BNPT-Kominfo Perkuat Kerja Sama Cegah Akses Konten Radikal
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengambil langkah tegas untuk melindungi para generasi muda bangsa agar tidak mudah terpengaruh paham radikal terorisme melalui dunia maya. Langkah tegas diambil menyikapi isu radikalisme dan terorisme yang terus berkembang di internet.
Untuk itu pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memperkuat kerja sama dalam pencegahan penyebaran paham tersebut di dunia maya.
Hal itu dibuktikan dengan penandatanganan Memorandum of Action (MoA/Nota Rencana Aksi) antara BNPT dengan Kemenkominfo dalam upaya bersama memberantas radikalisme dan terorisme terutama melalui dunia maya.
Penandatanganan dilakukan Kepala BNPT Komisaris Jenderal P Komjen Suhardi Alius dengan Menteri Kominfo, Rudiantara di Lapangan Anantakupa, Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Rabu 28 Agustus 2019. ,
Penandatanganan MoA yang dilakukan bersamaan dengan gelaran acara pameran Komexpo 2019 dihadiri dan disaksikan juga oleh para siswa/siswi sekolah SMA sederajat dan juga mahasiswa-mahasiswi yang ada di Jakarta.
“Sekarang ini dunia tanpa batas. Anak anak sekarang semuanya sudah pegang handphone. Makanya kenapa anak muda kita hadirkan di acara ini? Karena mereka juga sasaran dari brainwashing (cuci otak untuk melakukan bom bunuh diri). Kalau mereka sebagai generasi penerus bangsa, terpapar (paham radikal terorisme), kemudian menjadi hal yang tidak bagus lalu mau dibawa kemana pemimpin kita masa depan ini. Oleh karena itu kita hadirkan mereka di acara ini,” tutur Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius.
Oleh karena itu, kata dia, perlu terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan terus memonitor konten di dunia maya. “Supaya kita betul-betul menjadi negara yang betul betul sehat untuk menghadapi tantangan Global yang era kompetisi yang harus kita jalani saat ini,” kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini.
Dia menjelaskan selama ini monitoring terhadap konten-konten yang mengandung unsur radikal terorisme dan ujaran kebencian terus dilakukan BNPT.
“Kami juga berselancar dan kami informasikan sama Pak Menkominfo, mana yang bisa kita take down dan mana bisa kita didik dan sebagainya. Kenapa? Karena konten konten ini sangat mempengaruhi dinamika kita sebagai bangsa,” tuturnya.
Menurut Suhardi, koordinasi pun tidak hanya dilakukan bersama Kemenkominfo, melainkan juga bersama instansi terkait seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror polri.
“Kita ada desk dan taskforce yang mengurus masalah itu, walaupun nanti leading (sektornya) di Kominfo. Karena keputusannya nanti ada di Kominfo dengan masukan dari semua institusi yang ada yang mempunyai tim cyber-nya. Kita harus sadarkan anak kita jangan sampai terpapar melalui dunia maya, karena dunia dalam genggaman. Kemampuan mereka menjaga, memelihara literasi, memverifikasi dan memfilter berita sangat penting untuk kesehatan mental dari anak-anak kita ini,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Mengenai penadatangan MoA, Suhardi menjelaskan sebagai landasan kerja sama untuk meningkatan koordinasi dalam melaksanakan fungsi, sinergi dan keterpaduan pelaksanaannya, serta peningkatan peran aktif masing-masing pihak dalam rangka penanggulangan terorisme di Indonesia.
“Sebenarnya ini cuma memformalkan. Kerja sama kami dengan Kominfo sudah sejak lama. Hari ini diformalkan. Makanya ini Nota Aksi antara BNPT sama Kominfo. Tapi pelaksanaanya sudah lama kita laksanakan .bagaimana berkoordinasi dalam menangani radikalsime dan terorisme melalui dunia maya. Jadi ini (penandatanganan) secara fisiknya,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dia menjelaskan, ruang lingkup penadatanganan MoA meliputi koordinasi dan kerja sama seperti di bidang pertukaran data dan informasi dalam rangka penanggulangan terorisme serta penanganan konten negatif terkait radikalisme terorisme.
