Penolakan Wadah Pegawai terhadap Revisi UU KPK Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Penolakan Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terus memantik opini beragam. Ada yang pro dan kontra.
Pihak yang kontra heran dengan sikap WP KPK tersebut. “Saya tidak habis pikir teman-teman WP KPK itu. Kenapa kok sepertinya ada ketakutan yang luar biasa,” kata Pakar Hukum dari Universitas Borobudur, Faisal Santiago kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Padahal, kata dia, UUD 1945 saja sudah empat kali dilakukan amandemen. Sehingga bukan sesuatu yang berlebihan jika ada revisi UU KPK.
“Orang malah jadi curiga dengan takutnya itu, jangan-jangan ada apa? Kalau saya melihatnya begitu. Karena, 17 tahun lalu dengan 17 tahun sekarang kan berbeda. Penanganannya, bukan semakin banyak yang ditangkap itu berhasil. Tetapi, bagaimana melakukan pencegahan,” ujar Guru Besar Hukum Universitas Borobudur ini.
Selain itu, Faisal menyebut pengembalian uang kepada negara harusnya signifikan. Ternyata sekarang uang yang dikembalikan KPK ke negara lebih kecil dari uang yang dikembalikan kepolisian dan kejaksaan. Jadi, perlu direvisi UU KPK.
“Tentu dengan adanya revisi UU KPK, saya melihat dari segi positifnya saja. Kalau kita merevisi tujuannya adalah untuk kebaikan, tidak mungkin kita merevisi tujuannya itu untuk menjelekkan,” jelasnya.
Kemudian selama ini KPK tidak ada pengawasnya. Maka sangat wajar usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK. Sebab aneh sekali suatu lembaga tidak ada yang mengawasi. Padahal, presiden, polisi, jaksa dan hakim ada pengawasnya.
“Kok ini tidak ada pengawas KPK. Perlu juga dibentuk dewan pengawas yang anggotanya saya pikir tidak harus dari polisi atau orang-orang yang berkepentingan tapi benar-benar orang yang bersih dan berpikirnya untuk kemajuan bangsa,” katanya.
Pihak yang kontra heran dengan sikap WP KPK tersebut. “Saya tidak habis pikir teman-teman WP KPK itu. Kenapa kok sepertinya ada ketakutan yang luar biasa,” kata Pakar Hukum dari Universitas Borobudur, Faisal Santiago kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Padahal, kata dia, UUD 1945 saja sudah empat kali dilakukan amandemen. Sehingga bukan sesuatu yang berlebihan jika ada revisi UU KPK.
“Orang malah jadi curiga dengan takutnya itu, jangan-jangan ada apa? Kalau saya melihatnya begitu. Karena, 17 tahun lalu dengan 17 tahun sekarang kan berbeda. Penanganannya, bukan semakin banyak yang ditangkap itu berhasil. Tetapi, bagaimana melakukan pencegahan,” ujar Guru Besar Hukum Universitas Borobudur ini.
Selain itu, Faisal menyebut pengembalian uang kepada negara harusnya signifikan. Ternyata sekarang uang yang dikembalikan KPK ke negara lebih kecil dari uang yang dikembalikan kepolisian dan kejaksaan. Jadi, perlu direvisi UU KPK.
“Tentu dengan adanya revisi UU KPK, saya melihat dari segi positifnya saja. Kalau kita merevisi tujuannya adalah untuk kebaikan, tidak mungkin kita merevisi tujuannya itu untuk menjelekkan,” jelasnya.
Kemudian selama ini KPK tidak ada pengawasnya. Maka sangat wajar usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK. Sebab aneh sekali suatu lembaga tidak ada yang mengawasi. Padahal, presiden, polisi, jaksa dan hakim ada pengawasnya.
“Kok ini tidak ada pengawas KPK. Perlu juga dibentuk dewan pengawas yang anggotanya saya pikir tidak harus dari polisi atau orang-orang yang berkepentingan tapi benar-benar orang yang bersih dan berpikirnya untuk kemajuan bangsa,” katanya.
(poe)