MUI Apresiasi Mendag Revisi Permen Halal Daging Impor
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan. Revisi tersebut dilakukan guna mengakomodasi masuknya satu pasal tambahan terkait pemenuhan kewajiban persyaratan halal bagi produk hewan impor yang dimasukkan ke dalam negeri.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemangku kepentingan lainnya mengapresiasi perubahan ini. Apa yang dilakukan Mendag Enggartiasto dan jajarannya menegaskan peraturan agar tak multitafsir adalah hal baik. Perubahan itu dinilai perlu dilakukan meski sudah merujuk ke Permentan yang menyatakan persoalan wajib halal.
"Tentu akan lebih bagus Permendag direvisi dengan melihat sosial dan budaya orang Indonesia, menginginkan konsumsi daging yang halal. Budaya di Indonesia, produk terutama makanan yang tidak disertai dengan logo halal, dirasa tidak jelas kehalalannya. Sebagai konsumen muslim tentu tidak mau membeli," ujar Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia dan Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat Lukmanul Hakim, Senin (16/9/2019).
Ia mengatakan, Permendag yang tidak mensyaratkan halal memang bisa menimbulkan multi tafsir atau penafsiran ganda. Meskipun sebelum diberi izin impor, sudah ada syarat halal di rekomendasi impor Kementerian Pertanian.
Lukmanul pun menyarankan Kemendag memasukkan secara eksplisit syarat halal dalam impor hewan dan produk turunannya dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan itu.
"Pandangan kami di MUI, peraturan itu tidak berdiri sendiri, memang benar izin prinsip dari Kementan terkait impor produk hewan dan turunannya harus aman, sehat, utuh dan halal, atau konsep ASUH. Sehingga Permendag harus juga sejalan dengan itu, lebih banyak manfaatnya lah daripada mudharat kalau ditegaskan unsur halal di situ," jelasnya.
Mendag Enggartiasto Lukita menegaskan bukan berarti produk-produk hewan tanpa label halal bisa tembus masuk ke pasar Tanah Air. Ketentuan halal sudah diatur di Peraturan Menteri Pertanian.
Dalam proses pemberian rekomendasi, Kementerian Pertanian akan memastikan produk yang akan didatangkan dari luar negeri sudah memiliki sertifikat halal. Enggar menjelaskan, Kemendag telah mengoreksi peraturan tersebut, yaitu dengan menambah poin persyaratan dan rekomendasi dari Kementan yang mewajibkan halal.
"Ini untuk penegasan. Kami akan memasukkan pasal terkait persyaratan halal untuk produk hewan di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019," ujar Menteri Enggartiasto, Senin.
Sementara, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana di lain kesempatan mengatakan, terjadi simpang-siur di publik yang mengira aturan ini tak mewajibkan impor hewan dan produk hewan tak wajib berlabel halal.
Kesimpangsiuran tersebut karena membandingkan aturan baru tersebut dengan Permendag Nomor 59 Tahun 2016. Di Permendag ini diatur kewajiban label halal. Tapi ada kesalahan tafsir dimana yang diatur di Permendag 59 adalah peredarannya di dalam negeri bukan saat produk masuk ke Indonesia.
Dia menjelaskan, Permentan ini mewajibkan ketentuan halal. Artinya, sebenarnya tak ada perbedaan pada kedua aturan tersebut. Intinya label halal tidak dihilangkan.
"Menjadi ramai karena ada teman-teman yang bandingkan Permendag 59/2016, disandingkan lah. Di sini memang ada satu pasal yang pasal 16. Padahal pasal ini hanya mengatur pada saat diperdagangkan di wilayah Indonesia. Jadi bukan pada saat pemasukan," kata dia.
Penegasan akan merubah peraturan tersebut juga disampaikan cendekiawan Muslim Didin Hafidhuddin. Dia mengatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada rakyat. Termasuk memberikan jaminan atas makanan ada dan beredar di pasaran adalah halal untuk dikonsumsi oleh umat Muslim, sebagai penduduk mayoritas di Indonesia.
"Karena mayoritas kita umat Islam dan makanan merupakan faktor penting, dan kita diperintahka oleh agama kita memenuhi dua kriteria halalan toyiban, maka label halal itu sebuah keniscayaan ubtuk menkindungi konsumen dari makanan-makanan tidak halal," ujarnya.
Revisi Permendag 29 Tahun 2019 dinilainya sebagai penegasan perlindungan komprehensif dari pemerintah terhadap keperluan umat.
Di kesempatan lain, anggota Komisi VI DPR Abdul Aziz mengakui Permendag itu memang harus direvisi. "UU produk halal kan sudah menjamin itu apapun untuk dikonsumsi ada produk halal. Kalau Permennya harus sesuai dengan undang-undang," katanya.
Abdul Aziz pun mengapresiasi langkah Mendag yang segera merevisi Permendag tesebut. Selain itu, dia meminta Dirjen Daglu untuk memperhatikan izin impor makanan yang lama.
