PBNU: Selamat Tinggal KUHP Warisan Belanda

Kamis, 19 September 2019 - 16:09 WIB
PBNU: Selamat Tinggal KUHP Warisan Belanda
PBNU: Selamat Tinggal KUHP Warisan Belanda
A A A
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyambut baik rencana pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) oleh DPR.

Menurut PBNU, bangsa Indonesia patut bersyukur dengan rencana pengesahan RUU KUHP.

"Saya ucapkan selamat datang KUHP Indonesia dan sayonara (selamat tinggal-red) KUHP warisan Belanda. KUHP yang secara politik hukum tidak mengabadi kepada tujuan nasional (dan merupakan tameng kekuasaan," kata Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan PBNU Robikin Emhas dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (19/9/2019).

Dia mengatakan, konsep penggantian KUHP sudah dirancang sejak tahun 1968. Meskipun RUU KUHP yang akan disahkan ini dirasa masih terdapat kekurangan, namun jauh lebih baik dibanding KUHP kolonial yang berlaku saat ini. (Baca Juga: KUHP Direvisi, Delik Aduan Zina dan Kumpul Kebo Diperluas)

Menurut dia, RUU KUHP ini lahir dari rahim bumi Nusantara. Ruhnya bersumber dari nilai Ketuhanan YME sebagaimana sila Pancasila. Itulah mengapa perzinahan tidak diredusir maknanya.

"Kalau sebelumnya, zina hanya didefinisikan sebagai hubungan badan laki-laki dan perempuan yang salah satu atau kedua-duanya terikat pernikahan, maka dalam KUHP yang lahir dari rahim bumi pertiwi ini pengertian zina senapas dengan nilai agama yang dianut masyarakat Indonesia," katanya.

Dia juga berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) juga dapat segera diselesaikan dan selanjutnya disahkan dalam paripurna DPR September ini.

"Tidak ada yang sempurna dalam hidup. Menghindarkan kemudharatan lebih luas dan mengambil pilihan lebih baik dari yang ada pada situasinya adalah hal yang baik," katanya.

Terhadap RUU KUHP dan RUU PKS, Robikin berpendapat apabila masih terdapat ayat atau pasal tertentu yang menganjal maka disempurnakan melalui mekanisme konstitusional, yakni review melalui gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan tafsir konstitusional
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6712 seconds (0.1#10.140)