Menkominfo Beberkan Syarat Pembukaan Akses Internet Papua
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menjanjikan untuk membuka akses internet secara bertahap di Papua dan Papua Barat pada hari ini, Rabu (5/9/2019). Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara mengungkapkan bahwa pembukaan akses internet dilakukan secara bertahap pada level kabupaten/kota. Hanya saja, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
“Mulai hari ini dilakukan juga pembukaan secara terbatas. Artinya pembatasan data tadinya untuk level provinsi. Papua, satu Papua. Papua Barat, satu Papua Barat. Setelah teman-teman di lapangan, terutama penegak hukum, TNI, juga dari sisi intelijen, karena kan prinsipnya mencegah, menangani, menanggulangi dan memulihkan. Jadi tiga-tiganya juga harus kami dukung,” ujar pria yang akrab disapa Chief RA itu di dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan dengan Menhan, Menkominfo, Mabes TNI dan BIN di Ruang Rapat Komisi I DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
RA memaparkan, sejak awal ada beberapa daerah yang memang hanya punya jaringan 2G dan tidak ada jaringan 3G atau 4G, sehingga tanpa dibatasi pun memang tidak bisa mengakses internet. Kemudian, ada juga daerah yang sejak awal tidak ada unjuk rasa dan relatif kondusif.
“Nah, model ini (daerah ini) bertahap dibuka kembali oleh kita kalau ada layanan datanya,” imbuhnya.
Karena, kata RA, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 40, disebutkan bahwa pemerintah wajib untuk melindungi masyarakat karenanya pemerintah diberikan kewenangan untuk membatasi akses internet. Karena, pembatasan ini karena didapati 592 ribu kanal yang memuat berita bohong atau hoaks. Pihaknya hanya mencatat, sementara penegakan hukum dilakukan polisi.
“Kalau kita lihat rata-rata sehari itu kurang lebih 32-33 ribu URL yang digunakan menyebarkan hoaks. Ini lebih banyak, 600 ribu dalam waktu sekian ini, lebih banyak dibandingkan waktu saat 22 Mei atau pengumuman KPU. Ini yang mendasari kami melakukan pembatasan,” bebernya.
Bahkan, lanjut RA, hoaks tentang Papua ini banyak berasal dari sejumlah negara baik itu berbahasa Indonesia maupun Inggris. Dan kalau menggunakan bahasa Inggris mungkin ditujukannya bukan untuk masyarakat Indonesia tapi ke dunia internasional.
Namun demikian, dia menambahkan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto telah menjanjikan pembukaan akses internet secara bertahap pada level kabupaten/kota. Tetapi, dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi.
“Yang enggak rusuh, kondusif atau dari awal kondusif dari kacamata penegak hukum ya kami kembalikan layanan datanya,” tandasnya.
“Mulai hari ini dilakukan juga pembukaan secara terbatas. Artinya pembatasan data tadinya untuk level provinsi. Papua, satu Papua. Papua Barat, satu Papua Barat. Setelah teman-teman di lapangan, terutama penegak hukum, TNI, juga dari sisi intelijen, karena kan prinsipnya mencegah, menangani, menanggulangi dan memulihkan. Jadi tiga-tiganya juga harus kami dukung,” ujar pria yang akrab disapa Chief RA itu di dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan dengan Menhan, Menkominfo, Mabes TNI dan BIN di Ruang Rapat Komisi I DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
RA memaparkan, sejak awal ada beberapa daerah yang memang hanya punya jaringan 2G dan tidak ada jaringan 3G atau 4G, sehingga tanpa dibatasi pun memang tidak bisa mengakses internet. Kemudian, ada juga daerah yang sejak awal tidak ada unjuk rasa dan relatif kondusif.
“Nah, model ini (daerah ini) bertahap dibuka kembali oleh kita kalau ada layanan datanya,” imbuhnya.
Karena, kata RA, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 40, disebutkan bahwa pemerintah wajib untuk melindungi masyarakat karenanya pemerintah diberikan kewenangan untuk membatasi akses internet. Karena, pembatasan ini karena didapati 592 ribu kanal yang memuat berita bohong atau hoaks. Pihaknya hanya mencatat, sementara penegakan hukum dilakukan polisi.
“Kalau kita lihat rata-rata sehari itu kurang lebih 32-33 ribu URL yang digunakan menyebarkan hoaks. Ini lebih banyak, 600 ribu dalam waktu sekian ini, lebih banyak dibandingkan waktu saat 22 Mei atau pengumuman KPU. Ini yang mendasari kami melakukan pembatasan,” bebernya.
Bahkan, lanjut RA, hoaks tentang Papua ini banyak berasal dari sejumlah negara baik itu berbahasa Indonesia maupun Inggris. Dan kalau menggunakan bahasa Inggris mungkin ditujukannya bukan untuk masyarakat Indonesia tapi ke dunia internasional.
Namun demikian, dia menambahkan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto telah menjanjikan pembukaan akses internet secara bertahap pada level kabupaten/kota. Tetapi, dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi.
“Yang enggak rusuh, kondusif atau dari awal kondusif dari kacamata penegak hukum ya kami kembalikan layanan datanya,” tandasnya.
(kri)