Pakar Hukum Sarankan KPK Gugat Perdata Kasus BLBI
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gajah Mada Edward Omar Sharif Hiariej menyarankan semua pihak menyudahi polemik putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).
Karena menurut dia, keputusan MA dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) bersifat final dan berkekuatan hukum tetap.
Namun, kata pria yang biasa disapa Eddy itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu patah arang, KPK masih bisa melakukan upaya hukum dalam konteks gugatan perdata untuk mengembalikan kerugian negara dari kasus tersebut.
"Bahwa yang pertama untuk persoalan pidana sudah selesai ya untuk SAT karena sudah diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Tetapi KPK bisa melakukan upaya hukum dalam konteks gugatan perdata mengenai kerugian uang negara Rp4,58 triliun," tutur Eddy dalam diskusi dengan tema Vonis bebas Syafruddin siapa yang salah? KPK atau MA? di kawasan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Tidak hanya menyarankan KPK untuk lakukan gugatan perdata, Eddy juga berharap KPK meneruskan proses penyidikan terhadap para pihak-pihak yang ikut terlibat. Sebab, putusan kasasi MA terhadap Syafruddin tidak menghapus tuntutan pidana terhadap yang lain.
"Tetapi kalau dia (Syafruddin-red) dilepas karena alasan pembenar maka harus melihat fakta-fakta yang dikemukakan dalam putusan seperti apa. Kalau faktanya berbeda dengan fakta yang dimiliki oleh KPK maka KPK harus berjalan terus untuk mengungkapkan kasus ini," tuturnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan kasasi yang diajukan terdakwa korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung. Majelis hakim kasasi MA menyatakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu tidak terbukti melakukan tindak pidana.
Dengan keputusan itu, Ketua Majelis Hakim kasasi Salman Luthan dan kedua anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Mohammad Askin membebaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemapuan, harkat dan martabatnya. Selain itu, hakim juga memerintahkan agar Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.
Karena menurut dia, keputusan MA dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) bersifat final dan berkekuatan hukum tetap.
Namun, kata pria yang biasa disapa Eddy itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu patah arang, KPK masih bisa melakukan upaya hukum dalam konteks gugatan perdata untuk mengembalikan kerugian negara dari kasus tersebut.
"Bahwa yang pertama untuk persoalan pidana sudah selesai ya untuk SAT karena sudah diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Tetapi KPK bisa melakukan upaya hukum dalam konteks gugatan perdata mengenai kerugian uang negara Rp4,58 triliun," tutur Eddy dalam diskusi dengan tema Vonis bebas Syafruddin siapa yang salah? KPK atau MA? di kawasan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Tidak hanya menyarankan KPK untuk lakukan gugatan perdata, Eddy juga berharap KPK meneruskan proses penyidikan terhadap para pihak-pihak yang ikut terlibat. Sebab, putusan kasasi MA terhadap Syafruddin tidak menghapus tuntutan pidana terhadap yang lain.
"Tetapi kalau dia (Syafruddin-red) dilepas karena alasan pembenar maka harus melihat fakta-fakta yang dikemukakan dalam putusan seperti apa. Kalau faktanya berbeda dengan fakta yang dimiliki oleh KPK maka KPK harus berjalan terus untuk mengungkapkan kasus ini," tuturnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan kasasi yang diajukan terdakwa korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung. Majelis hakim kasasi MA menyatakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu tidak terbukti melakukan tindak pidana.
Dengan keputusan itu, Ketua Majelis Hakim kasasi Salman Luthan dan kedua anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Mohammad Askin membebaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemapuan, harkat dan martabatnya. Selain itu, hakim juga memerintahkan agar Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.
(dam)