Menerobos Padatnya Masjidilharam Saat Tawaf Ifadah
A
A
A
MEKKAH - Langit Kota Mekkah terlihat gemerlap menjelang subuh kemarin. Ratusan ribu jamaah haji yang memenuhi Masjidilharam seolah menguarkan cahaya, menghiasi angkasa. Para tamu Allah itu terus memutar mengelilingi kakbah sambil terus memanjatkan doa.
Kami bersama rekan jurnalis dari Media Center Haji (MCH) berjalan cepat menuju Masjidilharam setelah bus yang ditumpangi berhenti di Terminal Syieb Amir. Waktu sudah mendekat subuh, sehingga kami harus bergegas agar mendapatkan tempat, bersaing dengan jamaah haji lain yang juga punya niat sama.
Harapan kami mendapatkan tempat di depan Kakbah pupus sudah. Hampir semua pintu untuk masuk ke bangunan utama Baitullah telah ditutup. Jamaah yang baru datang dialirkan memutar menuju area perluasan Masjidilharam. Kami bersama ribuan jamaah lain diarahkan untuk naik tangga masuk ke gedung baru, lalu naik eskalator empat kali. Akhirnya kami sampai ke roof top gedung tersebut. Kakbah terlihat kecil dari tempat kami memandang.
Meski sudah berada di roof top bukan berarti situasinya lengang. Untuk berdiri salat subuh kami harus berhimpitan. Sulit untuk melakukan gerakan sempurna. Saling berbagi tempat dengan makmum lainnya adalah kunci untuk bisa sujud seadanya.
Usai salat subuh, kami kemudian berusaha turun untuk ikut membaur dengan jamaah haji lain yang melakukan tawaf ifadah di dekat Kakbah. Namun ternyata semua pintu juga masih ditutup. Kami terus berkeliling mencari cara agar bisa turun tangga. Tapi askar yang berjaga sangat awas dan tegas, dan memaksa kami terus berjalan mencari jalan.
Setelah berjalan hampir satu jam, kami mendapati pintu yang baru dibuka. Tak menunggu lama kami lalu menuruni anak tangga dan sampai di pelataran Kakbah. Namun ternyata, situasinya juga sangat padat. Kami berdesakan dengan jamaah haji dari negara lain yang memiliki postur tubuh lebih besar. Sulit berjalan dengan kaki menapak sempurna.
Di antara ribuan orang itu, ada pula jamaah haji Indonesia. Mereka berkelompok saling menjaga satu sama lain sambil terus berjalan mengelilingi Kakbah. Tujuh kali berkeliling mereka lalu minggir di sisi yang agak longgar untuk menunaikan salat sunah usai tawaf. Mereka kemudian berdoa dengan segala kekhusukannya sambil meneteskan air mata.
“Alhamdulillah senang rasanya, setelah ini tinggal Sa’i saja,” kata Aisyah, jamaah haji asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah usai berdoa bersama kelompoknya di depan Kakbah, kemarin.
Jamaah yang tergabung dalam Kelompok Terbang (kloter) 48 Embarkasi Solo (SOC) ini mengaku sangat bersyukur bisa melewati rangkaian ibadah haji yang cukup panjang. Dari mulai wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina sekaligus lempar jumrah.
“Semua berjalan lancar, semoga terus sehat,” kata Aisyah yang mengaku berumur 63 tahun ini.
Setelah selesai doa bersama, Aisyah dan sekitar 20 temannya, lalu berfoto bersama. Lelehan air mata terlihat membasahi pipi yang diusapnya dengan tangan. Dia sulit membayangkan bisa sempurna mengelilingi Kakbah di tengah kepadatan seperti itu.
Rasa syukur tak terhingga juga diungkapkan Fajar, jamaah haji asal Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dia yang berangkat bersama ibunya, diberikan kelancaran dalam menjalani setiap tahan ibadah haji. “Plong rasanya,” tutur Fajar.
