam menentukan pengesahan RKUHP.
"Kini kita tunggu pelantikan Presiden dan kabinet (yang baru). Tinggal tunggu Menteri Kumham dan Komisi III (DPR) siapa ketuanya. Kita tunggu Menteri Kumham baru, siapa anggota Panja (panitia kerja) baru di DPR. Kita akan ketemu lagi membahas perbedaan-perbedaan," pungkasnya.
Dalam dialog tersebut menghadirkan dua pakar hukum yakni Prof. Dr. H. Muladi, SH. dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH. Sementara dialog yang diikuti ratusan mahasiswa dan dosen itu dipandu oleh moderator Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH., MH.
(pur)