KPK Ingatkan Perbaikan Tata Kelola Energi
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai prinsip energi berkeadilan harus ditegakkan dan dilaksanakan secara konsisten dan serius oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta.
Tujuannya untuk menunjang peningkatan akses energi bagi masyarakat, optimalisasi potensi sumber energi dan pengembangan energi, peningkatan investasi dan iklim usaha, hingga pertumbuhan ekonomi dan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat untuk Indonesia yang lebih baik.
Berdasarkan data hasil penelusuran KORAN SINDO, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan beberapa prinsip pembangunan energi berkeadilan.
Antara lain pertama, peningkatan rasio elektrifikasi untuk menerangi seluruh wilayah di Indonesia. Kedua, program pemerataan dan keterjangkauan untuk mengurangi kesenjangan terhadap harga dan aksessibilitas energi. Ketiga, menjaga keberlanjutan pasokan energi.
Keempat, menjaga iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kelima, melaksanakan kebijakan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan, pelaksanaan dan penegakan prinsip energi berkeadilan harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan oleh pemerintah hingga perusahaan BUMN dan perusahaan swasta (untuk Indonesia yang lebih baik, bisa dihapus).
Karenanya KPK memiliki harapan, tutur Syarif, pelaksanaan dan penegakan prinsip energi berkeadilan diwujudkan dengan ketersediaan energi nasional yang merata dan adil dari Sabang sampai Merauke.
"Jangan energi di Jawa surplus tapi di luar Jawa tidak cukup. Prinsip keadilan itu sama perlakuannya," tegas Syarif kepada KORAN SINDO.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Governance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) ini menegaskan, keberlanjutan pasokan dan pengembangan energi nasional pun harus bertumpu pada pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan.
Untuk itu, Syarif memaparkan, KPK mendorong semua pemangku kepentingan melakukan pengembangan energi nasional melalui kombinasi energi terbarukan, yakni hidro, panas bumi, bayu, dan surya.
"Pengembangan energi nasional luar Jawa sebaiknya diarahkan pada energi terbarukan dan tidak mengulang model pembangunan energi di Jawa yang didominasi batu bara, minyak, dan gas," ungkapnya.
Syarif melanjutkan, sehubungan dengan pengembangan dan peningkatan energi nasional maka infrastruktur energi termasuk infrastruktur elektriksasi harus dikembangkan dan diperbaiki dengan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan BUMN, maupun perusahaan swasta. Pasalnya pengembangan dan perbaikan tersebut dapat menunjang peningkatan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Khususnya (infrastruktur energi-red) daerah luar Jawa agar investasi tidak hanya terpusat di Jawa. Sudah saatnya janji-janji pengembangan kawasan luar Jawa diwujudkan," paparnya.
Bagi KPK, Syarif menambahkan, aspek yang harus diperhatikan juga oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta perusahaan BUMN dan perusahaan swasta, yakni sehubungan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola sektor energi.
Langkah yang tepat dan harus dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan dan menjalankan pencegahan korupsi secara sistematis. "Pembangunan energi nasional harus bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti yang berlaku selama ini," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR M Ridwan Hisjam mengatakan, Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karenanya, sambung dia Ridwan mengatakan sumber daya energi secara prinsip harus digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Apalagi dari sekitar 17.000 pulau yang dimiliki Indonesia, ada sekitar 12 persen atau 2.300 pulau berpenghuni.
"Di sini ada tanggung jawab negara untuk memberikan fasilitas kehidupan bagi rakyat yang menempati pulau-pulau tersebut termasuk kebutuhan akan sumber energi lisrik dan BBM (bahan bakar minyak)," tutur Ridwan kepada KORAN SINDO.
Ketua DPP Partai Golkar ini menuturkan, sejak awal 2014 memang sudah ada niat dari pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sehingga masyarakat dapat merasakan ketersediaan energi bagi kehidupan masyarakat.
