KJRI Jeddah Paksa Majikan Bayar Kompensasi Rp185 Juta ke ART yang Dianiaya
A
A
A
JEDDAH - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah memaksa seorang pengguna jasa (majikan) membayar kompensasi senilai 50 ribu riyal atau setara Rp185 juta kepada asisten rumah tangga (ART) berinisial SW.Kompensasi tersebut merupakan hasil kesepakatan setelah SW menyatakan bersedia memberikan pemaafan (tanazul) kepada keluarga majikan yang telah melakukan penganiayaan terhadapnya.
Selain itu, KJRI Jeddah juga berhasil memaksa majikan melunasi sisa gaji 12 bulan yang nilainya mencapai 12 ribu riyal atau setara Rp44,4 juta.
Keberadaan SW ditemukan KJRI atas informasi dari pihak kepolisian yang menyebutkan adanya seorang perempuan asal Indonesia dengan beberapa bekas luka pada beberapa bagian tubuhnya. Kepada polisi, dia mengaku melarikan diri dari majikannya.
“Kami memerintahkan tim petugas agar segera menjemput SW di kantor polisi,” ujar Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin.
Berbekal surat keterangan dari pihak kepolisian, Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah membawa SW ke rumah sakit untuk melakukan visum.
“Ini tindakan tidak berperikemanusiaan yang harus diproses secara hukum. Kami perintahkan agar kasus ini dikawal dan pelaku dibawa ke jalur hukum,” tegas Konjen Hery.
Konjen Hery menambahkan, KJRI Jedah saat ini sedang berkoordinasi dengan instansi berwenang di tanah air untuk melakukan upaya hukum terhdap pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap SW.
Kepada petugas, janda dua anak ini menuturkan dirinya dibawa majikan dari Abha ke Jeddah. Saat ada kesempatan, dia kabur dari rumah majikannya yang di Jeddah karena tidak tahan terhadap penyiksaaan oleh majikan laki dan perempuan dan beban kerja yang berlebihan.
“Waktu saya kabur saya ditolong oleh seseorang dan dibawa ke Kantor Polisi, lalu dijemput oleh pihak KJRI,” tutur perempuan asal Lombok Barat itu.
Menurut SW, tindakan kasar atas dirinya berawal dari majikan perempuan yang memergoki suaminya (majikan laki SW) tengah mencoba melakukan pelecehan seksual terhadap SW. Sejak itu, setiap melakukan kesalahan kecil, dia mengalami kekerasan fisik, mulai dari tamparan, cambukan dengan kabel hingga siraman air mendidih. Bahkan pernah, imbuh SW, dirinya dikasih makan dari sisa makanan di tong sampah.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), SW nekat berangkat ke Arab Saudi untuk bekerja meski ada larangan pengiriman TKI ke Kawasan Timur Tengah termasuk Arab Saudi. Namun demikian, SW mengaku tidak mengetahui adanya larangan tersebut. Dia berdalih keberangkatannya ke luar negeri untuk bekerja karena alasan ekonomi.
SW dipertemukan oleh temannya kepada seorang tekong berinisial LR yang berjanji akan membantunya mencarikan pekerjaan di Arab Saudi dan memberinya uang sebesar 3 juta rupiah. Namun, LR mewanti-wanti SW agar ketika ditanya petugas imigrasi saat membuat paspor, dia harus bilang dirinya akan berangkat kerja ke Malaysia.
Sekitar satu bulan menunggu di rumah, akhirnya perempuan kelahiran 1994 tersebut diantar oleh sopir LR pada 19 Desember 2017 untuk terbang ke Jakarta. Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, dia dijemput oleh LR dan pada hari yang sama dia diterbangkan ke Riyadh Arab Saudi. Dari Riyadh, SW langsung diberangkatkan menuju Abha, Ibu Kota Provinsi Asir yang berjarak sekitar 700 km dari KJRI Jeddah.
“Di Riyadh saya dijemput oleh orang Saudi. Saya tidak kenal. Terus saya diterbangkan lagi ke Abha. Setelah di Abha saya dijemput orang dan dibawa ke rumah majikan,” tutur SW kepada Mochamad Yusuf, Konsul Tenaga Kerja KJRI Jeddah.
Yusuf mengungkapkan, SW merupakan korban perdagangan manusia bermodus pekerjaan. Selama di Arab Saudi, SW berstatus ilegal karena tidak memiliki izin tinggal (iqamah). Dia diberangkatkan LR dengan visa ziarah (kunjungan) yang menurut aturan yang berlaku di Arab Saudi tidak bisa digunakan untuk bermukim.
Setelah menerima hak-haknya, SW dipulangkan ke tanah air Sabtu, 7 September 2019.
