DPR Harus Atur Pemerintah Terkait Regulasi Pemindahan Ibu Kota
A
A
A
JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Pemindahan Ibu Kota masih melanjutkan pembahasan dengan pemerintah, sebelum mengeluarkan rekomendasi untuk pindah ibu kota.
Pembahasan dilakukan bersama PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ATR/BPN dan Gubernur DKI Jakarta.
Rapat dilanjutkan dengan Kapolri, Panglima TNI, Menteri PAN/RB, Menkumham, dan Menteri Pertahanan. Hasil rekomendasi Pansus nantinya akan disampaikan dalam rapat paripurna terakhir, 30 September 2019 mendatang.
Setelah itu, lanjutan pembahasan akan dilakukan DPR periode berikutnya untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemindahan Ibu Kota dan RUU terkait lainnya.
Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo mengatakan, dalam pembahasan RUU Pemindahan Ibu Kota mendatang, DPR bersama pemerintah harus memasukkan pasal kunci yakni pemerintahan periode selanjutnya harus memiliki komitmen untuk melanjutkan program pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
"Itu harus jadi pasal gembok atau pasal kunci karena kita harus belajar dari yang sudah-sudah bahwa banyak program besar yang dilakukan pemerintahan rezim sebelumnya, tidak dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya," paparnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (26/9/2019).
Politikus Partai Golkar ini mencontohkan proyek wisma atlet di Hambalang peninggalan rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akhirnya mangkrak. "Memang proyek Hambalang itu kebetulan terkena proses hukum, tapi harusnya itu dikesampingkan sehingga pembangunannya bisa dilanjutkan," tuturnya.
Contoh lainnya adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang merupakan peninggalan rezim Orde Baru, menurut Firman, saat ini kondisinya kurang mendapat perhatian pemerintah pusat. "Padahal itu kan ada budaya yang luar biasa terkait Indonesia," paparnya.
Karena itu, dalam pembahasan RUU Pemindahan Ibu Kota mendatang, harus diatur bahwa karena ini menjadi kebijakan kepala negara yang sifatnya tingkat nasional maka hukumnya wajib bagi presiden yang akan datang untuk melanjutkannya.
"Kalau itu tidak diatur maka bahaya. Harus ada komitmen untuk melangsungkannya. Kalau tidak itu hanya akan menghambur-hamburkan anggaran saja," paparnya.
Pembahasan dilakukan bersama PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ATR/BPN dan Gubernur DKI Jakarta.
Rapat dilanjutkan dengan Kapolri, Panglima TNI, Menteri PAN/RB, Menkumham, dan Menteri Pertahanan. Hasil rekomendasi Pansus nantinya akan disampaikan dalam rapat paripurna terakhir, 30 September 2019 mendatang.
Setelah itu, lanjutan pembahasan akan dilakukan DPR periode berikutnya untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemindahan Ibu Kota dan RUU terkait lainnya.
Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo mengatakan, dalam pembahasan RUU Pemindahan Ibu Kota mendatang, DPR bersama pemerintah harus memasukkan pasal kunci yakni pemerintahan periode selanjutnya harus memiliki komitmen untuk melanjutkan program pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
"Itu harus jadi pasal gembok atau pasal kunci karena kita harus belajar dari yang sudah-sudah bahwa banyak program besar yang dilakukan pemerintahan rezim sebelumnya, tidak dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya," paparnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (26/9/2019).
Politikus Partai Golkar ini mencontohkan proyek wisma atlet di Hambalang peninggalan rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akhirnya mangkrak. "Memang proyek Hambalang itu kebetulan terkena proses hukum, tapi harusnya itu dikesampingkan sehingga pembangunannya bisa dilanjutkan," tuturnya.
Contoh lainnya adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang merupakan peninggalan rezim Orde Baru, menurut Firman, saat ini kondisinya kurang mendapat perhatian pemerintah pusat. "Padahal itu kan ada budaya yang luar biasa terkait Indonesia," paparnya.
Karena itu, dalam pembahasan RUU Pemindahan Ibu Kota mendatang, harus diatur bahwa karena ini menjadi kebijakan kepala negara yang sifatnya tingkat nasional maka hukumnya wajib bagi presiden yang akan datang untuk melanjutkannya.
"Kalau itu tidak diatur maka bahaya. Harus ada komitmen untuk melangsungkannya. Kalau tidak itu hanya akan menghambur-hamburkan anggaran saja," paparnya.
(maf)