Menko Polhukam Tegaskan Jalan untuk Papua Merdeka Sudah Tertutup
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menegaskan jalan untuk Papua dan Papua Barat memerdekakan diri dari Indonesia telah tertutup. Menurutnya, hukum internasional sudah mengatur hal tersebut.
"Kalau kita berbicara referendum maka sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat, tidak relevan lagi untuk Papua dan Papua Barat itu kita suarakan referendum," ujar Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).
Mantan Panglima ABRI ini menjelaskan dalam hukum internasional, referendum bisa dilakukan bukan kepada wilayah yang sudah merdeka. Dia pun mencontohkan seperti halnya Timor Timur yang melepaskan diri dari Indonesia.
"Referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tapi wilayah non government teritory. Seperti misalnya Timor Timur dulu itu merupakan provinsi sebaran lautan dari Portugis. Di PBB bukan wilayah Indonesia, maka di sana referendum," jelasnya.
Wiranto melanjutkan Papua dan Papua Barat bahkan sudah pernah melakukan referendum pada tahun 1969. Namun, dalam penjajakan memutuskan Papua dan Papua Barat sah sebagai wilayah Republik Indonesia.
"(Keputusan) bulat, sah, dan didukung oleh banyak negara oleh keputusan PBB. Keputusan PBB, resolusi PBB itu enggak bisa bolak-balik ditinjau lagi, ganti lagi, enggak bisa, sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya sudah tidak ada lagi," tegasnya.
"Jadi, wacana self determination itu wacana untuk merdeka, untuk referendum, hukum internasional juga sudah tertutup, hukum nasional kita juga sudah final, tidak ada pembicaraan seperti itu," sambungnya.
Wiranto juga membantah tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat Papua. Semisal hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya merasa dikebiri pemerintah tidaklah benar.
Sebab dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang menerangkan hak-hak dasar sudah diberikan dan dipersilakan diatur oleh pemerintah daerah dengan tetap mengacu hukum undang-undang yang ada di Indonesia.
"Jadi, tidak ada yang seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia itu mengebiri hak-hak rakyat Papua dan Papua Barat. Setiap hari ada pembunuhan, setiap hari ada pelanggaran HAM, tidak ada pembangunan di sana, dianaktirikan, itu semua tidak benar. Jangan kita terkecoh dengan hal semacam itu," tandasnya.
"Kalau kita berbicara referendum maka sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat, tidak relevan lagi untuk Papua dan Papua Barat itu kita suarakan referendum," ujar Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).
Mantan Panglima ABRI ini menjelaskan dalam hukum internasional, referendum bisa dilakukan bukan kepada wilayah yang sudah merdeka. Dia pun mencontohkan seperti halnya Timor Timur yang melepaskan diri dari Indonesia.
"Referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tapi wilayah non government teritory. Seperti misalnya Timor Timur dulu itu merupakan provinsi sebaran lautan dari Portugis. Di PBB bukan wilayah Indonesia, maka di sana referendum," jelasnya.
Wiranto melanjutkan Papua dan Papua Barat bahkan sudah pernah melakukan referendum pada tahun 1969. Namun, dalam penjajakan memutuskan Papua dan Papua Barat sah sebagai wilayah Republik Indonesia.
"(Keputusan) bulat, sah, dan didukung oleh banyak negara oleh keputusan PBB. Keputusan PBB, resolusi PBB itu enggak bisa bolak-balik ditinjau lagi, ganti lagi, enggak bisa, sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya sudah tidak ada lagi," tegasnya.
"Jadi, wacana self determination itu wacana untuk merdeka, untuk referendum, hukum internasional juga sudah tertutup, hukum nasional kita juga sudah final, tidak ada pembicaraan seperti itu," sambungnya.
Wiranto juga membantah tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat Papua. Semisal hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya merasa dikebiri pemerintah tidaklah benar.
Sebab dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang menerangkan hak-hak dasar sudah diberikan dan dipersilakan diatur oleh pemerintah daerah dengan tetap mengacu hukum undang-undang yang ada di Indonesia.
"Jadi, tidak ada yang seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia itu mengebiri hak-hak rakyat Papua dan Papua Barat. Setiap hari ada pembunuhan, setiap hari ada pelanggaran HAM, tidak ada pembangunan di sana, dianaktirikan, itu semua tidak benar. Jangan kita terkecoh dengan hal semacam itu," tandasnya.
(kri)