Ibu Kota Dipastikan di Kalimantan, 3 Provinsi Jadi Pilihan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan. Bahkan, lokasinya sudah mengerucut di tiga provinsi, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
“Provinsinya di mana? Ini yang harus didetailkan lagi. Banyak pilihan yang telah ditindaklanjuti oleh Bappenas, PU, baik di Kalteng (Kalimantan Tengah), Kaltim (Kalimantan Timur), Kalsel (Kalimantan Selatan). Nanti setelah dipaparkan secara detail akan segera kita putuskan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, kemarin.
Dia mengingatkan, dalam kajian tersebut harus mempertimbangkan potensi kebencanaan. Baik gempa bumi, banjir, daya dukung lingkungan, dan ketersediaan air. Selain itu juga perlu dikaji ketersediaan lahan untuk infrastruktur, keekonomian, sisi demografi, sosial politik, dan pertahanan keamanan. “Semuanya harus dilihat detail. Sehingga, keputusan nanti adalah keputusan benar dalam visi ke depan kita,” tuturnya.
Dia juga meminta disiapkan skema pembiayaan baik dari APBN maupun non APBN. Termasuk, desain kelembagaan yang akan diberikan otoritas untuk memproses pemindahan ibu kota negara. “Dan yang paling penting payung hukum regulasi untuk pemindahan ibu kota ini,” ujarnya. Jokowi menegaskan bahwa pemindahan ibu kota negara adalah keputusannya sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan.
Terlebih lagi pemindahan ini harus dilihat sebagai visi lima sampai 100 tahun yang akan datang dalam berbangsa dan bernegara. “Saya juga minta pengalaman negara lain dalam pemindahan ibu kota. Dipelajari faktor apa yang jadi hambatan sehingga kita bisa antisipasi sedini mungkin. Sebaliknya, faktor kunci keberhasilan kita adopsi, kita ambil,” pungkasnya.
Sementara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan telah menyampaikan analisa dari masing-masing kandidat baik Kalteng, Kalsel, maupun Kaltim.
“Setelah itu kami sampaikan juga bagaimana kira-kira bentuk kota yang dibangun di pusat pemerintahan baru tersebut dan skema pembiayaan. Dari hasil rapat tadi, intinya Pak Presiden akan segera membuat pengumuman mengenai lokasi definitifnya atau lokasi pastinya. Yang pasti, satu di antara tiga tersebut,” katanya di Kantor Presiden, kemarin.
Menurutnya, rata-rata kelebihan di lokasi tersebut adalah luas lahan yang relatif besar. Sementara kelemahannya adalah sumber air baku dan potensi kebakaran hutan. “Kami pahami Kalimantan. Beberapa daerah rentan kebakaran, terutama lahan gambut dan batu bara,” ungkapnya.
Kemudian terkait standar kota, Bambang mengatakan, presiden memintar agar berstandar internasional. Selain itu juga harus dapat menjadi rujukan dalam pengembangan kota-kota di Indonesia. “Tentunya semua prinisp yang modern. Prinsipnya yang bisa menjaga keberlangsungan kota dan kehidupan kota lebih nyaman akan menjadi fokus dari desain ibu kota baru,” ujarnya.
Bambang mengatakan, berkaitan dengan pemindahan ibu kota negara baru ini akan diatur melalui undang-undang (UU). Karena itu, lobi-lobi informal terus dilakukan pemerintah. “(Badan otorita) nanti itu akan menjadi bagian dari RUU yang akan diajukan. Jadi, RUU itu mengenai status daerah khusus dan badan otorita Mirip-mirp, tapi tak persis sama dengan Batam (bentuknya),” katanya.
Terkait tahapan proses pemindahan, akan diawali dengan pengumuman lokasi definitif oleh presiden. Setelah itu akan dilanjutkan dengan tahapan persiapan. “Sebentar lagi presiden akan umumkan lokasi definitif. Pada 2020 semua persiapan tadi, termasuk yang landasan hukum. 2021 full konstruksi. 2024 kita harapkan proses pemindahan tahap pertama sudah berlangsung,” pungkasnya.
