Syarat dan Kriteria Dewan Pengawas KPK Harus Diperketat
A
A
A
JAKARTA - DPR dan Pemerintah telah mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi UU.
Masing-masing fraksi pun telah menyampaikan pendapatnya, khususnya menyangkut komposisi Dewan Pengawas KPK yang diputuskan berjumlah lima orang.
Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menuturkan, beberapa tugas dan kewenangan Dewan Pengawas KPK telah disepakati antara lain, pertama, memberikan izin dan atau tidak izin penyadapan, penggeledahan dan atau penyitaan.
Kedua lanjut dia, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Ketiga, dewan pengawas juga diharuskan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam setahun. Keempat, menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
"Agar terhindar dari jerat lubang yang sama keluar dari mulut cicak masuk ke mulut buaya. Dewan pengawas tentu harus diisi oleh orang yang punya kapabilitas, berintegritas, serta akseptabilitas," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Rabu (18/9/2019).
Dia menambahkan, penting pula bagi anggota Dewan Pengawas tidak ada rekam jejak yang mengkhawatirkan. Bisa saja para mantan pimpinan KPK mengisi pos tersebut, tapi juga harus diberi kesempatan figur negarawan yang telah dikenal dan diakui publik.
Sehingga menurut Sulthan, kriteria dan syarat Dewan Pengawas harus diperketat. Selain itu kata Sulthan, terkait proses pengisian anggota Dewan Pengawas KPK tidak memberikan begitu saja menjadi kewenangan Presiden tanpa memberikan ruang check and balance.
"Lebih baik modelnya masing-masing lembaga tinggi negara memberikan satu nama untuk ditetapkan menjadi dewan pengawas KPK," kata Alumni UIN Jakarta ini.
"Misalnya dari Mahkamah Konstitusi satu nama, Mahkamah Agung satu nama, Presiden satu nama, DPR satu nama, dan DPD satu nama . Saya pikir model begini layak diimplementasikan," pungkas dia.
Masing-masing fraksi pun telah menyampaikan pendapatnya, khususnya menyangkut komposisi Dewan Pengawas KPK yang diputuskan berjumlah lima orang.
Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menuturkan, beberapa tugas dan kewenangan Dewan Pengawas KPK telah disepakati antara lain, pertama, memberikan izin dan atau tidak izin penyadapan, penggeledahan dan atau penyitaan.
Kedua lanjut dia, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Ketiga, dewan pengawas juga diharuskan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam setahun. Keempat, menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
"Agar terhindar dari jerat lubang yang sama keluar dari mulut cicak masuk ke mulut buaya. Dewan pengawas tentu harus diisi oleh orang yang punya kapabilitas, berintegritas, serta akseptabilitas," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Rabu (18/9/2019).
Dia menambahkan, penting pula bagi anggota Dewan Pengawas tidak ada rekam jejak yang mengkhawatirkan. Bisa saja para mantan pimpinan KPK mengisi pos tersebut, tapi juga harus diberi kesempatan figur negarawan yang telah dikenal dan diakui publik.
Sehingga menurut Sulthan, kriteria dan syarat Dewan Pengawas harus diperketat. Selain itu kata Sulthan, terkait proses pengisian anggota Dewan Pengawas KPK tidak memberikan begitu saja menjadi kewenangan Presiden tanpa memberikan ruang check and balance.
"Lebih baik modelnya masing-masing lembaga tinggi negara memberikan satu nama untuk ditetapkan menjadi dewan pengawas KPK," kata Alumni UIN Jakarta ini.
"Misalnya dari Mahkamah Konstitusi satu nama, Mahkamah Agung satu nama, Presiden satu nama, DPR satu nama, dan DPD satu nama . Saya pikir model begini layak diimplementasikan," pungkas dia.
(maf)