Guru Besar Tata Negara Unsoed Apresiasi RKUHP

Jum'at, 27 September 2019 - 01:06 WIB
Guru Besar Tata Negara Unsoed Apresiasi RKUHP
Guru Besar Tata Negara Unsoed Apresiasi RKUHP
A A A
JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Soedirman, Purwokerto menilai, ada komunikasi yang terhambat sehingga terjadi ketegangan di tengah masyarakat terkait rencana pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU).Berbagai elemen mahasiswa pun menggelar aksi protes menentang pengesahan itu.

Yang mereka protes antara lain sejumlah materi yang ada dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). "Ada komunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kan Presiden Joko Widodo sudah bertemu jajaran pimpinan DPR. Presiden juga sudah mengumumkan penundaan pengesahan empat RUU. Mestinya, ketika mahasiswa unjuk rasa, pimpinan DPR membuat pernyataan dan meyakinkan mahasiswa bahwa empat RUU itu benar ditunda," kata Muhammad Fauzan di Kamis (26/9/2019).

Fauzan mengungkapkan, terkait penundaan tersebut harus diinformasikan bahwa itu bukan sekadar menunda pengesahan. Namun itu memberikan ruang seluas-luasnya kepada publik untuk ikut menyempurnakan persoalan-persoalan materi yang masih dianggap menimbulkan kontroversi dari keempat RUU itu.

Soal adanya desakan ke Presiden agar tidak menandatangani RUU yang sudah disetujui, Fauzan menjelaskan, sistem tata negara kita menentukan waktu 30 hari setelah ada persetujuan. Namun jika presiden tak menandatangani menjadi undang-undang, RUU itu tetap menjadi undang-undang yang akan diberlakukan.

“Desakan untuk membuat perppu peraturan pemerintah pengganti undang-undang] juga sah-saja saja. Tapi, kalau itu dilakukan, nanti akan selalu seperti itu. Kebijakan yang telah diambil presiden karena ada desakan kemudian jadi berubah haluan,” ungkapnya.

Menurut dia, salah satu poin yang menjadi kontroversial di tengah masyarakat adalah pasal penghinaan kepada Presiden. “Itu kan memang harus dikomunikasikan dan dijelaskan. Rumusannya harus jelas, jangan menimbulkan multitafsir. Ini kan yang dimaksud sebagai penghinaan presiden secara pribadi. Karena, setiap orang, siapa pun dia, tanpa melihat latar belakang kedudukannya harus tetap dijamin hak-haknya, harkat dan martabatnya harus dilindungi, terlebih presiden,” ucapnya.

Sebagai Guru Besar Tata Negara, Fauzan menilai RKUHP yang berisi 600-an pasal itu tidak semuanya jelek. “Ini untuk menyesuaikan dengan hukum yang tumbuh berkembang di masyarakat. Karena harus diingat, KUHP yang sekarang ini kan dibuat lebih dari 100 tahun lalu, yang pastinya itu akan dipengaruhi oleh kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Nilai-nilai yang dibawa tentunya juga nilai-nilai penguasa di sana,” katanya.

Ketua DPR Bambang Soesatyo sebelumnya menyatakan pihaknya akan mengkaji kembali setiap pasal bermasalah. Selain itu, DPR akan menggencarkan sosialisasi agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahpahaman di masyarakat.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Soedirman, Purwokerto menilai, ada komunikasi yang terhambat sehingga terjadi ketegangan di tengah masyarakat terkait rencana pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU).Berbagai elemen mahasiswa pun menggelar aksi protes menentang pengesahan itu.

Yang mereka protes antara lain sejumlah materi yang ada dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)."Ada komunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kan Presiden Joko Widodo sudah bertemu jajaran pimpinan DPR. Presiden juga sudah mengumumkan penundaan pengesahan empat RUU. Mestinya, ketika mahasiswa unjuk rasa, pimpinan DPR membuat pernyataan dan meyakinkan mahasiswa bahwa empat RUU itu benar ditunda," kata Muhammad Fauzan di Kamis (26/9/2019).

Fauzan mengungkapkan, terkait penundaan tersebut harus diinformasikan bahwa itu bukan sekadar menunda pengesahan. Namun itu memberikan ruang seluas-luasnya kepada publik untuk ikut menyempurnakan persoalan-persoalan materi yang masih dianggap menimbulkan kontroversi dari keempat RUU itu.

Soal adanya desakan ke Presiden agar tidak menandatangani RUU yang sudah disetujui, Fauzan menjelaskan, sistem tata negara kita menentukan waktu 30 hari setelah ada persetujuan. Namun jika presiden tak menandatangani menjadi undang-undang, RUU itu tetap menjadi undang-undang yang akan diberlakukan.

“Desakan untuk membuat perppu peraturan pemerintah pengganti undang-undang] juga sah-saja saja. Tapi, kalau itu dilakukan, nanti akan selalu seperti itu. Kebijakan yang telah diambil presiden karena ada desakan kemudian jadi berubah haluan,” ungkapnya.

Menurut dia, salah satu poin yang menjadi kontroversial di tengah masyarakat adalah pasal penghinaan kepada presiden. “Itu kan memang harus dikomunikasikan dan dijelaskan. Rumusannya harus jelas, jangan menimbulkan multitafsir. Ini kan yang dimaksud sebagai penghinaan presiden secara pribadi. Karena, setiap orang, siapa pun dia, tanpa melihat latar belakang kedudukannya harus tetap dijamin hak-haknya, harkat dan martabatnya harus dilindungi, terlebih presiden,” ucapnya.

Sebagai guru besar tata negara, Fauzan menilai RKUHP yang berisi 600-an pasal itu tidak semuanya jelek. “Ini untuk menyesuaikan dengan hukum yang tumbuh berkembang di masyarakat. Karena harus diingat, KUHP yang sekarang ini kan dibuat lebih dari 100 tahun lalu, yang pastinya itu akan dipengaruhi oleh kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Nilai-nilai yang dibawa tentunya juga nilai-nilai penguasa di sana,” katanya.

Ketua DPR Bambang Soesatyo sebelumnya menyatakan pihaknya akan mengkaji kembali setiap pasal bermasalah. Selain itu, DPR akan menggencarkan sosialisasi agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahpahaman di masyarakat.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4241 seconds (0.1#10.140)