DPR Kritisi Kebijakan Blokir Internet Saat Kejadian Krusial
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Hanafi Rais kritisi kebijakan pemblokiran data internet ketika menghadapi isu-isu krusial. Dia menilai hal itu jangan sampai dijadikan hobi, karena akan sangat merugikan citra pemerintah di mata masyarakat bahkan dunia.
Hal ini dinyatakan Hanafi dalam Rapat Kerja membahas penyesuaian Rencana Kinerja Anggaran 2020 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Gedung DPR Jakarta, Senin (16/9/2019).
Dia pun mempertanyakan fungsi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Penyiaran Publik (Ditjen IKP) Kominfo sebagai pembangun narasi pemerintah.
"Kalau jadi hobi blokir internet itu saya khawatir justru seolah-olah sebenarnya sama saja dengan mengakui bahwa fungsi Kominfo terutama yang urusannya dengan IKP itu terlihat gagal membangun narasinya sendiri. Sehingga karena tidak kuat meng-counter narasi-narasi yang anti, lantas kemudian kewalahan dan sudahlah blokir saja," kata Hanafi.
Menurutnya, apabila hal seperti ini terus berlanjut, fungsi Kominfo dianggap tak ada beda seperti penegak hukum lainnya. Seharusnya Ditjen IKP harus menerapkan fungsi Government Public Relation (GPR) atau sebagai pembuat narasi kebangsaan yang mensosialisasikan kinerja maupun program pemerintah.
"Kominfo ini tidak lagi menjalankan tugas IKP-nya, tetapi lama-lama sudah mendekati seperti menjadi penegak hukum. Hampir seperti itu. Jadi supaya tidak memakan, istilahnya apa yang menjadi mandatnya untuk menjalankan informasi dan komunikasi publik sesuai tupoksinya, tentu jangan sampai berlanjut menjadi hobi," ungkapnya.
Politisi PAN tersebut mengatakan penekanan fungsi GPR akan menjadi tantangan bagi Direktur Jenderal IKP yang baru. Sebab di era post-truth society di mana masyarakat lebih percaya dengan kebenaran yang mereka ciptakan sendiri, dan bukan merupakan pekerjaan mudah.
"Ada outcome yang lebih efektif sebagai sektor yang nge-lead soal narasi pemerintah tentu akan jadi ukuran yang sangat penting," tandasnya.
Hal ini dinyatakan Hanafi dalam Rapat Kerja membahas penyesuaian Rencana Kinerja Anggaran 2020 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Gedung DPR Jakarta, Senin (16/9/2019).
Dia pun mempertanyakan fungsi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Penyiaran Publik (Ditjen IKP) Kominfo sebagai pembangun narasi pemerintah.
"Kalau jadi hobi blokir internet itu saya khawatir justru seolah-olah sebenarnya sama saja dengan mengakui bahwa fungsi Kominfo terutama yang urusannya dengan IKP itu terlihat gagal membangun narasinya sendiri. Sehingga karena tidak kuat meng-counter narasi-narasi yang anti, lantas kemudian kewalahan dan sudahlah blokir saja," kata Hanafi.
Menurutnya, apabila hal seperti ini terus berlanjut, fungsi Kominfo dianggap tak ada beda seperti penegak hukum lainnya. Seharusnya Ditjen IKP harus menerapkan fungsi Government Public Relation (GPR) atau sebagai pembuat narasi kebangsaan yang mensosialisasikan kinerja maupun program pemerintah.
"Kominfo ini tidak lagi menjalankan tugas IKP-nya, tetapi lama-lama sudah mendekati seperti menjadi penegak hukum. Hampir seperti itu. Jadi supaya tidak memakan, istilahnya apa yang menjadi mandatnya untuk menjalankan informasi dan komunikasi publik sesuai tupoksinya, tentu jangan sampai berlanjut menjadi hobi," ungkapnya.
Politisi PAN tersebut mengatakan penekanan fungsi GPR akan menjadi tantangan bagi Direktur Jenderal IKP yang baru. Sebab di era post-truth society di mana masyarakat lebih percaya dengan kebenaran yang mereka ciptakan sendiri, dan bukan merupakan pekerjaan mudah.
"Ada outcome yang lebih efektif sebagai sektor yang nge-lead soal narasi pemerintah tentu akan jadi ukuran yang sangat penting," tandasnya.
(maf)