Perkuat Kebersamaan untuk Wujudkan Indonesia yang Lebih Unggul
A
A
A
JAKARTA - Pada 17 Agustus 2019 nanti, bangsa Indonesia memasuki usia ke-74 tahun kemerdekaanya. Usia tersebut telah mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang semakin dewasa dan harus mampu bersaing dengan negara-negara lain agar dapat unggul dalam berbagai aspek.
Untuk menuju Indonesia unggul bukan tanpa hambatan dan kendala.Salah satu ancaman yang menjadi tantangan bangsa adalah radikal terrorisme yang tidak hanya menggangu keamanan masyarakat, tetapi juga kedaulatan bangsa.
Mencapai cita-cita Indonesia unggul di segala bidang dinilai harus dimulai dari kebersamaan untuk melawan berbagai problem kebangsaan, salah satunya radikal terorisme.
Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan, pada usia kemerdekaan Indonesia yang ke-74 tahun ini sebenarnya seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia untuk maju itu sangat ada, seperti sumber daya alam (SDA) yang bagus dengan ditunjang, letak geografis yang strategis.
“Sebagai sebuah bangsa, kita sebenarnya punya modal sosial yang cukup besar, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Apa yang sudah diwariskan dari para founding fathers kita itu adalah modal besar, termasuk di dalamnya bahasa persatuan. Itu sudah berhasil kita lewati, karena sampai hari ini kita tidak terpecah dan masih tetap utuh yang tentunya semua itu adalah sebuah modal sosial yang besar dan tangguh untuk bisa maju,” tutur Hamdi di Jakarta, Rabu 14 Agustus 2019.
Modal sosial ini, kata dia, sangat penting karena untuk majunya sebuah negara perlu banyak modal. Dia menyebut modal tersebut. Pertama, modal kekayaan sumber daya alam yang bersifat fisik material.
Kedua, jika orang ingin maju untuk membangun bangsa yang namanya national building seperti yang dikatakan Ir Soekarno pada waktu itu.
“National building ini maksudnya adalah membangun bangsa yang sejahtera, lahir fisik sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, yaitu memajukan kehidupan bangsa, memajukan perikehidupan dan sebagainya sesuai dengan UUD 1945. Untuk membangun national building ini modal dasarnya, pertama, fisik material yaitu, sumber daya alam, kedua, uang atau finansial, dan ketiga, yaitu sumber daya tekhnologi,” ujarnya menjelaskan.
Dengan modal tersebut, kata dia, kemudian ada pemikiran sosial dengan memakai istilah capital, baik itu natural capital, ekonomic capital, tecnological capital. Namun hal tersebut tentu tidak cukup untuk bisa maju jika bangsa selalu berkonflik, tidak ada keamanan, tidak ada rasa saling percaya, lalu di susupi ideologi radikalisme. Untuk itulah tentunya juga diperlukan modal sosial agar dapat maju.
“Modal sosial untuk maju itu hanya bisa dipupuk dengan rasa nasionalisme, percaya antarsesama anak bangsa, tidak ribut terus, semangat persatuan supaya kita memiliki apa yang disebut dengan kohesi sosial. Jadi secara sosial kita ini kohesi atau merasa satu,” tuturnya.
Menurut Hamdi, kohesi sosial itu sangat diperlukan agar bangsa atau negara itu bisa maju. Karena tidak mungkin ada negara bisa maju kalau social capital-nya rendah. Indonesia bisa berdiri karena social capital-nya yang dibangun terlebih dahulu.
Bahkan pada waktu republik ini berdiri, para founding fathers kita ini sebenarnya cuma punya rasa saling percaya saja. Dimana saat itu ada Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatra dan sebagainya, dimana semua elite-elite itu saling percaya bahwa kita bisa bersatu.
“Karena adanya perasaan, senasib, sepenanggungan, rasa saling percaya, lalu menciptakan bahasa yang sama, dari situlah lahirlah Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yang kemudian sepakat untuk membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasarnya harmoni itu. Pancasila itu sebenarnya dasarnya adalah harmoni, yakni sebuah ideologi yang mengatasi semua perbedaan-perbedaan. Karena kalau tidak ada Pancasila, tentu bangsa kita ini akan ribut terus,” ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, Pancasila bisa dikatakan semacam ideologi kompromi, yang menurutnya oleh para ahli sosial disebut sebagai ideology of tolerant.
“Yang mana sebuah ideologi yang mentoleransi semua perbedaan supaya modal sosial kita untuk merdeka itu bisa semakin kuat. Itu modal sosial yang kita miliki,” ucapnya..
Menurut dia, dengan modal sosial yang sudah dimiliki tersebut maka masyarakat bangsa ini harus merawatnya dengan baik. Karena modal sosial ini seperti tabungan dan menjadi sebuah investasi.
Kalau "tabungan" (modal sosial) itu tidak pernah ditambah atau diperbarui, tentunya lama-lama akan mudah tergerus atau berkurang.
Agar masyarakat bangsa ini bisa unggul dalam memenangkan "pertempuran" di abad ke-21 ini, kata dia, perlu menambahkan satu modal lagi yang biasa disebut dengan psychological capital atau modal psikologis seperti kreativitas, pruduktivitas, daya saing, daya juang, tidak mudah menyerah, kerja keras, menguasai sesuatu saat bersaing dengan ketat, optimis, mental yang tangguh.
“Kalau kita simpulkan, yakni modal alam kita sudah punya, modal sosial juga punya walaupun sampai sekarang mengalami ujian terus seperti ada usaha perpecahan, pernah juga ada konflik di Ambon, sehingga tercabik lagi modal sosial kita itu, modal sosial tentu menjadi basisnya," tuturnya.
Karena kalau tidak ada keamanan, ketenteraman, rasa saling percaya, persatuan, berkonflik, tidak ada ketenangan sosial dinilainya negara ini tidak dapat berjalan. Hal itu menjadi renungan penting dalam memperingati 74 Tahun Indonesia Merdeka agar kedepannya bangsa Indonesia bisa unggul di segala aspek.
“Artinya semangat kebangsaan, rasa saling percaya, kerja sama antar anak bangsa, antarberbeda agama, persatuan Indonesia tentunya harus bisa dijaga. Kita harus saling menjaga agar tidak mudah diadu-adu oleh paham-paham asing yang dapat memecah belah persatuan yang dapat menggerus modal sosial,” ucapnya.
Untuk menuju Indonesia unggul bukan tanpa hambatan dan kendala.Salah satu ancaman yang menjadi tantangan bangsa adalah radikal terrorisme yang tidak hanya menggangu keamanan masyarakat, tetapi juga kedaulatan bangsa.
Mencapai cita-cita Indonesia unggul di segala bidang dinilai harus dimulai dari kebersamaan untuk melawan berbagai problem kebangsaan, salah satunya radikal terorisme.
Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan, pada usia kemerdekaan Indonesia yang ke-74 tahun ini sebenarnya seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia untuk maju itu sangat ada, seperti sumber daya alam (SDA) yang bagus dengan ditunjang, letak geografis yang strategis.
“Sebagai sebuah bangsa, kita sebenarnya punya modal sosial yang cukup besar, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Apa yang sudah diwariskan dari para founding fathers kita itu adalah modal besar, termasuk di dalamnya bahasa persatuan. Itu sudah berhasil kita lewati, karena sampai hari ini kita tidak terpecah dan masih tetap utuh yang tentunya semua itu adalah sebuah modal sosial yang besar dan tangguh untuk bisa maju,” tutur Hamdi di Jakarta, Rabu 14 Agustus 2019.
Modal sosial ini, kata dia, sangat penting karena untuk majunya sebuah negara perlu banyak modal. Dia menyebut modal tersebut. Pertama, modal kekayaan sumber daya alam yang bersifat fisik material.
Kedua, jika orang ingin maju untuk membangun bangsa yang namanya national building seperti yang dikatakan Ir Soekarno pada waktu itu.
“National building ini maksudnya adalah membangun bangsa yang sejahtera, lahir fisik sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, yaitu memajukan kehidupan bangsa, memajukan perikehidupan dan sebagainya sesuai dengan UUD 1945. Untuk membangun national building ini modal dasarnya, pertama, fisik material yaitu, sumber daya alam, kedua, uang atau finansial, dan ketiga, yaitu sumber daya tekhnologi,” ujarnya menjelaskan.
Dengan modal tersebut, kata dia, kemudian ada pemikiran sosial dengan memakai istilah capital, baik itu natural capital, ekonomic capital, tecnological capital. Namun hal tersebut tentu tidak cukup untuk bisa maju jika bangsa selalu berkonflik, tidak ada keamanan, tidak ada rasa saling percaya, lalu di susupi ideologi radikalisme. Untuk itulah tentunya juga diperlukan modal sosial agar dapat maju.
“Modal sosial untuk maju itu hanya bisa dipupuk dengan rasa nasionalisme, percaya antarsesama anak bangsa, tidak ribut terus, semangat persatuan supaya kita memiliki apa yang disebut dengan kohesi sosial. Jadi secara sosial kita ini kohesi atau merasa satu,” tuturnya.
Menurut Hamdi, kohesi sosial itu sangat diperlukan agar bangsa atau negara itu bisa maju. Karena tidak mungkin ada negara bisa maju kalau social capital-nya rendah. Indonesia bisa berdiri karena social capital-nya yang dibangun terlebih dahulu.
Bahkan pada waktu republik ini berdiri, para founding fathers kita ini sebenarnya cuma punya rasa saling percaya saja. Dimana saat itu ada Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatra dan sebagainya, dimana semua elite-elite itu saling percaya bahwa kita bisa bersatu.
“Karena adanya perasaan, senasib, sepenanggungan, rasa saling percaya, lalu menciptakan bahasa yang sama, dari situlah lahirlah Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yang kemudian sepakat untuk membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasarnya harmoni itu. Pancasila itu sebenarnya dasarnya adalah harmoni, yakni sebuah ideologi yang mengatasi semua perbedaan-perbedaan. Karena kalau tidak ada Pancasila, tentu bangsa kita ini akan ribut terus,” ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, Pancasila bisa dikatakan semacam ideologi kompromi, yang menurutnya oleh para ahli sosial disebut sebagai ideology of tolerant.
“Yang mana sebuah ideologi yang mentoleransi semua perbedaan supaya modal sosial kita untuk merdeka itu bisa semakin kuat. Itu modal sosial yang kita miliki,” ucapnya..
Menurut dia, dengan modal sosial yang sudah dimiliki tersebut maka masyarakat bangsa ini harus merawatnya dengan baik. Karena modal sosial ini seperti tabungan dan menjadi sebuah investasi.
Kalau "tabungan" (modal sosial) itu tidak pernah ditambah atau diperbarui, tentunya lama-lama akan mudah tergerus atau berkurang.
Agar masyarakat bangsa ini bisa unggul dalam memenangkan "pertempuran" di abad ke-21 ini, kata dia, perlu menambahkan satu modal lagi yang biasa disebut dengan psychological capital atau modal psikologis seperti kreativitas, pruduktivitas, daya saing, daya juang, tidak mudah menyerah, kerja keras, menguasai sesuatu saat bersaing dengan ketat, optimis, mental yang tangguh.
“Kalau kita simpulkan, yakni modal alam kita sudah punya, modal sosial juga punya walaupun sampai sekarang mengalami ujian terus seperti ada usaha perpecahan, pernah juga ada konflik di Ambon, sehingga tercabik lagi modal sosial kita itu, modal sosial tentu menjadi basisnya," tuturnya.
Karena kalau tidak ada keamanan, ketenteraman, rasa saling percaya, persatuan, berkonflik, tidak ada ketenangan sosial dinilainya negara ini tidak dapat berjalan. Hal itu menjadi renungan penting dalam memperingati 74 Tahun Indonesia Merdeka agar kedepannya bangsa Indonesia bisa unggul di segala aspek.
“Artinya semangat kebangsaan, rasa saling percaya, kerja sama antar anak bangsa, antarberbeda agama, persatuan Indonesia tentunya harus bisa dijaga. Kita harus saling menjaga agar tidak mudah diadu-adu oleh paham-paham asing yang dapat memecah belah persatuan yang dapat menggerus modal sosial,” ucapnya.
(dam)