“Lingkup lainnya, yakni penelitian dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang aplikasi dan Informatika tentang radikalisme dan penanggulangan terorisme serta desiminasi informasi dan edukasi publik dalam rangka penanggulangan terorisme. Dan tentunya juga bidang-bidang lain yang disepakati oleh kedua belah pihak,” ucap mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Sementara itu Menkominfo Rudiantara mengatakan, akan terus mendukung aktivitas BNPT dalam merespons dan menanggulangi secara cepat mengenai isu radikalisme dan terorisme di dunia maya. Salah satunya mengawasi dan melakukan penindakan terhadap konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme.
“Dalam menghadapi situasi yang berkaitan dengan terorisme, radikalisme, kita tidak bisa melalui suatu birokrasi yang berkepanjangan. Karena ancamannya hidup dan mati. Ancamannya adalah keberadaan bangsa kita ini sendiri. Kita akan terus menerus melakukan ini diminta ataupun tanpa diminta,” Rudiantara.
Dia mengatakan, dari tahun 2009 hingga 2017, pihaknya menapis take down akun dengan melakukan pemblokiran situs. Namun jumlah masih sangat sedikit, yakni 300 akun. Mulai tahun 2018 sampai sekarang Kominfo sudah memblokir 10.000 lebih akun.
“Ini memang karena kemampuan kita sekarang bertambah baik dengan mesin pengasis. Kami bisa kais konten keyword-nya apa, masukkan, keluar lalu block. Kalau itu akun di media sosial, kita minta kepada platformnya untuk take down secepatnya. Kecuali kalau dari BNPT atau Densus 88 Polri mengatakan ‘jangan dulu di takedown, karena mau dilacak terlebih dahulu kemananya’ tentunya kita bisa untuk tidak melakukannya,” tuturnya.
Bahkan Rudiantara meminta penyedia platform media digital untuk turut serta bertanggung jawab atas beredarnya konten-konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme yang menyebar melalui dunia maya. “Bulan Mei lalu kami menemani bapak Wapres ke Perancis khusus bicara dengan platform media digital tersebut,” ujarnya.
Untuk itu pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memperkuat kerja sama dalam pencegahan penyebaran paham tersebut di dunia maya.
Hal itu dibuktikan dengan penandatanganan Memorandum of Action (MoA/Nota Rencana Aksi) antara BNPT dengan Kemenkominfo dalam upaya bersama memberantas radikalisme dan terorisme terutama melalui dunia maya.
Penandatanganan dilakukan Kepala BNPT Komisaris Jenderal P Komjen Suhardi Alius dengan Menteri Kominfo, Rudiantara di Lapangan Anantakupa, Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Rabu 28 Agustus 2019. ,
Penandatanganan MoA yang dilakukan bersamaan dengan gelaran acara pameran Komexpo 2019 dihadiri dan disaksikan juga oleh para siswa/siswi sekolah SMA sederajat dan juga mahasiswa-mahasiswi yang ada di Jakarta.
“Sekarang ini dunia tanpa batas. Anak anak sekarang semuanya sudah pegang handphone. Makanya kenapa anak muda kita hadirkan di acara ini? Karena mereka juga sasaran dari brainwashing (cuci otak untuk melakukan bom bunuh diri). Kalau mereka sebagai generasi penerus bangsa, terpapar (paham radikal terorisme), kemudian menjadi hal yang tidak bagus lalu mau dibawa kemana pemimpin kita masa depan ini. Oleh karena itu kita hadirkan mereka di acara ini,” tutur Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius.
Oleh karena itu, kata dia, perlu terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan terus memonitor konten di dunia maya. “Supaya kita betul-betul menjadi negara yang betul betul sehat untuk menghadapi tantangan Global yang era kompetisi yang harus kita jalani saat ini,” kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini.
Dia menjelaskan selama ini monitoring terhadap konten-konten yang mengandung unsur radikal terorisme dan ujaran kebencian terus dilakukan BNPT.
