Digitalisasi TV, Pemerintah Ingin Manfaatkan Frekuensi untuk Kebencanaan
A
A
A
NUNUKAN - Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk digitalisasi siaran TV dari analog bertujuan untuk kepentingan yang lebih luas. Pasalnya, frekuensi analog lebih boros sehingga Indonesia tidak punya frekuensi khusus untuk kebencanaan sementara di Indonesia banyak daerah rawan bencana.
“Inisiasi untuk menditigalkan siaran TV Indonesia sebelum 2010 dan prosesnya sudah berjalan artinya saat itu izin-izin konten digital sudah diselenggarakan, penyelenggaraan multiplexer sudah diadakan, tapi belum pada implementasinya. Jadi LPS (lembaga penyiaran swasta) sudah bahyak invest digital dan belum digunakan karena payung hukum Undang-Undang Penyiaran, harus merevisi UU memindahkan analog ke digital,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam Peluncuran Digitalisasi Perbatasan di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Sabtu (31/8/2019).
Pria yang akrab disapa Chief RA itu memaparkan, migrasi siaran dari anakog ke digital atau Automatic Switched Off (ASO) bisa memberikan banyak manfaat bagi masyarakat di antaranya tidak ada lagi ‘semut’ di TV dan efisiensi penggunaan frekuensi.
“Karena, siaran analog itu boros frekuensi sementara siaran digital frekuensinya berbagi karena bisa menghasilkan digital deviden karena ada 112 Mega Hertz,” terangnya.
Dengan digitalisasi, lanjut Chief RA, frekuensi 700 yang sebelumnya digunakan untuk siaran analog bisa digunakan untuk broadband internet dan selebihnya digunakan untuk siaran kebencanaan.
“Selama ini kita rugi, seharusnya bisa ada frekuensi yg dialokasikan untuk kebencanaan. Negara kita banyak bencana, ring of fire. Kita bagian patahan yang sering terjadi gempa,” sesalnya.
Menurut Chief RA, pemerintah masih menunggu revisi UU Penyiaran ini. Namun demikian, tidak menyurutkan stakeholders untuk beralih dari analog ke digital. Pemerintah lewat Kominfo sudah berkomunikasi ke ke TVRI dan LPS yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) untuk melakukan uji coba dan uji coba sudah dilakukan 2 tahun ini secara simulcast (simultaneous casting) atau siaran analog dan digital bersamaan.
“Konten yang sama disiarakan dengan analog dan digital. Ibaratnya kalau makan bubur dari pinggir bisa sambil ditiup-tiup biar enggak panas. Dan kita launching sekaligus di 3 daerah pinggiran yakni Batam, Nunikan dan Jayapura,” terangnya.
“Inisiasi untuk menditigalkan siaran TV Indonesia sebelum 2010 dan prosesnya sudah berjalan artinya saat itu izin-izin konten digital sudah diselenggarakan, penyelenggaraan multiplexer sudah diadakan, tapi belum pada implementasinya. Jadi LPS (lembaga penyiaran swasta) sudah bahyak invest digital dan belum digunakan karena payung hukum Undang-Undang Penyiaran, harus merevisi UU memindahkan analog ke digital,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam Peluncuran Digitalisasi Perbatasan di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Sabtu (31/8/2019).
Pria yang akrab disapa Chief RA itu memaparkan, migrasi siaran dari anakog ke digital atau Automatic Switched Off (ASO) bisa memberikan banyak manfaat bagi masyarakat di antaranya tidak ada lagi ‘semut’ di TV dan efisiensi penggunaan frekuensi.
“Karena, siaran analog itu boros frekuensi sementara siaran digital frekuensinya berbagi karena bisa menghasilkan digital deviden karena ada 112 Mega Hertz,” terangnya.
Dengan digitalisasi, lanjut Chief RA, frekuensi 700 yang sebelumnya digunakan untuk siaran analog bisa digunakan untuk broadband internet dan selebihnya digunakan untuk siaran kebencanaan.
“Selama ini kita rugi, seharusnya bisa ada frekuensi yg dialokasikan untuk kebencanaan. Negara kita banyak bencana, ring of fire. Kita bagian patahan yang sering terjadi gempa,” sesalnya.
Menurut Chief RA, pemerintah masih menunggu revisi UU Penyiaran ini. Namun demikian, tidak menyurutkan stakeholders untuk beralih dari analog ke digital. Pemerintah lewat Kominfo sudah berkomunikasi ke ke TVRI dan LPS yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) untuk melakukan uji coba dan uji coba sudah dilakukan 2 tahun ini secara simulcast (simultaneous casting) atau siaran analog dan digital bersamaan.
“Konten yang sama disiarakan dengan analog dan digital. Ibaratnya kalau makan bubur dari pinggir bisa sambil ditiup-tiup biar enggak panas. Dan kita launching sekaligus di 3 daerah pinggiran yakni Batam, Nunikan dan Jayapura,” terangnya.
(kri)