Tapi, Komisi VII DPR berpandangan ketersediaan yang diharapkan sebenarnya bukan hanya tersedia begitu saja, tapi juga dari jumlah, keberlanjutan, dan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
"Kesan selama ini kalau yang belum teraliri lisrik hanya terdapat di pulau terdepan, terluar dan terpencil. Hal itu tidak sepenuhnya benar. Patut diingat juga, persoalan energi berkeadilan juga perlu untuk semua lapisan masyarakat. Di daerah Jawa Timur, masih terdapat beberapa daerah yang belum teraliri listrik. Hal ini dikarenakan infrastruktur yang belum memadai," bebernya.
Ridwan menegaskan, pengembangan energi terbarukan pun semestinya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan pasokan energi nasional. Indonesia telah memiliki payung hukum dalam pengembangan energi terbarukan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). PP ini merupakan hasil produk dari Pemerintah dan DPR karena merupakan amanah UU Nomor 30/2007 tentang Energi.
Dalam PP tersebut, Ridwan mengungkapkan, Indonesia mentargetkan sedikitnya 23% pada tahun 2025 bauran energi bersumber dari energi terbarukan. Dalam mengimplementasikan target ini kemudian disusun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk tingkat Nasional. Berikutnya diturunkan ke tingkat daerah yakni provinsi, kabupaten, dan kota dengan penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
"Apabila perencanaan tersebut dapat dilaksanakan tentu target yang dicanangkan dimungkinkan dapat dicapai, tentu ini harus disertai dengan komitmen bersama semua, baik dari Pemerintah, pelaku usaha, BUMN, BUMD, serta semua pihak yang berperan pada sektor energi," ungkapnya.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyatakan, berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 maka negara berkewajiban menyediakan energi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dari Barat ke Timur yakni Sabang sampai Merauke serta dari Utara ke Selatan yakni Miangas hingga Rote. Ada beberapa bentuk program yang dilakukan dan dijalankan pemerintah untuk energi berkeadilan.
Pertama, akses semua orang terhadap energi. Programnya yakni pelaksanaan satu harga bahan bakar minyak (BBM) yang sama yang dijalankan PT Pertamina (Persero) dan perusahaan swasta.
Dia menjelaskan, program ini diawasi langsung oleh Kementerian ESDM. Sebelumnya Agung mencontohkan, masyarakat di Papua dan Papua Barat membeli BBM dengan harga per liter sebesar Rp50.000. Sejak Oktober 2016 hingga saat ini, ujar Agung, harga BBM di Papua dan Papua Barat sama harganya dengan BBM di Pulau Jawa.
Kedua, aspek elektriksasi. Agung mengatakan, tahun ini pemerintah menargetkan 99% pulau berpenghuni sudah terelektriksasi atau sudah mendapatkan penerangan secara menyeluruh. Guna menunjang ini, pemerintah melalui Kementerian ESDM memiliki program "lampu energi tenaga surya".
Dia menjelaskan, program ini sangat diprioritaskan bagi warga masyarakat yang berada di Pulau Papua dengan pemberianerikan bantuan lampu tenaga surya hemat energi.
"Selain itu bentuk kepedulian kita Kementerian ESDM terhadap adalah ada program pemberian sambungan listrik gratis. Yang 450an (daya 450 Volt Ampere) untuk masyarakat miskin ada di PLN. Untuk Kementerian ESDM, para pegawainya bahu-membahu mengumpulkan uang untuk sambungan listrik dan sekarang sedang berjalan 1.200 sambungan di NTB dan 1.200 sambungan di NTT," tegas Agung kepada KORAN SINDO, Senin (12/8/2019).
Dia melanjutkan, Kementerian ESDM juga mendorong seluruh stakeholder terkhusus para pegawai Kementerian ESDM untuk menyediakan sambungan listrik gratis bagi masyarakat. Satu sambungan senilai sekitat Rp743.500. Guna efektivitas dan keberlangsungan program ini maka Kementerian ESDM terjun melakukan koordinasi dengan stakeholder dan pemantauan di lapangan.
