Perempuan Diminta Aktif Jadi Agen Perdamaian

Kamis, 01 Agustus 2019 - 19:23 WIB
Perempuan Diminta Aktif Jadi Agen Perdamaian
Perempuan Diminta Aktif Jadi Agen Perdamaian
A A A
JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir muncultren baru dalam aksi terorisme, yakni melibatkan perempuan dan anak.

Dahulu perempuan hanya menjadi simpatisan dan pendukung, tetapi saat ini mereka turut menjadi pelaku teror.

“Di Suriah banyak pria yang tewas karena peperangan, yang tersisa adalah para wanita dan anak. Sehingga para wanita dan anak pun turut dikerahkan untuk menjadi teroris. Ternyata kecenderungan ini pun turut menyebar ke seluruh dunia,” tutur Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Hamli, ME saat menjadi narasumber kegiatan Pelibatan Perempuan sebagai Agen Perdamaian dalam Pencegahan Radikalisme, di Hotel Lumire, Kamis (1/8/2019).

Kalau dicermati lebih jauh, kata Hamli, pola pemanfaatan perempuan telah menjadi bagian kelompok teror dengan mengeksploitasi perempuan sebagai martir baru.
Berkurangnya kader dan anggota, memaksa mereka untuk mendorong perempuan agar menjadi pelaku aksi.

Karena itu, Hamli mengajak perempuan untuk menjadi agen perdamaian yang secara aktif memberikan pencerahan dan pendidikan, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat secara luas.

Menurut dia, Keterlibatan perempuan mempunyai peran strategis karena menjadi tumpuan pendidikan anak di keluarga maupun melalui komunitas perkumpulan perempuan.

Hamli mengatakan di lingkungan sosial saat ini sudah banyak sekali sebaran narasi bernuansa sentimen dan kebencian berbasis perbedaan agama yang berpotensi memecah belah masyarakat.

Dia menilai narasi tersebut sebagai bagian dari upaya meradikalisasi masyarakat. Perpecahan dan konflik pada akhirnya merupakan ladang subur berkembangnya paham dan jaringan terorisme.

Narasi lainnya yang patut diwaspadai, kata dia, emosi keagamaan dengan mengimpor konflik di negara lain sebagai alasan untuk perjuangan. Penderitaan yang terjadi di Timur Tengah seperti Suriah, Irak dan lainnya dijadikan propaganda untuk mengajak dan merekrut anggota di dalam negeri yang tidak mengerti peta konflik yang sebenarnya.

“Patut dipahami bahwa seseorang menjadi teroris bukan proses instan, tetapi melalui tahapan dari mengadopsi narasi-narasi intoleran, radikalisme dan terakhir menuju terorisme,” ungkap Hamli.

Oleh karena itu, dia mengajak perempuan harus menjadi bagian penting dalam menangkal narasi-narasi tersebut. Bukan justru menjadi korban narasi kekerasan dan teror. Apalagi sebaran narasi radikalisme itu saat ini tidak hanya terjadi secara offline, tetapi yang lebih mengkhawatirkan narasi radikalisme yang bertebaran di dunia maya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5608 seconds (0.1#10.140)