Golkar Butuh Pemimpin yang Mampu Atasi Turbulensi Politik
A
A
A
JAKARTA - Kendati belum ada jadwal pasti mengenai Musyawarah Nasional (Munas), isu mengenai perebutan kursi ketua umum Partai Golkar sudah mencuat ke publik.
Sejauh ini ada dua sosok yang dipastikan ikut dalam kontestasi itu, yakni Airlangga Hartarto yang saat ini menjabat Ketua Umum Partai Golkar dan Bambang Soesatyo, politikus Golkar yang kini menduduki Ketua DPR.
Mengenai calon pemimpin Golkar ke depan, Direktur eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menilai partai berlambang pohon beringin itu membutuhkan sosok yang memiliki kemampuan mengatasi guncangan atau turbulensi politik.
"Golkar pernah menghadapi turbulensi politik, diperlukan figur bersih dari isu korupsi," ujar Karyono dalam diskusi bertajuk Menimbang Calon Ketum Golkar di Slipi, Jakarta Barat, Selasa (27/8/2019).
Dia mengatakan isu korupsi masih menjadi tantangan bagi Partai Golkar. Oleh karena itu butuh figur bersih untuk menjadi pemimpin Golkar.
Menurut Karyono, kader memiliki pandangan sendiri terhadap pemimpinnya ke depan. "Ini cukup rawan, karena dalam kontestasi politik elektoral pertarungan politik kontemporer dibutuhkan imej atau presepsi," tuturnya.
Sejauh ini ada dua sosok yang dipastikan ikut dalam kontestasi itu, yakni Airlangga Hartarto yang saat ini menjabat Ketua Umum Partai Golkar dan Bambang Soesatyo, politikus Golkar yang kini menduduki Ketua DPR.
Mengenai calon pemimpin Golkar ke depan, Direktur eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menilai partai berlambang pohon beringin itu membutuhkan sosok yang memiliki kemampuan mengatasi guncangan atau turbulensi politik.
"Golkar pernah menghadapi turbulensi politik, diperlukan figur bersih dari isu korupsi," ujar Karyono dalam diskusi bertajuk Menimbang Calon Ketum Golkar di Slipi, Jakarta Barat, Selasa (27/8/2019).
Dia mengatakan isu korupsi masih menjadi tantangan bagi Partai Golkar. Oleh karena itu butuh figur bersih untuk menjadi pemimpin Golkar.
Menurut Karyono, kader memiliki pandangan sendiri terhadap pemimpinnya ke depan. "Ini cukup rawan, karena dalam kontestasi politik elektoral pertarungan politik kontemporer dibutuhkan imej atau presepsi," tuturnya.
(dam)