Tujuannya untuk menunjang peningkatan akses energi bagi masyarakat, optimalisasi potensi sumber energi dan pengembangan energi, peningkatan investasi dan iklim usaha, hingga pertumbuhan ekonomi dan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat untuk Indonesia yang lebih baik.
Berdasarkan data hasil penelusuran KORAN SINDO, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan beberapa prinsip pembangunan energi berkeadilan.
Antara lain pertama, peningkatan rasio elektrifikasi untuk menerangi seluruh wilayah di Indonesia. Kedua, program pemerataan dan keterjangkauan untuk mengurangi kesenjangan terhadap harga dan aksessibilitas energi. Ketiga, menjaga keberlanjutan pasokan energi.
Keempat, menjaga iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kelima, melaksanakan kebijakan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan, pelaksanaan dan penegakan prinsip energi berkeadilan harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan oleh pemerintah hingga perusahaan BUMN dan perusahaan swasta (untuk Indonesia yang lebih baik, bisa dihapus).
Karenanya KPK memiliki harapan, tutur Syarif, pelaksanaan dan penegakan prinsip energi berkeadilan diwujudkan dengan ketersediaan energi nasional yang merata dan adil dari Sabang sampai Merauke.
"Jangan energi di Jawa surplus tapi di luar Jawa tidak cukup. Prinsip keadilan itu sama perlakuannya," tegas Syarif kepada KORAN SINDO.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Governance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) ini menegaskan, keberlanjutan pasokan dan pengembangan energi nasional pun harus bertumpu pada pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan.
Untuk itu, Syarif memaparkan, KPK mendorong semua pemangku kepentingan melakukan pengembangan energi nasional melalui kombinasi energi terbarukan, yakni hidro, panas bumi, bayu, dan surya.
"Pengembangan energi nasional luar Jawa sebaiknya diarahkan pada energi terbarukan dan tidak mengulang model pembangunan energi di Jawa yang didominasi batu bara, minyak, dan gas," ungkapnya.
Syarif melanjutkan, sehubungan dengan pengembangan dan peningkatan energi nasional maka infrastruktur energi termasuk infrastruktur elektriksasi harus dikembangkan dan diperbaiki dengan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan BUMN, maupun perusahaan swasta. Pasalnya pengembangan dan perbaikan tersebut dapat menunjang peningkatan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Khususnya (infrastruktur energi-red) daerah luar Jawa agar investasi tidak hanya terpusat di Jawa. Sudah saatnya janji-janji pengembangan kawasan luar Jawa diwujudkan," paparnya.
Bagi KPK, Syarif menambahkan, aspek yang harus diperhatikan juga oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta perusahaan BUMN dan perusahaan swasta, yakni sehubungan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola sektor energi.
Langkah yang tepat dan harus dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan dan menjalankan pencegahan korupsi secara sistematis. "Pembangunan energi nasional harus bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti yang berlaku selama ini," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR M Ridwan Hisjam mengatakan, Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karenanya, sambung dia Ridwan mengatakan sumber daya energi secara prinsip harus digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Apalagi dari sekitar 17.000 pulau yang dimiliki Indonesia, ada sekitar 12 persen atau 2.300 pulau berpenghuni.
"Di sini ada tanggung jawab negara untuk memberikan fasilitas kehidupan bagi rakyat yang menempati pulau-pulau tersebut termasuk kebutuhan akan sumber energi lisrik dan BBM (bahan bakar minyak)," tutur Ridwan kepada KORAN SINDO.
Ketua DPP Partai Golkar ini menuturkan, sejak awal 2014 memang sudah ada niat dari pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sehingga masyarakat dapat merasakan ketersediaan energi bagi kehidupan masyarakat.