“Kami juga berselancar dan kami informasikan sama Pak Menkominfo, mana yang bisa kita take down dan mana bisa kita didik dan sebagainya. Kenapa? Karena konten konten ini sangat mempengaruhi dinamika kita sebagai bangsa,” tuturnya.
Menurut Suhardi, koordinasi pun tidak hanya dilakukan bersama Kemenkominfo, melainkan juga bersama instansi terkait seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror polri.
“Kita ada desk dan taskforce yang mengurus masalah itu, walaupun nanti leading (sektornya) di Kominfo. Karena keputusannya nanti ada di Kominfo dengan masukan dari semua institusi yang ada yang mempunyai tim cyber-nya. Kita harus sadarkan anak kita jangan sampai terpapar melalui dunia maya, karena dunia dalam genggaman. Kemampuan mereka menjaga, memelihara literasi, memverifikasi dan memfilter berita sangat penting untuk kesehatan mental dari anak-anak kita ini,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Mengenai penadatangan MoA, Suhardi menjelaskan sebagai landasan kerja sama untuk meningkatan koordinasi dalam melaksanakan fungsi, sinergi dan keterpaduan pelaksanaannya, serta peningkatan peran aktif masing-masing pihak dalam rangka penanggulangan terorisme di Indonesia.
“Sebenarnya ini cuma memformalkan. Kerja sama kami dengan Kominfo sudah sejak lama. Hari ini diformalkan. Makanya ini Nota Aksi antara BNPT sama Kominfo. Tapi pelaksanaanya sudah lama kita laksanakan .bagaimana berkoordinasi dalam menangani radikalsime dan terorisme melalui dunia maya. Jadi ini (penandatanganan) secara fisiknya,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dia menjelaskan, ruang lingkup penadatanganan MoA meliputi koordinasi dan kerja sama seperti di bidang pertukaran data dan informasi dalam rangka penanggulangan terorisme serta penanganan konten negatif terkait radikalisme terorisme.
“Lingkup lainnya, yakni penelitian dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang aplikasi dan Informatika tentang radikalisme dan penanggulangan terorisme serta desiminasi informasi dan edukasi publik dalam rangka penanggulangan terorisme. Dan tentunya juga bidang-bidang lain yang disepakati oleh kedua belah pihak,” ucap mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Sementara itu Menkominfo Rudiantara mengatakan, akan terus mendukung aktivitas BNPT dalam merespons dan menanggulangi secara cepat mengenai isu radikalisme dan terorisme di dunia maya. Salah satunya mengawasi dan melakukan penindakan terhadap konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme.
“Dalam menghadapi situasi yang berkaitan dengan terorisme, radikalisme, kita tidak bisa melalui suatu birokrasi yang berkepanjangan. Karena ancamannya hidup dan mati. Ancamannya adalah keberadaan bangsa kita ini sendiri. Kita akan terus menerus melakukan ini diminta ataupun tanpa diminta,” Rudiantara.
Dia mengatakan, dari tahun 2009 hingga 2017, pihaknya menapis take down akun dengan melakukan pemblokiran situs. Namun jumlah masih sangat sedikit, yakni 300 akun. Mulai tahun 2018 sampai sekarang Kominfo sudah memblokir 10.000 lebih akun.
“Ini memang karena kemampuan kita sekarang bertambah baik dengan mesin pengasis. Kami bisa kais konten keyword-nya apa, masukkan, keluar lalu block. Kalau itu akun di media sosial, kita minta kepada platformnya untuk take down secepatnya. Kecuali kalau dari BNPT atau Densus 88 Polri mengatakan ‘jangan dulu di takedown, karena mau dilacak terlebih dahulu kemananya’ tentunya kita bisa untuk tidak melakukannya,” tuturnya.
Bahkan Rudiantara meminta penyedia platform media digital untuk turut serta bertanggung jawab atas beredarnya konten-konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme yang menyebar melalui dunia maya. “Bulan Mei lalu kami menemani bapak Wapres ke Perancis khusus bicara dengan platform media digital tersebut,” ujarnya.
(dam)