Capim KPK Nurul Ghufron Sebut SP3 Adalah Mekanisme yang Alami
A
A
A
JAKARTA - Sepuluh calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membuat makalah masing-masing di Ruang Rapat Komisi III DPR tadi. Tak terkecuali, Nurul Ghufron.
Dosen Universitas Jember yang menjadi salah satu Capim KPK ini mendapat tugas untuk membuat makalah dengan topik Kewenangan Pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagai Bentuk Perwujudan Asas Keseimbangan, Profesionalisme, Keadilan, dan Kepastian Hukum dalam Penegakan Hukum.
"Makalah saya menyampaikan bahwa penghentian penyidikan itu adalah mekanisme yang alami, dalam sebuah sistem itu tidak mesti setiap penyidikan akan berakhir dan menghasilkan berkas perkara berupa tuntutan dan pemeriksaan di sidang," ujar Nurul Ghufron hendak meninggalkan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Dia pun memberikan contoh, apa yang dikonsumsi manusia tidak selalu menghasilkan daging atau energi. "Tapi ada juga yang menghasilkan sampah yang perlu dibuang menjadi kotoran," katanya.
Begitu juga, kata dia, peradilan pidana yang tidak selalu menghasilkan sebuah kasus. "Sehingga di hadapan kami SP3 atau penghentian penyidikan itu adalah sistem yang niscaya, karena sistem peradilan pidana kita adalah sistem yang berbasis Pancasila, yang religus," katanya.
Kemudian, kata dia, kebenaran hanya milik Tuhan. "Maka manusia adalah makhluk ada salahnya sehingga begitu pun penyidikan, tidak semuanya menghasilkan kebenaran, maka untuk hal hal yang bersifat kesalahan memungkinkan perlu dihentikan," ujarnya.
Dia pun memberikan contoh jika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak cukup bukti, status tersangkanya tidak bisa dicabut sampai akhir hayat. "Maka menurut saya penghentian penyidikan adalah hal yang alami, sesuai dengan landasan hukum negara kita yang berlandaskan Pancasila," tuturnya.
Diketahui, salah satu poin krusial dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) adalah terkait SP3. Dalam draf revisi UU itu, KPK disebut berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun.
Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.
Dosen Universitas Jember yang menjadi salah satu Capim KPK ini mendapat tugas untuk membuat makalah dengan topik Kewenangan Pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagai Bentuk Perwujudan Asas Keseimbangan, Profesionalisme, Keadilan, dan Kepastian Hukum dalam Penegakan Hukum.
"Makalah saya menyampaikan bahwa penghentian penyidikan itu adalah mekanisme yang alami, dalam sebuah sistem itu tidak mesti setiap penyidikan akan berakhir dan menghasilkan berkas perkara berupa tuntutan dan pemeriksaan di sidang," ujar Nurul Ghufron hendak meninggalkan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Dia pun memberikan contoh, apa yang dikonsumsi manusia tidak selalu menghasilkan daging atau energi. "Tapi ada juga yang menghasilkan sampah yang perlu dibuang menjadi kotoran," katanya.
Begitu juga, kata dia, peradilan pidana yang tidak selalu menghasilkan sebuah kasus. "Sehingga di hadapan kami SP3 atau penghentian penyidikan itu adalah sistem yang niscaya, karena sistem peradilan pidana kita adalah sistem yang berbasis Pancasila, yang religus," katanya.
Kemudian, kata dia, kebenaran hanya milik Tuhan. "Maka manusia adalah makhluk ada salahnya sehingga begitu pun penyidikan, tidak semuanya menghasilkan kebenaran, maka untuk hal hal yang bersifat kesalahan memungkinkan perlu dihentikan," ujarnya.
Dia pun memberikan contoh jika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak cukup bukti, status tersangkanya tidak bisa dicabut sampai akhir hayat. "Maka menurut saya penghentian penyidikan adalah hal yang alami, sesuai dengan landasan hukum negara kita yang berlandaskan Pancasila," tuturnya.
Diketahui, salah satu poin krusial dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) adalah terkait SP3. Dalam draf revisi UU itu, KPK disebut berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun.
Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.
(pur)