Tapi, Komisi VII DPR berpandangan ketersediaan yang diharapkan sebenarnya bukan hanya tersedia begitu saja, tapi juga dari jumlah, keberlanjutan, dan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
"Kesan selama ini kalau yang belum teraliri lisrik hanya terdapat di pulau terdepan, terluar dan terpencil. Hal itu tidak sepenuhnya benar. Patut diingat juga, persoalan energi berkeadilan juga perlu untuk semua lapisan masyarakat. Di daerah Jawa Timur, masih terdapat beberapa daerah yang belum teraliri listrik. Hal ini dikarenakan infrastruktur yang belum memadai," bebernya.
Ridwan menegaskan, pengembangan energi terbarukan pun semestinya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan pasokan energi nasional. Indonesia telah memiliki payung hukum dalam pengembangan energi terbarukan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). PP ini merupakan hasil produk dari Pemerintah dan DPR karena merupakan amanah UU Nomor 30/2007 tentang Energi.
Dalam PP tersebut, Ridwan mengungkapkan, Indonesia mentargetkan sedikitnya 23% pada tahun 2025 bauran energi bersumber dari energi terbarukan. Dalam mengimplementasikan target ini kemudian disusun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk tingkat Nasional. Berikutnya diturunkan ke tingkat daerah yakni provinsi, kabupaten, dan kota dengan penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
"Apabila perencanaan tersebut dapat dilaksanakan tentu target yang dicanangkan dimungkinkan dapat dicapai, tentu ini harus disertai dengan komitmen bersama semua, baik dari Pemerintah, pelaku usaha, BUMN, BUMD, serta semua pihak yang berperan pada sektor energi," ungkapnya.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyatakan, berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 maka negara berkewajiban menyediakan energi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dari Barat ke Timur yakni Sabang sampai Merauke serta dari Utara ke Selatan yakni Miangas hingga Rote. Ada beberapa bentuk program yang dilakukan dan dijalankan pemerintah untuk energi berkeadilan.
Pertama, akses semua orang terhadap energi. Programnya yakni pelaksanaan satu harga bahan bakar minyak (BBM) yang sama yang dijalankan PT Pertamina (Persero) dan perusahaan swasta.
Dia menjelaskan, program ini diawasi langsung oleh Kementerian ESDM. Sebelumnya Agung mencontohkan, masyarakat di Papua dan Papua Barat membeli BBM dengan harga per liter sebesar Rp50.000. Sejak Oktober 2016 hingga saat ini, ujar Agung, harga BBM di Papua dan Papua Barat sama harganya dengan BBM di Pulau Jawa.
Kedua, aspek elektriksasi. Agung mengatakan, tahun ini pemerintah menargetkan 99% pulau berpenghuni sudah terelektriksasi atau sudah mendapatkan penerangan secara menyeluruh. Guna menunjang ini, pemerintah melalui Kementerian ESDM memiliki program "lampu energi tenaga surya".
Dia menjelaskan, program ini sangat diprioritaskan bagi warga masyarakat yang berada di Pulau Papua dengan pemberianerikan bantuan lampu tenaga surya hemat energi.
"Selain itu bentuk kepedulian kita Kementerian ESDM terhadap adalah ada program pemberian sambungan listrik gratis. Yang 450an (daya 450 Volt Ampere) untuk masyarakat miskin ada di PLN. Untuk Kementerian ESDM, para pegawainya bahu-membahu mengumpulkan uang untuk sambungan listrik dan sekarang sedang berjalan 1.200 sambungan di NTB dan 1.200 sambungan di NTT," tegas Agung kepada KORAN SINDO, Senin (12/8/2019).
Dia melanjutkan, Kementerian ESDM juga mendorong seluruh stakeholder terkhusus para pegawai Kementerian ESDM untuk menyediakan sambungan listrik gratis bagi masyarakat. Satu sambungan senilai sekitat Rp743.500. Guna efektivitas dan keberlangsungan program ini maka Kementerian ESDM terjun melakukan koordinasi dengan stakeholder dan pemantauan di lapangan.
(dam)