Dewan Pers: RUU KUHP Belenggu Kebebasan Wartawan

Sabtu, 21 September 2019 - 18:49 WIB
Dewan Pers: RUU KUHP...
Dewan Pers: RUU KUHP Belenggu Kebebasan Wartawan
A A A
JAKARTA - Dewan Pers menyatakan sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) membelenggu kebebasan wartawan dalam proses kerjanya. Anggota Dewan Pers, Agung Darmajaya menyoroti sejumlah pasal yang bersifat kontraproduktif atau pasal karet.

"Saya menegaskan ada beberapa catatan di mana itu kontraproduktif, pasal karet. Ketika sekarang muncul persoalan masuk KUHP artinya bicara kebebasan pers menyampaikan gagasan pendapat di satu sisi terbelenggu pidana, artinya tumpang-tindih," ujarnya dalam diskusi Polemik MNC Trijaya Network bertajuk ‘Mengapa RKUHP Ditunda?’ di D'consulate, Menteng, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).

Dia meminta para stakeholder pembahasan RUU KUHP tidak tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menurutnya, terjadi persoalan dalam sebuah pemberitaan harus diselesaikan dengan UU Pers bukan pidana.

Dia juga menguraikan beberapa pasal karet seperti Pasal Penghinaan Presiden yang mengancam hak berpendapat pers dimana terminologi penghinaan tidak jelas karena bisa ditafsirkan secara sembarang.

"Menghina itu seperti apa sih? Kalau namanya pejabat publik, tidak perlu sekelas presiden, Anda dikritik ya itu risikonya, kecuali masuk ke ranah pribadi," katanya.

Agung juga mengatakan perlunya DPR RI memberikan literasi serta edukasi kepada masyarakat soal produk hukum yang ingin diputuskannya. "Ini menjadi persoalan, semoga produk yang akan dan sedang (berjalan), tidak hanya disampaikan informasinya. Tetapi juga ada literasi dan edukasinya sehingga orang paham tidak terjebak di akhir cerita suka dan tidak suka," jelasnya.

Dia juga berharap selama masa penundaan RUU KUHP, semua pihak aktif mencari solusi dari pasal-pasal yang dianggap krusial. "Ini bukan persoalan menang kalah jadi jangan diartikan. Ini produk kita bersama, karena ketika KUHP ini diketok, maka semua yang menjadi objek di situ, masuk dalam kesepahaman," katanya.

Hal berbeda diungkapkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta, Slamet Pribadi yang menilai presiden harus dilindungi harkat dan martabatnya sehingga diperlukan pasal dalam RUU KUHP terkait penghinaan terhadap presiden.

Dia menilai, harus dibedakan antara mengkritik dan menghina presiden sehingga ketika mengkritik presiden tidak perlu dipidana. "Harus ada perlindungan ketika sudah menyerang pribadi presiden. Jangan sampai presiden jatuh martabatnya karena dihina," ucapnya dalam diskusi yang sama.

Menurutnya, siapa pun boleh mengkritik, mengajukan usulan, dan marah pada kebijakan presiden namun tidak boleh menghina presiden.
(kri)
Berita Terkait
Kritik Pengesahan UU...
Kritik Pengesahan UU KUHP, Dewan Pers: Demokrasi Sedang Terancam
KUHP Tak Berlaku bagi...
KUHP Tak Berlaku bagi Kemerdekaan Pers
Surati Presiden Jokowi,...
Surati Presiden Jokowi, Dewan Pers Minta Pengesahan RKUHP Ditunda
Dewan Pers Sebut KUHP...
Dewan Pers Sebut KUHP Baru Berpotensi Kriminalisasi Jurnalis
Dewan Pers Sebut UU...
Dewan Pers Sebut UU Pers Tak Bertentangan dengan Kemerdekaan Pers
Konstituen Dewan Pers...
Konstituen Dewan Pers Nilai Gugatan UU Pers Bisa Ciderai Kemerdekaan Pers
Berita Terkini
Riwayat Kepangkatan...
Riwayat Kepangkatan Irjen Nanang Avianto yang Kuasai Bidang Reserse, Lantas, dan Propam
26 menit yang lalu
SPMB: Kebijakan Keberpihakan
SPMB: Kebijakan Keberpihakan
35 menit yang lalu
Kompolnas Pastikan Sidang...
Kompolnas Pastikan Sidang Etik Bakal Pecat Eks Kapolres Ngada
1 jam yang lalu
6 Pati TNI Dimutasi...
6 Pati TNI Dimutasi Jadi Staf Khusus KSAD Jenderal Maruli pada Mutasi TNI Maret 2025
3 jam yang lalu
Mutasi TNI Terbaru,...
Mutasi TNI Terbaru, Jenderal Agus Subiyanto Geser 3 Pati TNI AU Jadi Staf Khusus KSAU
4 jam yang lalu
Urun Rembug Tentang...
Urun Rembug Tentang Revisi UU TNI
4 jam yang lalu
Infografis
Rekam Polisi Dianggap...
Rekam Polisi Dianggap Tindak Kejahatan di RUU Baru Prancis
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved