Ombudsman Temukan Maladministrasi Rekrutmen CPNS Disabilitas
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman RI menemukan dugaan maladministrasi terkait proses rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) penyandang disabilitas. Salah satunya yang dialami oleh Romi Syofpa Ismael yang kelulusan CPNSnya dibatalkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Solok Selatan.
“Saya melihat masih ada indikasi maladministrasi proses rekruitmen CPNS yang ditetapkan oleh pemerintah terutama untuk saudara kita yang disabilitas. Sebagaimana kasus pengangkatan CPNS dokter gigi Romi yang ditangani dinas Sumatera Barat, Solok Selatan,” ungkap anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu dalam acara ‘Ngopi Bareng Ombudsman dan Bedah Buku ‘Terimakasih Ombudsman’ di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Padahal, kata Ninik Indonesia telah memiliki Undang-undang yang mengatur tentang penyandang disabilitas. “Kita tahu, kita sudah punya UU Nomor 8 Tahun 2016, tentang penyandang disabilitas di salah satu pasalnya sudah jelas bahwa afirmasi untuk CPNS dan sudah seharusnya ini dilakukan. Saya kira ini menjadi pembelajaran penting,” katanya.
Dia juga menyesalkan pemerintah pusat belum menyelesaikan permasalahan rekrutmen CPNS penyandang disabilitas secara sistemik. “Buat Ombudsman penyelesaian praktis ini tetap belum memberikan solusi secara sistemik terhadap proses-proses penyelesaian terkait dengan rekruitmen kawan-kawan kita yang disabilitas,” tegasnya.
Sampai saat ini, kata dia, laporan terkait rekrutmen CPNS penyandang disabilitas masih belum jelas. Termasuk guru honorer di Aceh yang sudah diangkat CPNS dua kali namun dibatalkan karena disabilitas.
“Itulah kenapa, Ombudsman perwakilan Sumatera Barat tetap melanjutkan laporan dan kebetulan dr gigi Romi tidak serta merta menghentikan laporannya meskipun dia sudah diangkat CPNS oleh pemerintah pusat. Sebab pertemuan terakhir pada saat pemanggilan 7 Agustus yang lalu, Pemkab Solok Selatan masih menganggap keputusan pembatalan pengangkatan CPNS tidak salah,” katanya.
Ninik mengatakan seharusnya peraturan yang sudah ada menjadi patokan bagi pemerintah Kabupaten Solok Selatan dan juga Pemerintah Pusat untuk proses rekrutmen CPNS penyandang disabilitas. Bahkan, pemerintah pusat memberi kesan seakan-akan tidak tahu mengenai permasalahan ini.
“Padahal pemerintah kabupaten Solok Selatan telah melakukan konsultasi sejak bulan Februari kepada panitia seleksi pusat, juga melakukan konsultasi dengan Kemenkes, Kemenpan dan seluruh konsultasi itu menghasilkan yang sifatnya abu-abu,” jelas Ninik.
“Saya melihat masih ada indikasi maladministrasi proses rekruitmen CPNS yang ditetapkan oleh pemerintah terutama untuk saudara kita yang disabilitas. Sebagaimana kasus pengangkatan CPNS dokter gigi Romi yang ditangani dinas Sumatera Barat, Solok Selatan,” ungkap anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu dalam acara ‘Ngopi Bareng Ombudsman dan Bedah Buku ‘Terimakasih Ombudsman’ di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Padahal, kata Ninik Indonesia telah memiliki Undang-undang yang mengatur tentang penyandang disabilitas. “Kita tahu, kita sudah punya UU Nomor 8 Tahun 2016, tentang penyandang disabilitas di salah satu pasalnya sudah jelas bahwa afirmasi untuk CPNS dan sudah seharusnya ini dilakukan. Saya kira ini menjadi pembelajaran penting,” katanya.
Dia juga menyesalkan pemerintah pusat belum menyelesaikan permasalahan rekrutmen CPNS penyandang disabilitas secara sistemik. “Buat Ombudsman penyelesaian praktis ini tetap belum memberikan solusi secara sistemik terhadap proses-proses penyelesaian terkait dengan rekruitmen kawan-kawan kita yang disabilitas,” tegasnya.
Sampai saat ini, kata dia, laporan terkait rekrutmen CPNS penyandang disabilitas masih belum jelas. Termasuk guru honorer di Aceh yang sudah diangkat CPNS dua kali namun dibatalkan karena disabilitas.
“Itulah kenapa, Ombudsman perwakilan Sumatera Barat tetap melanjutkan laporan dan kebetulan dr gigi Romi tidak serta merta menghentikan laporannya meskipun dia sudah diangkat CPNS oleh pemerintah pusat. Sebab pertemuan terakhir pada saat pemanggilan 7 Agustus yang lalu, Pemkab Solok Selatan masih menganggap keputusan pembatalan pengangkatan CPNS tidak salah,” katanya.
Ninik mengatakan seharusnya peraturan yang sudah ada menjadi patokan bagi pemerintah Kabupaten Solok Selatan dan juga Pemerintah Pusat untuk proses rekrutmen CPNS penyandang disabilitas. Bahkan, pemerintah pusat memberi kesan seakan-akan tidak tahu mengenai permasalahan ini.
“Padahal pemerintah kabupaten Solok Selatan telah melakukan konsultasi sejak bulan Februari kepada panitia seleksi pusat, juga melakukan konsultasi dengan Kemenkes, Kemenpan dan seluruh konsultasi itu menghasilkan yang sifatnya abu-abu,” jelas Ninik.
(cip)