Dia menuturkan bahwa proses Arafah, Muzdalifah, dan Mina berjalan lancar. Hujan yang sempat turun saat di Arafah dan Mina juga tidak mengganggu pelaksanaan ibadah. “Tenda yang kami tempati di Mina nggak papa. Alhamdulillah semuanya lancar,” katanya.
Kami bersama rekan jurnalis dari Media Center Haji (MCH) berjalan cepat menuju Masjidilharam setelah bus yang ditumpangi berhenti di Terminal Syieb Amir. Waktu sudah mendekat subuh, sehingga kami harus bergegas agar mendapatkan tempat, bersaing dengan jamaah haji lain yang juga punya niat sama.
Harapan kami mendapatkan tempat di depan Kakbah pupus sudah. Hampir semua pintu untuk masuk ke bangunan utama Baitullah telah ditutup. Jamaah yang baru datang dialirkan memutar menuju area perluasan Masjidilharam. Kami bersama ribuan jamaah lain diarahkan untuk naik tangga masuk ke gedung baru, lalu naik eskalator empat kali. Akhirnya kami sampai ke roof top gedung tersebut. Kakbah terlihat kecil dari tempat kami memandang.
Meski sudah berada di roof top bukan berarti situasinya lengang. Untuk berdiri salat subuh kami harus berhimpitan. Sulit untuk melakukan gerakan sempurna. Saling berbagi tempat dengan makmum lainnya adalah kunci untuk bisa sujud seadanya.
Usai salat subuh, kami kemudian berusaha turun untuk ikut membaur dengan jamaah haji lain yang melakukan tawaf ifadah di dekat Kakbah. Namun ternyata semua pintu juga masih ditutup. Kami terus berkeliling mencari cara agar bisa turun tangga. Tapi askar yang berjaga sangat awas dan tegas, dan memaksa kami terus berjalan mencari jalan.
Setelah berjalan hampir satu jam, kami mendapati pintu yang baru dibuka. Tak menunggu lama kami lalu menuruni anak tangga dan sampai di pelataran Kakbah. Namun ternyata, situasinya juga sangat padat. Kami berdesakan dengan jamaah haji dari negara lain yang memiliki postur tubuh lebih besar. Sulit berjalan dengan kaki menapak sempurna.
Di antara ribuan orang itu, ada pula jamaah haji Indonesia. Mereka berkelompok saling menjaga satu sama lain sambil terus berjalan mengelilingi Kakbah. Tujuh kali berkeliling mereka lalu minggir di sisi yang agak longgar untuk menunaikan salat sunah usai tawaf. Mereka kemudian berdoa dengan segala kekhusukannya sambil meneteskan air mata.
“Alhamdulillah senang rasanya, setelah ini tinggal Sa’i saja,” kata Aisyah, jamaah haji asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah usai berdoa bersama kelompoknya di depan Kakbah, kemarin.
Jamaah yang tergabung dalam Kelompok Terbang (kloter) 48 Embarkasi Solo (SOC) ini mengaku sangat bersyukur bisa melewati rangkaian ibadah haji yang cukup panjang. Dari mulai wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina sekaligus lempar jumrah.
“Semua berjalan lancar, semoga terus sehat,” kata Aisyah yang mengaku berumur 63 tahun ini.
Setelah selesai doa bersama, Aisyah dan sekitar 20 temannya, lalu berfoto bersama. Lelehan air mata terlihat membasahi pipi yang diusapnya dengan tangan. Dia sulit membayangkan bisa sempurna mengelilingi Kakbah di tengah kepadatan seperti itu.
Rasa syukur tak terhingga juga diungkapkan Fajar, jamaah haji asal Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dia yang berangkat bersama ibunya, diberikan kelancaran dalam menjalani setiap tahan ibadah haji. “Plong rasanya,” tutur Fajar.
Dia menuturkan bahwa proses Arafah, Muzdalifah, dan Mina berjalan lancar. Hujan yang sempat turun saat di Arafah dan Mina juga tidak mengganggu pelaksanaan ibadah. “Tenda yang kami tempati di Mina nggak papa. Alhamdulillah semuanya lancar,” katanya.
(kri)