Hingga saat ini, KJRI Jeddah menangani berbagai kasus yang menimpa WNI/PMI, termasuk penganiaan dan gaji yang dikemplang pengguna jasa. Sepanjang Agustus, KJRI Jeddah telah berhasil memperjuangkan gaji PMI sebesar 500.838 SR (Saudi Riyal) atau sekitar 1,8 miliar lebih.
Selain itu, KJRI Jeddah juga berhasil memaksa majikan melunasi sisa gaji 12 bulan yang nilainya mencapai 12 ribu riyal atau setara Rp44,4 juta.
Keberadaan SW ditemukan KJRI atas informasi dari pihak kepolisian yang menyebutkan adanya seorang perempuan asal Indonesia dengan beberapa bekas luka pada beberapa bagian tubuhnya. Kepada polisi, dia mengaku melarikan diri dari majikannya.
“Kami memerintahkan tim petugas agar segera menjemput SW di kantor polisi,” ujar Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin.
Berbekal surat keterangan dari pihak kepolisian, Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah membawa SW ke rumah sakit untuk melakukan visum.
“Ini tindakan tidak berperikemanusiaan yang harus diproses secara hukum. Kami perintahkan agar kasus ini dikawal dan pelaku dibawa ke jalur hukum,” tegas Konjen Hery.
Konjen Hery menambahkan, KJRI Jedah saat ini sedang berkoordinasi dengan instansi berwenang di tanah air untuk melakukan upaya hukum terhdap pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap SW.
Kepada petugas, janda dua anak ini menuturkan dirinya dibawa majikan dari Abha ke Jeddah. Saat ada kesempatan, dia kabur dari rumah majikannya yang di Jeddah karena tidak tahan terhadap penyiksaaan oleh majikan laki dan perempuan dan beban kerja yang berlebihan.
“Waktu saya kabur saya ditolong oleh seseorang dan dibawa ke Kantor Polisi, lalu dijemput oleh pihak KJRI,” tutur perempuan asal Lombok Barat itu.
Menurut SW, tindakan kasar atas dirinya berawal dari majikan perempuan yang memergoki suaminya (majikan laki SW) tengah mencoba melakukan pelecehan seksual terhadap SW. Sejak itu, setiap melakukan kesalahan kecil, dia mengalami kekerasan fisik, mulai dari tamparan, cambukan dengan kabel hingga siraman air mendidih. Bahkan pernah, imbuh SW, dirinya dikasih makan dari sisa makanan di tong sampah.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), SW nekat berangkat ke Arab Saudi untuk bekerja meski ada larangan pengiriman TKI ke Kawasan Timur Tengah termasuk Arab Saudi. Namun demikian, SW mengaku tidak mengetahui adanya larangan tersebut. Dia berdalih keberangkatannya ke luar negeri untuk bekerja karena alasan ekonomi.
SW dipertemukan oleh temannya kepada seorang tekong berinisial LR yang berjanji akan membantunya mencarikan pekerjaan di Arab Saudi dan memberinya uang sebesar 3 juta rupiah. Namun, LR mewanti-wanti SW agar ketika ditanya petugas imigrasi saat membuat paspor, dia harus bilang dirinya akan berangkat kerja ke Malaysia.
Sekitar satu bulan menunggu di rumah, akhirnya perempuan kelahiran 1994 tersebut diantar oleh sopir LR pada 19 Desember 2017 untuk terbang ke Jakarta. Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, dia dijemput oleh LR dan pada hari yang sama dia diterbangkan ke Riyadh Arab Saudi. Dari Riyadh, SW langsung diberangkatkan menuju Abha, Ibu Kota Provinsi Asir yang berjarak sekitar 700 km dari KJRI Jeddah.
“Di Riyadh saya dijemput oleh orang Saudi. Saya tidak kenal. Terus saya diterbangkan lagi ke Abha. Setelah di Abha saya dijemput orang dan dibawa ke rumah majikan,” tutur SW kepada Mochamad Yusuf, Konsul Tenaga Kerja KJRI Jeddah.
Yusuf mengungkapkan, SW merupakan korban perdagangan manusia bermodus pekerjaan. Selama di Arab Saudi, SW berstatus ilegal karena tidak memiliki izin tinggal (iqamah). Dia diberangkatkan LR dengan visa ziarah (kunjungan) yang menurut aturan yang berlaku di Arab Saudi tidak bisa digunakan untuk bermukim.
Setelah menerima hak-haknya, SW dipulangkan ke tanah air Sabtu, 7 September 2019.
Hingga saat ini, KJRI Jeddah menangani berbagai kasus yang menimpa WNI/PMI, termasuk penganiaan dan gaji yang dikemplang pengguna jasa. Sepanjang Agustus, KJRI Jeddah telah berhasil memperjuangkan gaji PMI sebesar 500.838 SR (Saudi Riyal) atau sekitar 1,8 miliar lebih.
(pur)