Sementara Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo mengatakan, terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan, sebaiknya pemerintah diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk menyusun dan merencanakan tahapan-tahapan proses pemindahan. Pertama, harus dibuat dasar aturan hukumnya seperti apa. Setelah itu, Bappenas akan membuat skema anggarannya seperti apa.
“Jadi, biar saja kita kasih kesempatan untuk pemerintah menyusun perencanaannya. Pak Bambang bilang sudah ada perencanaan yang matang. Tinggal dibikin dasar hukum dan undang-undangnya. Setelah itu, Kementerian Keuangan menghitung anggaran yang dibutuhkan,” kata Firman, kemarin.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, melihat kondisi Pulau Jawa yang sangat rentan terhadap bencana, rencana pemindahan ibu kota ini dinilai penting. Sebab, segala hal yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan maka harus diantisipasi.
”Saya menyarankan pemerintah melakukan studi banding ke Brasilia, ibu kota Brasil. Kantor pemerintahan di sana seperti di Jalan Thamrin, berdekatan, jadi koordinasi antarkementerian nggak usah pakai mobil cukup jalan kaki,” tuturnya.
Terkait rencana pemindahan ini, menurut Firman, tahapan yang dilakukan bisa secara bertahap. Misalnya, diawali oleh kantor-kantor pemerintahan sementara pada tahap awal DPR masih tetap di Jakarta. Untuk tahap selanjutnya baru DPR juga berada di Ibu Kota yang baru.
”Kita enggak mungkin melakukan rencana ini semudah membalikkan telapak tangan. Kalau kita lihat gempa kemarin itu saja sudah heboh, padahal bencana seperti itu menjadi siklus lima tahunan,” katanya. Firman mengakui hingga saat ini DPR belum pernah membahas secara detail mengenai rencana pemindahan ibu kota dengan pemerintah.
”Pemerintah tentu harus menyiapkan rencana kerja, tidak bisa pemerintah membahas dengan DPR tanpa terlebih dahulu menyiapkan perencanaannya. Dan pasti pemerintah sudah tahu mekanismenya seperti apa, termasuk lobi-lobi politik yang harus dilakukan,” tuturnya.
“Provinsinya di mana? Ini yang harus didetailkan lagi. Banyak pilihan yang telah ditindaklanjuti oleh Bappenas, PU, baik di Kalteng (Kalimantan Tengah), Kaltim (Kalimantan Timur), Kalsel (Kalimantan Selatan). Nanti setelah dipaparkan secara detail akan segera kita putuskan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, kemarin.
Dia mengingatkan, dalam kajian tersebut harus mempertimbangkan potensi kebencanaan. Baik gempa bumi, banjir, daya dukung lingkungan, dan ketersediaan air. Selain itu juga perlu dikaji ketersediaan lahan untuk infrastruktur, keekonomian, sisi demografi, sosial politik, dan pertahanan keamanan. “Semuanya harus dilihat detail. Sehingga, keputusan nanti adalah keputusan benar dalam visi ke depan kita,” tuturnya.
Dia juga meminta disiapkan skema pembiayaan baik dari APBN maupun non APBN. Termasuk, desain kelembagaan yang akan diberikan otoritas untuk memproses pemindahan ibu kota negara. “Dan yang paling penting payung hukum regulasi untuk pemindahan ibu kota ini,” ujarnya. Jokowi menegaskan bahwa pemindahan ibu kota negara adalah keputusannya sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan.
Terlebih lagi pemindahan ini harus dilihat sebagai visi lima sampai 100 tahun yang akan datang dalam berbangsa dan bernegara. “Saya juga minta pengalaman negara lain dalam pemindahan ibu kota. Dipelajari faktor apa yang jadi hambatan sehingga kita bisa antisipasi sedini mungkin. Sebaliknya, faktor kunci keberhasilan kita adopsi, kita ambil,” pungkasnya.
Sementara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan telah menyampaikan analisa dari masing-masing kandidat baik Kalteng, Kalsel, maupun Kaltim.
