Ekonomi Melambat, PAN Nilai Pemindahan Ibu Kota Tak Tepat
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk memindahkan ibu kota ke pulau Kalimantan menuai pro dan kontra. PAN sendiri menilai bahwa rencana itu tidak tepat dilakukan di masa sekarang mengingat Indonesia sedang mengalami perlambatan ekonomi.
“Mendengar pak Jokowi pidato meminta izin kepada MPR dan seluruh yang hadir waktu itu untuk memindahkan ibu kota, saya sebenarnya agak terkejut juga. Karena setahu saya di Komisi II untuk memekarkan Kabupaten Kota saja perlu Undang-Undang, perlu naskah akademik, perlu kajian yang sangat spesifik dan lengkap gitu,” kata Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN Komisi II DPR Yandri Susanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Menurut Yandri, sampai hari ini DPR belum menerima itu sementara, untuk memekarkan suatu kabupaten, kota atau provinsi baru pun memerlukan Undang-Undang (UU). Tetapi, sampai hari ini pemerintah belum mengajukan UU untuk pemindahan ibu kota. Dan memindahkan ibu kota ini tidak seperti memindahkan barang yang dengan mudahnya dilakukan.
“Jadi kan bukan memindahkan barang dari tempat ini ke tempat sana. Ini menyangkut produk negara pemeirntah dan DPR bentuknya UU. Jadi saya kira kalaupun pemindahkan ibu kota masih jauh dari tahapan yang harus dilalui oleh pemerintah,” paparnya.
Karena itu, menurut Ketua DPP PAN ini, permohonan izin Presiden Jokowi dalam Sidang Bersama DPR dan DPD pada 16 Agustus kemarin, baru wacana, belum permintaan resmi.
Terlebih, lanjut Yandri, pemindahan ibu kota ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Kalau isunya untuk pemerataan pembangunan, bagaimana jika pemerintah membangun Kalimantan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kalimantan. Karena pembangunan sesungguhnya tidak harus dipusatkan di Jakarta. Indonesia juga sedang mengalami perlambatan ekonomi, jadi apa perlu dilakukan di masa sekarang.
“Kita sepakat, nggak ada masalah dan wacana pemindahan ibu kota sudah lama. Tapi haruskah sekarang? Hutang banyak atau ekonomi lagi sulit, pak Jokowi juga menyampaikn pertumhuhan ekonomi hanya 5,3, itu harapan. Apakah momennya pas untuk memindahkan ibu kota, menurut saya perlu dikaji mendalam. Menurut saya belum saatnya untuk kondisi bangsa saat ini,” ucap Yandri.
Karena itu, Sekretaris Fraksi PAN ini meminta agar rencana pemindahan ibu kota ini dikaji lebih mendalam karena, banyak pihak yang perlu diyakinkan, fraksi-fraksi di DPR, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Dan apakah masalah di Jakarta benar-benar tidak bisa teratasi sehingga ibu kota harus dipindahkan, belum lagi aset-aset negara yang luar biasa di Jakarta seperti misalnya Kompleks Parlemen Senayan ini. Sehingga, perlu adanya diskusi bersama.
“Boleh aja wartawan memulai, nanti saya ketika rapat dengan Komisi II terutama dengan Kemendagri saya sampaikan bahwa pidato pak presiden hanya himbauan. Belum melekat kepada memindahkan ibu kota, dia harus diperintah oleh undang-undang. Jadi pak Jokowi kalau serius ajukan dong undang-undangnya. Ajukan dong konsep, mana datanya, mana fakta dan masaahnya arus kita atasi. Jadi kalo presiden pidato seperti itu menurut saya masih wacana,” tandasnya.
“Mendengar pak Jokowi pidato meminta izin kepada MPR dan seluruh yang hadir waktu itu untuk memindahkan ibu kota, saya sebenarnya agak terkejut juga. Karena setahu saya di Komisi II untuk memekarkan Kabupaten Kota saja perlu Undang-Undang, perlu naskah akademik, perlu kajian yang sangat spesifik dan lengkap gitu,” kata Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN Komisi II DPR Yandri Susanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Menurut Yandri, sampai hari ini DPR belum menerima itu sementara, untuk memekarkan suatu kabupaten, kota atau provinsi baru pun memerlukan Undang-Undang (UU). Tetapi, sampai hari ini pemerintah belum mengajukan UU untuk pemindahan ibu kota. Dan memindahkan ibu kota ini tidak seperti memindahkan barang yang dengan mudahnya dilakukan.
“Jadi kan bukan memindahkan barang dari tempat ini ke tempat sana. Ini menyangkut produk negara pemeirntah dan DPR bentuknya UU. Jadi saya kira kalaupun pemindahkan ibu kota masih jauh dari tahapan yang harus dilalui oleh pemerintah,” paparnya.
Karena itu, menurut Ketua DPP PAN ini, permohonan izin Presiden Jokowi dalam Sidang Bersama DPR dan DPD pada 16 Agustus kemarin, baru wacana, belum permintaan resmi.
Terlebih, lanjut Yandri, pemindahan ibu kota ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Kalau isunya untuk pemerataan pembangunan, bagaimana jika pemerintah membangun Kalimantan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kalimantan. Karena pembangunan sesungguhnya tidak harus dipusatkan di Jakarta. Indonesia juga sedang mengalami perlambatan ekonomi, jadi apa perlu dilakukan di masa sekarang.
“Kita sepakat, nggak ada masalah dan wacana pemindahan ibu kota sudah lama. Tapi haruskah sekarang? Hutang banyak atau ekonomi lagi sulit, pak Jokowi juga menyampaikn pertumhuhan ekonomi hanya 5,3, itu harapan. Apakah momennya pas untuk memindahkan ibu kota, menurut saya perlu dikaji mendalam. Menurut saya belum saatnya untuk kondisi bangsa saat ini,” ucap Yandri.
Karena itu, Sekretaris Fraksi PAN ini meminta agar rencana pemindahan ibu kota ini dikaji lebih mendalam karena, banyak pihak yang perlu diyakinkan, fraksi-fraksi di DPR, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Dan apakah masalah di Jakarta benar-benar tidak bisa teratasi sehingga ibu kota harus dipindahkan, belum lagi aset-aset negara yang luar biasa di Jakarta seperti misalnya Kompleks Parlemen Senayan ini. Sehingga, perlu adanya diskusi bersama.
“Boleh aja wartawan memulai, nanti saya ketika rapat dengan Komisi II terutama dengan Kemendagri saya sampaikan bahwa pidato pak presiden hanya himbauan. Belum melekat kepada memindahkan ibu kota, dia harus diperintah oleh undang-undang. Jadi pak Jokowi kalau serius ajukan dong undang-undangnya. Ajukan dong konsep, mana datanya, mana fakta dan masaahnya arus kita atasi. Jadi kalo presiden pidato seperti itu menurut saya masih wacana,” tandasnya.
(pur)