"Oh iya bagus (revisi) karena itu segera dilakukan yang pertama. Kedua, saya minta Dirjen Daglu agar, izin impor makanan yang lama itu diperhatikan ulang. Kan khawatirkan, dengan peraturan yang lama itu sudah ada izin impor untuk segera dibatalkan," ucapnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemangku kepentingan lainnya mengapresiasi perubahan ini. Apa yang dilakukan Mendag Enggartiasto dan jajarannya menegaskan peraturan agar tak multitafsir adalah hal baik. Perubahan itu dinilai perlu dilakukan meski sudah merujuk ke Permentan yang menyatakan persoalan wajib halal.
"Tentu akan lebih bagus Permendag direvisi dengan melihat sosial dan budaya orang Indonesia, menginginkan konsumsi daging yang halal. Budaya di Indonesia, produk terutama makanan yang tidak disertai dengan logo halal, dirasa tidak jelas kehalalannya. Sebagai konsumen muslim tentu tidak mau membeli," ujar Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia dan Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat Lukmanul Hakim, Senin (16/9/2019).
Ia mengatakan, Permendag yang tidak mensyaratkan halal memang bisa menimbulkan multi tafsir atau penafsiran ganda. Meskipun sebelum diberi izin impor, sudah ada syarat halal di rekomendasi impor Kementerian Pertanian.
Lukmanul pun menyarankan Kemendag memasukkan secara eksplisit syarat halal dalam impor hewan dan produk turunannya dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan itu.
"Pandangan kami di MUI, peraturan itu tidak berdiri sendiri, memang benar izin prinsip dari Kementan terkait impor produk hewan dan turunannya harus aman, sehat, utuh dan halal, atau konsep ASUH. Sehingga Permendag harus juga sejalan dengan itu, lebih banyak manfaatnya lah daripada mudharat kalau ditegaskan unsur halal di situ," jelasnya.
Mendag Enggartiasto Lukita menegaskan bukan berarti produk-produk hewan tanpa label halal bisa tembus masuk ke pasar Tanah Air. Ketentuan halal sudah diatur di Peraturan Menteri Pertanian.
Dalam proses pemberian rekomendasi, Kementerian Pertanian akan memastikan produk yang akan didatangkan dari luar negeri sudah memiliki sertifikat halal. Enggar menjelaskan, Kemendag telah mengoreksi peraturan tersebut, yaitu dengan menambah poin persyaratan dan rekomendasi dari Kementan yang mewajibkan halal.
"Ini untuk penegasan. Kami akan memasukkan pasal terkait persyaratan halal untuk produk hewan di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019," ujar Menteri Enggartiasto, Senin.
Sementara, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana di lain kesempatan mengatakan, terjadi simpang-siur di publik yang mengira aturan ini tak mewajibkan impor hewan dan produk hewan tak wajib berlabel halal.
Kesimpangsiuran tersebut karena membandingkan aturan baru tersebut dengan Permendag Nomor 59 Tahun 2016. Di Permendag ini diatur kewajiban label halal. Tapi ada kesalahan tafsir dimana yang diatur di Permendag 59 adalah peredarannya di dalam negeri bukan saat produk masuk ke Indonesia.
Dia menjelaskan, Permentan ini mewajibkan ketentuan halal. Artinya, sebenarnya tak ada perbedaan pada kedua aturan tersebut. Intinya label halal tidak dihilangkan.
"Menjadi ramai karena ada teman-teman yang bandingkan Permendag 59/2016, disandingkan lah. Di sini memang ada satu pasal yang pasal 16. Padahal pasal ini hanya mengatur pada saat diperdagangkan di wilayah Indonesia. Jadi bukan pada saat pemasukan," kata dia.
Penegasan akan merubah peraturan tersebut juga disampaikan cendekiawan Muslim Didin Hafidhuddin. Dia mengatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada rakyat. Termasuk memberikan jaminan atas makanan ada dan beredar di pasaran adalah halal untuk dikonsumsi oleh umat Muslim, sebagai penduduk mayoritas di Indonesia.
"Karena mayoritas kita umat Islam dan makanan merupakan faktor penting, dan kita diperintahka oleh agama kita memenuhi dua kriteria halalan toyiban, maka label halal itu sebuah keniscayaan ubtuk menkindungi konsumen dari makanan-makanan tidak halal," ujarnya.
Revisi Permendag 29 Tahun 2019 dinilainya sebagai penegasan perlindungan komprehensif dari pemerintah terhadap keperluan umat.
Di kesempatan lain, anggota Komisi VI DPR Abdul Aziz mengakui Permendag itu memang harus direvisi. "UU produk halal kan sudah menjamin itu apapun untuk dikonsumsi ada produk halal. Kalau Permennya harus sesuai dengan undang-undang," katanya.
Abdul Aziz pun mengapresiasi langkah Mendag yang segera merevisi Permendag tesebut. Selain itu, dia meminta Dirjen Daglu untuk memperhatikan izin impor makanan yang lama.
"Oh iya bagus (revisi) karena itu segera dilakukan yang pertama. Kedua, saya minta Dirjen Daglu agar, izin impor makanan yang lama itu diperhatikan ulang. Kan khawatirkan, dengan peraturan yang lama itu sudah ada izin impor untuk segera dibatalkan," ucapnya.
(kri)