“Setelah itu kami sampaikan juga bagaimana kira-kira bentuk kota yang dibangun di pusat pemerintahan baru tersebut dan skema pembiayaan. Dari hasil rapat tadi, intinya Pak Presiden akan segera membuat pengumuman mengenai lokasi definitifnya atau lokasi pastinya. Yang pasti, satu di antara tiga tersebut,” katanya di Kantor Presiden, kemarin.
Menurutnya, rata-rata kelebihan di lokasi tersebut adalah luas lahan yang relatif besar. Sementara kelemahannya adalah sumber air baku dan potensi kebakaran hutan. “Kami pahami Kalimantan. Beberapa daerah rentan kebakaran, terutama lahan gambut dan batu bara,” ungkapnya.
Kemudian terkait standar kota, Bambang mengatakan, presiden memintar agar berstandar internasional. Selain itu juga harus dapat menjadi rujukan dalam pengembangan kota-kota di Indonesia. “Tentunya semua prinisp yang modern. Prinsipnya yang bisa menjaga keberlangsungan kota dan kehidupan kota lebih nyaman akan menjadi fokus dari desain ibu kota baru,” ujarnya.
Bambang mengatakan, berkaitan dengan pemindahan ibu kota negara baru ini akan diatur melalui undang-undang (UU). Karena itu, lobi-lobi informal terus dilakukan pemerintah. “(Badan otorita) nanti itu akan menjadi bagian dari RUU yang akan diajukan. Jadi, RUU itu mengenai status daerah khusus dan badan otorita Mirip-mirp, tapi tak persis sama dengan Batam (bentuknya),” katanya.
Terkait tahapan proses pemindahan, akan diawali dengan pengumuman lokasi definitif oleh presiden. Setelah itu akan dilanjutkan dengan tahapan persiapan. “Sebentar lagi presiden akan umumkan lokasi definitif. Pada 2020 semua persiapan tadi, termasuk yang landasan hukum. 2021 full konstruksi. 2024 kita harapkan proses pemindahan tahap pertama sudah berlangsung,” pungkasnya.
Sementara Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo mengatakan, terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan, sebaiknya pemerintah diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk menyusun dan merencanakan tahapan-tahapan proses pemindahan. Pertama, harus dibuat dasar aturan hukumnya seperti apa. Setelah itu, Bappenas akan membuat skema anggarannya seperti apa.
“Jadi, biar saja kita kasih kesempatan untuk pemerintah menyusun perencanaannya. Pak Bambang bilang sudah ada perencanaan yang matang. Tinggal dibikin dasar hukum dan undang-undangnya. Setelah itu, Kementerian Keuangan menghitung anggaran yang dibutuhkan,” kata Firman, kemarin.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, melihat kondisi Pulau Jawa yang sangat rentan terhadap bencana, rencana pemindahan ibu kota ini dinilai penting. Sebab, segala hal yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan maka harus diantisipasi.
”Saya menyarankan pemerintah melakukan studi banding ke Brasilia, ibu kota Brasil. Kantor pemerintahan di sana seperti di Jalan Thamrin, berdekatan, jadi koordinasi antarkementerian nggak usah pakai mobil cukup jalan kaki,” tuturnya.
Terkait rencana pemindahan ini, menurut Firman, tahapan yang dilakukan bisa secara bertahap. Misalnya, diawali oleh kantor-kantor pemerintahan sementara pada tahap awal DPR masih tetap di Jakarta. Untuk tahap selanjutnya baru DPR juga berada di Ibu Kota yang baru.
”Kita enggak mungkin melakukan rencana ini semudah membalikkan telapak tangan. Kalau kita lihat gempa kemarin itu saja sudah heboh, padahal bencana seperti itu menjadi siklus lima tahunan,” katanya. Firman mengakui hingga saat ini DPR belum pernah membahas secara detail mengenai rencana pemindahan ibu kota dengan pemerintah.
”Pemerintah tentu harus menyiapkan rencana kerja, tidak bisa pemerintah membahas dengan DPR tanpa terlebih dahulu menyiapkan perencanaannya. Dan pasti pemerintah sudah tahu mekanismenya seperti apa, termasuk lobi-lobi politik yang harus dilakukan,” tuturnya.
(don)