Revisi UU KPK Dinilai Kado Pahit dari DPR di Ujung Masa Bakti 2014-2019
A
A
A
JAKARTA - Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan, usulan Revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang diajukan dalam Paripurna DPR secara diam-diam hari ini menunjukan itikad kurang baik dari anggota DPR masa bakti 2014-2019 ini.
"Ini juga seperti kado pahit di ujung masa bakti anggota DPR 2014-2019," kata Ray saat dihubungi Sindonews, Kamis (5/9/2019).
Menurut Ray, DPR tentu saja sangat paham, bahwa poin-poin revisi yang akan dibahas adalah poin-poin yang mendapat penentangan keras dan perhatian tinggi dari masyarakat.
Maka sebab itu, kata Ray, sudah seharusnya rencana paripurna untuk mengesahkan rencana revisi tersebut juga dilakukan secara terbuka sejak awal. "Jangan seperti sekarang, tiba-tiba saja muncul sebagai agenda rapat paripurna," tutur mantan aktivis 98 ini.
Ray memandang, jika DPR merasa bahwa poin-poin revisi versi DPR adalah sesuatu yang baik, apa yang membuat mereka diam-diam akan memutuskan rencana revisi dalam rapat paripurna. Ia tetap menganggap bahwa, tidak ada itikad baik untuk melibatkan publik dalam pembahasan revisi UU KPK. Kata dia, DPR juga tidak ingin pandangan dan argumentasi mereka akan dibantah dan mendapat perlawanan oleh publik.
Menurutnya, selain kurangnya itikad baik, rencana revisi ini juga seperti dipaksakan, jika dilihat dari masa bakti anggota DPR 2014-1019 yang hanya tersisa tinggal 3 Minggu lagi, maka revisi ini nyaris sulit dilaksanakan.
Dengan demikian, rencana revisi UU ini sekaligus seperti hendak memaksakan anggota DPR baru periode 2019-2024 untuk melanjutkan pembahasan revisi ini pada masa berikutnya.
"Jadi ini seperti memberi beban pekerjaan pada anggota legislatif baru untuk membahas revisi UU KPK yang banyak mendapat penentangan dari publik," ucap pengamat sosial politik asal UIN Jakarta ini.
"Ini juga seperti kado pahit di ujung masa bakti anggota DPR 2014-2019," kata Ray saat dihubungi Sindonews, Kamis (5/9/2019).
Menurut Ray, DPR tentu saja sangat paham, bahwa poin-poin revisi yang akan dibahas adalah poin-poin yang mendapat penentangan keras dan perhatian tinggi dari masyarakat.
Maka sebab itu, kata Ray, sudah seharusnya rencana paripurna untuk mengesahkan rencana revisi tersebut juga dilakukan secara terbuka sejak awal. "Jangan seperti sekarang, tiba-tiba saja muncul sebagai agenda rapat paripurna," tutur mantan aktivis 98 ini.
Ray memandang, jika DPR merasa bahwa poin-poin revisi versi DPR adalah sesuatu yang baik, apa yang membuat mereka diam-diam akan memutuskan rencana revisi dalam rapat paripurna. Ia tetap menganggap bahwa, tidak ada itikad baik untuk melibatkan publik dalam pembahasan revisi UU KPK. Kata dia, DPR juga tidak ingin pandangan dan argumentasi mereka akan dibantah dan mendapat perlawanan oleh publik.
Menurutnya, selain kurangnya itikad baik, rencana revisi ini juga seperti dipaksakan, jika dilihat dari masa bakti anggota DPR 2014-1019 yang hanya tersisa tinggal 3 Minggu lagi, maka revisi ini nyaris sulit dilaksanakan.
Dengan demikian, rencana revisi UU ini sekaligus seperti hendak memaksakan anggota DPR baru periode 2019-2024 untuk melanjutkan pembahasan revisi ini pada masa berikutnya.
"Jadi ini seperti memberi beban pekerjaan pada anggota legislatif baru untuk membahas revisi UU KPK yang banyak mendapat penentangan dari publik," ucap pengamat sosial politik asal UIN Jakarta ini.
(pur)