Kasus Impor Bawang, I Nyoman Dhamantra Diduga Minta Fee Rp3,6 M

Jum'at, 09 Agustus 2019 - 08:57 WIB
Kasus Impor Bawang, I Nyoman Dhamantra Diduga Minta Fee Rp3,6 M
Kasus Impor Bawang, I Nyoman Dhamantra Diduga Minta Fee Rp3,6 M
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR asal Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Dhamantra diduga meminta fee sebesar Rp3,6 miliar terkait pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019. Fee tersebut merupakan total perkilogram bawang putih yang akan diimpor.

"Rp3,6 miliar dengan komitmen fee Rp1.700-Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019) malam.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan enam orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni penerima Dhamantra, orang kepercayaan Dhamantra, Mirawati Basri (MBS), swasta Elviyanto (ELV). Kemudian sebagai pemberi Chandry Suanda (CSU) alias Afung, swasta Doddy Wahyudi (DDW) dan swasta Zulfikar (ZFK).

(Baca juga: I Nyoman Dhamantra Jadi Tersangka Kasus Suap Impor Bawang)

Agus menjelaskan, perkara ini berawal dari Chandry pemilik PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) yang bergerak di bidang pertanian, diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih. Chandry dan Doddy diduga bekerjasama untuk mengurus izin impor bawang putih untuk tahun 2019.

"Sebelumnya Doddy menawarkan bantuan dan menyampaikan memiliki 'jalur lain' untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementrian Perdagangan (Kemendag)," ujar Agus.

Karena proses pengurusan yang tidak kunjung selesai, Doddy berusaha mencari kenalan yang bisa menghubungkannya dengan pihak-pihak yang dapat membantu pengurusan RIPH dan SPI tersebut. Doddy berkenalan dengan pihak swasta Zulfikar yang memiliki kolega-kolega berpengaruh untuk pengurusan izin tersebut.

"Zulfikar memiliki koneksi dengan Mirawati dan Elviyanto pihak swasta yang diketahui dekat dengan Dhamantra, anggota komisi VI DPR RI yang memiliki tugas di bidang perindustrian, perdagangan, koperasi UKM, BUMN, investasi dan standarisasi nasional," jelas Agus.

(Baca juga: Datangi KPK, Nyoman Dhamantra Jadi Orang ke-12 yang Ditangkap KPK)

Doddy, Zulfikar, Mirawati, dan Dhamantra kemudian melakukan serangkaian pertemuan dalam rangka pembahasan pengurusan perizinan impor bawang putih dan kesepakatan fee. Dari pertemuan-pertemuan tersebut muncul permintaan fee dari Dhamantra melalui Mirawati.

Angka yang disepakati pada awalnya adalah Rp3,6 miliar dengan komitmen fee Rp1.700-Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Komitmen fee tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh Chandry.

Dikarenakan perusahaan-perusahaan yang membeli kuota dari Chandry belum memberikan pembayaran, ia tidak memiliki uang untuk membayar komitmen fee tersebut. Kemudian Chandry meminta bantuan Zukfikar memberi pinjaman.

Zulfikar diduga akan mendapatkan bunga dari pinjaman yang diberikan, yaitu Rp100 juta per bulan. Selain itu, jika impor terealisasi, Zulfikar turut mendapatkan bagian Rp50 untuk setiap kilogram bawang putih tersebut.

"Dari pinjaman Rp3,6 miliar tersebut, telah direalisasi sebesar Rp2,1 miliar," imbuh Agus.

Setelah menyepakati metode penyerahan, pada tanggal Rabu, 7 Agustus 2019 sekitar pukul 14.00 WIB, Zulfikar mentransfer Rp2,1 miliar ke Doddy. Kemudian Doddy mentransfer Rp2 miliar ke rekening kasir money changer milik Dhamantra. Rencananya, Rp2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus SPI.

"Sedangkan Rp100 juta masih berada di rekening Doddy yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin. Saat ini semua rekening dalam kondisi diblokir oleh KPK," tegas Agus.

Dari operasi ini KPK mengamankan bukti transfer sebesar Rp2,1 miliar, serta uang sejumlah USD50 ribu dari Mirawati.

Atas ulahnya, Chandry, Doddy dan Zulfikar sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Dhamantra, Mirawati, Elviyanto sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4478 seconds (0.1#10.140)